Liputan6.com, Jakarta - Di masa penjajahan, sepak bola menjadi alat pemersatu bangsa. Hampir semua pejuang -pejuang angkatan 1945 gemar mengolah si kulit bundar, tidak terkecuali Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916, tokoh pergerakan nasional ini mulai aktif mengolah si kulit bundar ketika masih mengenyam bangku sekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Cilacap, Jawa Tengah pada 1923. Ketika itu, dia berusia 7 tahun. Di sekolah milik pemerintah ini, Soedirman terkenal sebagai sosok yang rajin, disiplin dan gemar bermain sepak bola.
Baca Juga
- Deretan 5 Tembok Tangguh Premier League
- Menuju F1, Rio Haryanto Kurang Rp 46 Miliar Lagi
- Tiket Termurah Final PJS Dijual Rp 50 Ribu
Lewat sepak bola, Soedirman mulai menunjukkan bakat kepemimpinan. Ketika 'bergerilya' di lapangan hijau, Soedirman selalu menempati posisi sebagai pemain depan. Julukan bintang lapangan disematkan pada sosok Soedirman.
Advertisement
Menurut Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, sang Ayah juga menguasai aturan sepak bola. Karena sikap yang jujur, Soedirman kerap dipercaya menjadi wasit."Kebiasaan sepak bola ini terbawa terus sampai Bapak remaja menuju dewasa," kata Teguh sebagaimana dilansir dari Tempo.
Bintang Medan Tempur
Melalui Konferensi TKR pada 2 Nopember 1945, Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR (Tentara Keamanan Rakyat/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia). Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan kepada Soedirman oleh Presiden Republik Indonesia, Ir Soekarno.
Keberhasilan mencapai posisi tertinggi dalam pangkat militer ini tidak lepas dari keberhasilannya memukul mundur pasukan Inggris dan NICA di Ambarawa pada Desember 1945 dengan strategi sapit urang. Pertempuran ini kemudian dikenal dengan nama Palagan Ambarawa. Ini menjadi pertempuran besar pertama Soedirman.
Pada 12 Desember 1945, Soedirman melancarkan serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris di Ambarawa. Pertempuran lima hari ini membuat pasukan Inggris mundur ke Semarang. Perang tersebut berakhir tanggal 16 Desember 1945.
Ketika Belanda melakukan agresi militer II, Sudirman beserta pasukannya melancarkan perang gerilya. Sakit paru-paru yang diderita tidak menghalangi semangatnya bertempur. Selama tujuh bulan dia berpindah-pindah keluar masuk hutan dan gunung untuk menghindari kejaran musuh.
Advertisement
Menjadi Nama Turnamen
Kini setelah lebih dari 6 dekade kepergiannya, nama Jendral Sudirman tidak lagi sekadar menjadi nama jalan protokol di Ibukota Jakarta dan nama universitas negeri terkemuka di Jawa Tengah, tetapi juga menjadi perhelatan sepak bola milik TNI, Piala Jendral Sudirman.
Turnaman ini ditujukan untuk mengisi kekosongan kompetisi. Perhelatan ini mulai digelar pada 10 Novemeber 2015 lalu. Minggu (24/1/2016) besok menjadi puncak turnamen ini. Final Piala Jendral Sudirman digelar bertepatan dengan hari lahir Jendral Soedirman. Mitra Kukar dan Semen Padang menjadi finalis dalam duel di SUGBK.