Sukses

Piala Eropa: Antara Profesionalitas dan Kewajiban Berpuasa

Para pemain muslim yang bermain di Piala Eropa 2016 dihadapkan pada dua pilihan.

Liputan6.com, Paris - Turnamen sepak bola seperti Piala Eropa atau Piala Dunia terkadang jatuh bertepatan dengan bulan Ramadan. Pada tahun ini, giliran Piala Eropa yang digelar hampir bersamaan dengan bulan Ramadan 1437H atau Juni-Juli dalam kalender masehi.

Hal ini mendatangkan dilema bagi para pemain bola yang beragama Islam.

Baca Juga

  • Ini Alasan Rashford Dibawa ke Piala Eropa
  • Blogger Cantik Bocorkan Klub Pilihan Morata Musim Depan
  • Lorenzo Tak Sabar Tampil di MotoGP Catalunya

Para pemain muslim tersebut seperti berada di antara dua sisi. Di satu sisi, mereka harus tetap menjunjung profesionalitas sebagai pemain sepak bola. Namun di sisi lain, mereka juga terkena kewajiban berpuasa.

Alhasil, terkadang salah satu dari dua sisi itu harus dikorbankan.

Gelandang tim nasional Jerman, Mesut Ozil sudah menyatakan dirinya tidak akan berpuasa saat Piala Eropa nanti.

"Cuacanya terlalu hangat di musim panas. Kami harus menjalani latihan keras dan pertandingan. Jadi, mustahil bagi saya untuk berpuasa," ujar Ozil seperti dilansir situs resmi tim nasional Jerman.

Ozil hanya salah satu dari pemain muslim yang akan bermain di Piala Eropa nanti. Selain Ozil, ada beberapa nama pemain muslim yang mungkin harus absen dari kewajiban puasa.

Bagi beberapa pemain, berpuasa memang memengaruhi kondisi fisik. Apalagi, jika pertandingan dan latihan dilakukan di negara yang cuacanya panas.

Pada Piala Dunia 2014 di Brasil lalu misalnya, para pemain muslim juga terpaksa absen berpuasa. "Berpuasa? Apakah Anda lihat cuacanya? Saya bisa mati," kata gelandang tim nasional Pantai Gading, Yaya Toure.

2 dari 2 halaman

Apakah Puasa Memengaruhi Performa Pemain

Sejauhmana Puasa memengaruhi Performa?

Kepala Bagian Medis FIFA, Jiri Dvorak pada Piala Dunia 2014 lalu mengungkapkan, menurut salah satu studi, puasa sebetulnya tidak begitu membuat performa fisik pemain menurun.

"Kami melakukan studi ekstensif pada pemain selama Ramadan. Kesimpulannya, jika puasa dilakukan dengan tepat, tidak ada penurunan performa fisik," kata Dvorak seperti dilansir Time.

Senada dengan Dvorak, Pusat Informasi Nasional Amerika Serikat untuk Bioteknologi (U.S National Center fo Biotechnology Information (NCBI)) pada 2012 melaporkan, para pemain tetap bisa berada dalam kondisi prima jika menjaga asupan makanan, minuman, serta tidur mereka dengan baik.

"Pemantauan secara individu dari atlet yang bersangkutan juga bisa mencegah kekelahan dan mengurangi risiko sakit dan cedera," tulis NCBI.

Salah satu pemain yang tetap berpuasa meski mejalani pertandingan dan latihan secara intens adalah Frederick Kanoute. “Saya menghormati agama saya sebisa mungkin.” kata Kanoute yang kini sudah pensiun.

Terlepas dari dilema ini: berpuasa atau tidak, pilihan tetap jatuh pada diri pemain sendiri. Para pemain yang berpuasa tentu punya justifikasi sendiri. Pun begitu dengan yang tidak berpuasa.

"Para pemain muslim selalu punya pengecualian untuk berpuasa di waktu yang lebih tepat. Inilah yang saya pelajari dari tokoh Islam di Aljazair," kata Dvorak.