Liputan6.com, Jakarta - “Benarkah semua orang sama dan sederajat? Faktanya, ada segelintir orang dan lembaga yang punya kedudukan, kewenangan, pun kekuasaan istimewa. Sialnya, di tangan merekalah banyak hal ditentukan. Seperti sepakbola kebanggaan kita yang masih merana tanpa kejelasan.”
Nama RS Sumber Waras sedang menjadi trending topic. Saya tentu saja akan menjadi latah jika ikut-ikutan membahas masalah yang tidak saya kuasai itu.
Saya justru tertarik membahas kata sumber waras itu sendiri. Waras menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya sehat, jasmani atau rohani. Maka sumber waras adalah sesuatu yang membuat seseorang menjadi sehat, jasmani dan atau rohani.
Begitu semestinya.
Baca Juga
- Hari Ini, Persib Perkenalkan Tim dan Jersey Anyar
- Mancini: Inter Belum Menyerah Finis Tiga Besar
- Kata Rossi Jika Marquez Jadi Pengganti Lorenzo di Yamaha
Namun belakangan ini sumber waras justru menjadi sumber perseteruan hebat yang membuat masyarakat bingung siapa dan mana yang benar. Para pejabat dan lembaga terhormat – yang seharusnya menjadi sumber kewarasan masyarakat, justru memperkeruh suasana.
Mereka belum sanggup, jika terlalu berlebihan mengatakan gagal, memberi kewarasan pada kita. Cermin situasi riil masyarakat kita, tak terkecuali di lapangan hijau.
Dalam permainan sepakbola, PSSI dan Kemenpora boleh kita sebut sebagai lembaga yang dipercaya untuk menjadi sumber waras bagi insan sepakbola. Merekalah yang paling berkewajiban dan berkepentingan bukan hanya memutar kompetisi, tetapi juga menghidupkan iklim yang kondusif.
Sialnya, pemegang otoritas tertinggi itu gagal duduk bersama untuk menyelesaikan perselisihan. Surat pembekuan yang ditandatangani Menpora setahun lalu menjadi awal matinya kompetisi, hilangnya ribuan mata pencaharian pelaku sepakbola, terkucilnya Sang Garuda dari pergaulan internasional.
Kehadiran Tim Transisi yang sempat menyembulkan harapan ternyata juga belum sanggup memberi jalan keluar cerdas. Praktis baru Piala Kemerdekaan yang sanggup menghidupkan kembali gairah sepakbola di negeri ini. Itu pun diselenggarakan oleh pihak swasta.
Advertisement
“Sumber waras menyiratkan harapan kita untuk diayomi, dipersatukan, disehatkan, diselamatkan.”
Keputusan sampai tingkat kasasi yang memenangkan gugatan PSSI tak digubris. Tim Transisi melegitimasi diri dengan upaya memperbaiki sepakbola nasional secara menyeluruh. Niat mulai yang patut didukung tetapi sayangnya masih minim bukti.
PSSI yang merasa menang di mata hukum bergeming. Bahkan saat La Nyalla Mattalitti, Sang Ketua PSSI, tersandung kasus hukum dan dikabarkan kabur ke luar negeri pun tak banyak melumerkan sikap keras itu. Usul menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) masih sekadar wacana yang menyisakan banyak tanya.
Mereka mungkin lupa bahwa di tangan merekalah nasib sepakbola negeri ini menggantungkan kewarasannya. Merekalah sumber pengharapan ribuan manusia yang sekarang terpaksa bertahan di tengah ketidakpastian konflik antarpribadi dan antarlembaga yang sungguh sudah sangat akut.
Presiden Jokowi mengatakan pemerintah sudah membangun komunikasi dengan FIFA dan berjanji bulan Mei akan ada titik terang. Tertiup harapan dari pemimpin tertinggi di negeri ini, yang sejujurnya juga masih disangsikan kebenarannya oleh banyak pihak karena belum ada tanda-tanda ke arah sana.
Sampai kapan para pemimpin kita yang dipercaya memimpin lembaga terhormat meninggalkan kewajibannya sebagai sumber kewarasan bagi masyarakat?
Sumber waras mungkin hanyalah sebuah nama. Tetapi sesungguhnya di dalamnya terkandung arti yang sangat istimewa. Posisi yang mensyaratkan seseorang menjadi pengayom, pemersatu, penyelamat…
| @angrydebritto | Banten, 22/04/16 | Saatnya mempertanyakan kewarasan kita semua…|