Liputan6.com, Jakarta - Saat masih menangani Chelsea, Claudio Ranieri sempat dijuluki The Tinkerman. Itu tidak terlepas dari kebijakan manajer, yang kini menangani Leicester City, untuk merotasi susunan pemainnya.
Sekarang, julukan itu tak lagi dekat dengan Ranieri. Ya, di musim ini, julukan The Tinkerman layak disematkan pada sosok manajer Internazionale Milan, Roberto Mancini.
Baca Juga
- Abramovich Adakan Rapat, Mourinho Dipecat?
- Chelsea Melempem, Fabregas Bicara Gaji
- Mancini Pastikan Inter Takkan Beli Pemain Lagi
Â
Advertisement
Siapa sangka, resep rotasi ala Ranieri justru manjur di tangan Mancini. Tengok saja tempat Inter Milan di tabel klasemen Liga Italia hingga pekan ke-16, kokoh di puncak dengan torehan 36 poin.
Kembali ke Inter setelah melepas jabatan sebagai manajer Galatasaray, rotasi diberlakukan Mancini kepada seluruh pemain Inter. Dari catatan Whoscored, hanya ada nama kiper Samir Handanovic yang selalu diturunkan Mancini di setiap partai Liga Italia.
Posisi gelandang tengah jadi posisi yang paling banyak terkena rotasi oleh Mancini. Enam pemain setidaknya sudah dimainkan Mancini di posisi tersebut. Terbanyak, Mancini memainkan Geoffrey Kondogbia dengan 10 kali.
"Kami mengganti susunan pemain secara teratur untuk menjaga semua pemain agar tetap siap. Kami punya banyak pemain bertalenta dan mereka layak mendapatkan menit bermain," ujarnya.
Mancini Gunakan Taktik Variatif
Kebijakan rotasi pemain tidak terlepas dari sikap Mancini yang gemar memainkan formasi berbeda pada hampir setiap pertandingan. Saat takluk dari Napoli misalnya, Mancini memakai formasi 4-3-3 lalu formasi itu diubah jadi 4-2-3-1 ketika Inter mengalahkan Genoa.
Tercatat, mantan juru taktik Manchester City ini sudah menggunakan enam taktik berbeda hingga pekan ke-16 Liga Italia. Selain memainkan dua taktik itu, Mancini juga kerap memakai formasi 4-4-2, 4-3-2-1, dan bahkan 3-5-2.
Kesuksesan Mancini dengan kebijakan rotasinya mematahkan mitos don't change the winning team yang sudah tak asing di dunia sepak bola. Di bawah Mancini, tak ada pemain yang benar-benar masuk ke dalam winning team tak terkecuali pemain yang berstatus bintang.
Pada pertandingan melawan Genoa misalnya. Mancini tak ragu untuk membangkucadangkan striker Mauro Icardi. Padahal, juru gedor asal Argentina itu berstatus sebagai capocannonieri (topskor) Liga Italia musim lalu dengan 22 gol.
Ketika itu, Mancini lebih memilih Rodrigo Palacio untuk menjadi striker tunggal dalam skema 4-2-3-1. Inter sendiri menang tipis 1-0 lewat gol Adem Ljajic.
Kontan saja, kebijakan membangkucadangkan Icardi sempat dipertanyakan media usai pertandingan. Tapi Mancini menjawab dengan tegas. "Saya pelatih Inter. Bukan Icardi atau Ljajic. Kami punya banyak striker bagus dan semua layak main," katanya tegas.
Ya, bagi Mancini si Tinkerman yang baru, setiap pemain yang ada dalam timnya adalah winning team.
Kombinasi Maut Jovetic-Icardi
Meski demikian Mancini juga layak berterima kasih pada duo Icardi-Jovetic. Total kedua pemain ini sudah menyumbang 10 gol di semua kompetisi.
"Saya dan Icardi punya kerjasama yang baik di lini depan. Laga lawan Udinese jadi buktinya. Saya yakin kolaborasi kami bakal semakin padu di pertandingan selanjutnya," ujar Jovetic.