Sukses

Ketika Bek Persipura Mengenang Timnas Indonesia

Kini, pemain senior Persipura ini mengaku bingung dengan tidak adanya Timnas Indonesia.

Liputan6.com, Bali - Ricardo Salampessy telah kembali memperkuat Persipura Jayapura setelah dipinjam Pusamania Borneo FC (PBFC) dalam ajang Piala Gubernur Kaltim 2016 lalu. Namun, dari turnamen yang dia jalani kali ini, Erik, sapaan Ricardo Salampessy, melihat wajah lain dari tim yang dia bela sejak 2006 tersebut.

Dalam turnamen Torabika Bhayangkara Cup 2016, Erik menjadi salah satu pemain senior yang masih bertahan di skuat Mutiara Hitam. Selebihnya, nama-nama besar seperti Boaz Solossa, Immanuel Wanggai, dan Gerard Pangkali sudah mengadu nasib ke negara lain.

"Tim ini banyak perubahan, beberapa pemain kunci tidak ada dalam tim lagi. Tapi sebagai kinerja anak-anak baru bagus juga," kata Ricardo kepada Liputan6.com, di Hotel Ibis, Kuta, pada Kamis (24/3/2016) malam.

Bek berusia 32 tahun tersebut menegaskan, hanya waktu bermain yang bisa menambah kedewasaan pemain-pemain muda yang bercokol di skuat asuhan pelatih Oswaldo Lessa tersebut. Sebut saja gelandang serang termuda milik Persipura Osvaldo Haay.

Osvaldo merupakan pemain yang baru promosi dari tim U-21 Persipura. Sebelumnya, remaja 17 tahun itu pernah dibawa pelatih Oswaldo Lessa tampil di fase grup Piala Jenderal Sudirman tahun lalu.

"Kita bisa lihat dengan seringnya mereka bermain, banyak pengalaman yang mereka dapat. Saya sarankan untuk tidak minder, harus percaya diri dan juga bangga memakai lambang Persipura," tuturnya.

2 dari 2 halaman

Kenang Timnas

Sejak berbaju Merah-Hitam Persipura pada 2006, praktis Ricardo Salampessy menjadi langganan tim nasional Indonesia. Namun, sanksi FIFA yang jatuh pada Mei 2015 lalu membuatnya bingung untuk memutuskan rencana masa depan di dunia sepak bola.

"Jujur saya sebagai pemain sudah tidak tahu mau ngapain lagi. Urusan jadi tidak selesai-selesai, katanya ada kompetisi, lalu ada yang bilang ada dualisme liga," kata Ricardo Salampessy.

Sang pemain mengantongi 26 caps untuk skuat Garuda. Gol satu-satunya di level internasional terjadi pada 14 Juli 2014 ketika Indonesia melakoni partai uji coba melawan Qatar, dengan skor akhir 2-2.

"Pemain merasa terbebani memikirkan masalah sepak bola Indonesia. Harapan kami hanya semua kembali lagi normal dan timnas bisa main. Akhir dari kompetisi juga ada tujuannya," ujar ayah tiga anak ini.

Selama bermain di level tertinggi sepak bola, dia juga mengenang sulitnya menahan pergerakan pemain-pemain asing. Menurut Ricardo, para penyerang Thailand adalah pemain-pemain yang paling berbahaya dan sulit dihentikan.
 
"Kalau di ISL, yang paling susah Herman Dzumafo (eks-Sriwijaya). Itu bukan hanya otak yang jalan, tapi fisik juga. Dia yang paling sulit selama saya menjaga striker," paparnya.