Sukses

Tradisi Seba, Ritual Jalan Kaki Baduy yang Melegenda

Baduy Dalam sanggup berjalan kaki hingga puluhan kilometer untuk bersilaturahmi dengan pemerintah daerah. Apa rahasianya?

Liputan6.com, Rangkasbitung - Baduy atau banyak yang menyebutnya Orang Kanekes. Hidup di kaki pegunungan Kendeng. Mati-matian meneguhkan adat istiadat warisan leluhur. Menentang modernitas lewat 1001 pantangan.  

Baca Juga

Yang bertahan tidak banyak. Mereka kini dikenal sebagai Baduy Dalam dan bermukim tiga kampung di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Rangkasbitung, Banten; Cibeo, Cikesik, dan Cikertawana. Tanpa listrik, tanpa deru mesin, dan tetap setia membentengi diri dari pengaruh dunia luar hingga saat ini.

Bagi yang tidak kuat harus menyingkir. Mereka dikenal sebagai Baduy Luar. Hidup berdampingan dengan Baduy Dalam dan masih menjalankan sebagian adat istiadat yang telah diwariskan oleh para leluhurnya.

Olahraga bukan lah kegiatan yang populer bagi warga Baduy. Bahkan bagi Baduy Dalam, kegiatan ini terlarang menurut adat. Namun bukan berarti fisik dan kesehatan orang Baduy meragukan. Apalagi untuk urusan jalan kaki, orang Baduy, utamanya Baduy Dalam mampu melakukannya berhari-hari.

Suku Baduy Dalam berjalan kaki puluhan kilometer tanpa alas kaki menuju pendopo Kabupaten Lebak, Banten (13/05). Mereka diwajibkan berjalan kaki untuk mengikuti tradisi Seba Baduy Kecil. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Upacara Seba menjadi salah satu pembuktian ketangguhan fisik suku Baduy, terutama suku Baduy Dalam. Sebab dalam acara yang telah menjadi tradisi sejak Kesultanan Banten ini, mereka harus berjalan berkilo-kilometer untuk bersilaturahmi dengan para pimpinan pemerintahan di provinsi Banten.

Seba merupakan tradisi kuno. Sama tuanya dengan suku Baduy sendiri. Menurut Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, dalam acara ini warga Baduy akan keluar kampung untuk bertemu dengan ‘Bapa Gede’. Dalam acara ini, mereka juga membawa hasil bumi berupa pisang, gula aren, beras, hingga laksa.

"Seba itu adalah acara silaturahmi. Adapun dalam acara Seba ini, yang disilaturohmi adalah Bapa Gede. Kalau di Lebak, bupati, kalau di Serang, itu kepada gubernur," ujar Jaro Saija.

2 dari 4 halaman

Dibagi Dua

Menurut Saija, untuk tahun ini Seba digelar pada 13-14 Mei 2016. Keberangkatan peserta akan dibagi dua. "Yang berasal dari Baduy Dalam akan berjalan kaki, sedangkan Baduy Luar naik angkutan," kata Saija.

Mendekati Seba, suku Baduy mulai bersiap. Hasil kebun dan sawah dipetik. Mulai dari pisang, gula aren, hingga tales. Pada hari H, mereka lalu mengumpulkannya di kediaman Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, yang berada dekat pintu masuk objek wisata Baduy, Kadu Ketug, Ciboleger, Kanekes, Lewidamar.

Rumah ini juga yang menjadi titik start perjalan Seba. Baduy Luar yang mengenakan baju adat hitam-hitam dan ikat kepala biru selanjutnya bertolak naik angkutan umum dari terminal Ciboleger. Sementara orang-orang Baduy Dalam dengan baju dan ikat kepala putih tetap berangkat jalan kaki.

Seorang warga Suku Baduy Luar tengah mengikat Lomar di kepala sebelum berangkat dari Terminal Ciboleger, Kabupaten Lebak, Banten (13/05). Baduy Luar berangkat menggunakan angkutan umum. (Lipuatan6.com/Fery Pradolo)

Sehari sebelum memulai long march ke Lebak, peserta Seba dari Baduy Dalam sudah berkumpul di kediaman Saija. Jumlahnya ada 16 orang. Tiga orang berasal dari Kampung Cibeo, dua lagi dari Cikesik, dan dua lainnya dari kampung terjauh, Cikertawana. Mereka sudah tiba di rumah Saija sejak Kamis sore.

Menurut salah seorang warga Baduy Dalam, yang biasa dipanggil Ayah Mursyid, jumlah ini lebih sedikit dibanding Seba tahun lalu. ”Tahun ini tak banyak yang ikut karena ini Seba Kecil," ujar Mursyid.

Dia lalu menjelaskan, bahwa acara seba terbagi dua, yakni Seba Besar dan Seba Kecil. Bagi orang awam, perbedaan kedua acara ini tidak terlalu kelihatan. Hanya, biasanya Seba Besar diikuti lebih banyak peserta.
 
"Bedanya tidak terlalu kelihatan. Hanya saat penyampaian hasil bumi kepada pemerintah saja. Kalau Seba besar, yang dibawa juga bukan hanya hasil bumi tetapi juga peralatan dapur," beber Mursyid.

Lama semakin larut. Ke-16 warga Baduy Dalam ini lalu berdiskusi untuk memutuskan waktu keberangkatan esok hari. “Tadi sudah dibicarakan, besok akan berangkat pagi-pagi sekali. Dan bagi warga Baduy Luar, mereka akan berangkat setelah dzuhur (sektiar pukul 13.00 WIB),” kata Mursyid.

3 dari 4 halaman

Sudah Tradisi

Berjalan kaki telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Baduy. Baik yang berada di Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Tidak ada kendaraan bermotor yang boleh memasuki pemukiman mereka.

Perjalanan antarkampung di atas jalan batu dan tanah yang naik turun, praktis harus ditempuh dengan berjalan kaki. Begitu juga saat bekerja di sawah dan ladang. Mereka tetap berjalan kaki meski tak jarang harus memikul barang bawaan yang berat. Aktivitas yang melelahkan bagi yang tidak terbiasa.

Aturan yang dijalankan Baduy Luar sedikit lebih longgar. Mereka boleh menggunakan kendaraan bermotor saat berada di luar kampung. Sementara Baduy Dalam sama sekali tidak diizinkan. Mereka harus tetap berjalan kaki saat harus bepergian ke lokasi yang jauh dari kampung halamannya.  

Masyarakat Suku Baduy Luar bersiap jalan menggunakan angkutan umum di Terminal Ciboleger, Kabupaten Lebak, Banten (13/05). Belasan angkutan umum mengangkut Suku Baduy Luar menuju Terminal Aweh. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Jumat pagi, saat matahari belum sepenuhnya bangun dari tidurnya, ke-16 warga Baduy Dalam sudah beranjak dari rumah Saija. Dengan bekal yang disimpan di dalam kain berwarna putih, mereka bergegas mengawali langkah menuju pemberhentian pertama, yakni Pendopo Kabupaten, Lebak, Rangkasbitung.  

Jaraknya kurang lebih 39 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama satu setengah jam. Perjalanan membutuhkan fisik yang prima. Apalagi jalan yang ditempuh tidak seluruhnya rata. Mereka sesekali keluar dari jalan utama. Masuk hutan, naik turun bukit dan lembah, demi memangkas jarak.

Setelah Baduy Dalam berangkat, giliran peserta dari Baduy Luar yang berkumpul di kediaman Jaro Saija. Satu per satu mereka turun gunung sembari membawa hasil bumi. Mengenakan baju adat hitam-hitam dan ikat kepala berwarna biru, suku Baduy Luar semakin menyemut seiring meningginya matahari.

4 dari 4 halaman

Lomba Dimulai

Di terminal Ciboleger, 20-an bus dari berbagai ukuran sudah menunggu mereka. Dari data yang tertera pada catatan Kantor Kepala Desa tertera angka 1.263 Baduy Luar yang akan meninggalkan Desa Kenekes. Tepat pukul 13.00 WIB, rombongan Baduy Luar turun ke terminal dan bersiap berangkat menuju Lebak.

Sejam setelah suku Baduy Luar berangkat, rombongan Baduy Dalam sudah tiba di ujung Leuwidamar. Lebih dari setengah jarak tempuh sudah mereka lalui. Sebelum ke Pendopo Kabupaten Lebak, di Rangkasbitung, rombongan Baduy Dalam akan bergabung dengan warga Baduy Luar di Terminal Aweh.

Dari terminal ini, seluruh peserta Seba bersama pemerintah daerah berjalan kaki bersama ke Pendopo Kabupaten Lebak. Rombongan tiba di Pendopo Lebak pukul 16.00 WIB dan menginap semalam di sana.

Masyarakat Suku Baduy Luar tiba di pendopo dengan hasil bumi berupa pisang, beras dan gula aren di Kabupaten Lebak, Banten (13/05). Mereka beristirahat semalam untuk menyiapkan fisik menuju Pendopo Serang. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Acara Seba di Kabupaten berlangsung pukul 20.00 dan akan dihadiri Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya bersama Muspida setempat. Setelah dari Lebak, peserta akan kembali melanjutkan perjalanan ke Serang.

Sama halnya dengan hari pertama, Baduy Dalam akan bertolak lebih dulu dengan berjalan kaki. Sedangkan Baduy Luar menyusul diangkut kendaraan bermotor yang sudah disiapkan.

Mursyid yang menjadi pimpinan rombongan Baduy Dalam mengatakan, tidak ada persiapan khusus yang mereka lakukan demi memelihara kondisi fisiknya jelang Seba.

Kekuatan kaki berjalan puluhan kilometer juga tidak lewat mantra."Kami sudah terbiasa berjalan kaki. Sehari-hari bisa mencapai 60 km,” katanya. "Olahraga kami tidak seperti masyarakat di kota. Olahraga kami sehari-hari adalah ke ladang dan ke sawah," ujar Mursyid.

Menilik keseharian orang-orang Baduy, berjalan kaki sudah jadi rutinitas mereka. Baik yang berada di Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Sebab tak ada kendaraan bermotor yang boleh memasuki pemukiman mereka.

Perjalanan antarkampung di atas jalan batu dan tanah yang naik turun, praktis harus ditempuh dengan berjalan kaki. Begitu juga saat bekerja di sawah dan ladang.

Sebanyak 1800 masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam tiba di jalan raya Kabupaten Lebak, Banten (13/05). Mereka berjalan kaki membawa hasil bumi menuju pendopo Kabupaten Lebak. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Mereka tetap berjalan kaki meski tak jarang harus memikul barang bawaan yang berat. Aktivitas yang melelahkan bagi yang tidak terbiasa.

Aturan yang dijalankan Baduy Luar sedikit lebih longgar. Mereka boleh menggunakan kendaraan bermotor saat berada di luar kampung. Sementara Baduy Dalam sama sekali tidak diizinkan. Mereka harus tetap berjalan kaki saat harus bepergian ke lokasi yang jauh dari kampung halamannya.

Jalan kaki sendiri dikenal sebagai olahraga yang menyehatkan. Menurut para pakar kesehatan, berjalan kaki 30 menit sehari baik bagi kesehatan jantung dan mampu membakar kolesterol. Berguna juga untuk menurunkan berat badan.

Berjalan cepat selama 30 menit sehari, diperkirakan mampu membakar setidaknya 150 kalori per hari. Jalan kaki juga meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah stress.