Liputan6.com, Foxborough - Pemegang mahkota juara dunia 5 kali, Brasil harus tersingkir dari gelaran Copa America Cantenario 2016. Pada edisi ke-100 dari gelaran Copa America, Tim Samba harus tersisih dari fase grup. Kekalahan 0-1 dari Peru membuat Brasil harus pulang lebih cepat.
Turnamen ini bisa jadi tidak menarik setelah raksasa Brasil tersingkir. Terlebih, satu tim kuat lainnya, Uruguay harus tersisih di fase yang sama. Uruguay adalah tim dengan gelar Copa America terbanyak, dengan 15 gelar sepanjang sejarah turnamen. Hanya Argentina, tim yang berstatus sebagai tim raksasa yang masih tersisa di turnamen ini.
Rapor merah itu terasa menyakitkan bagi Brasil. Pasalnya, Hulk dan kawan-kawan hanya butuh hasil imbang untuk melanjutkan langkah ke babak perempat final ketika menghadapi Peru di Gillette Stadium, Foxborough, Senin (13/6/2016) pagi WIB. Namun takdir berkata lain, Brasil tersisih melalui gol tangan tuhan pemain Peru, Raul Ruidiaz.
Advertisement
Â
Baca Juga
- Rio Haryanto Keluhkan Lambatnya Pit Stop Tim Manor
- Teror Suporter di Piala Eropa Lebih Nyata dari Ancaman ISIS
- 5 Fakta Menarik Jerman Bungkam Ukraina
Â
Gol itu mirip-mirip gol legenda Argentina, Diego Maradona di Piala Dunia 1986 Meksiko melawan Inggris di babak perempat final. Dalam tayangan ulang, Ruidiaz mendorong bola dengan tangan memanfaatkan umpan Andy Polo. Kesan gol kontroversial semakin kental setelah wasit Andre Cunha berkomunikasi cukup lama dengan asisten wasit sebelum benar-benar memberikan gol untuk Peru. Wasit mengesahkan gol Ruidiaz.Â
Protes keras dilancarkan kubu Brasil. Mereka merasa, Peru merampas tiket Selecao ke babak perempat final. Pelatih Brasil, Carlos Dunga menunjuk wasit atas kekalahan timnya. "Semua orang melihat apa yang terjadi. Kami tidak bisa melihat apa yang semua orang lihat," tutur Dunga dilansir dari Soccerway.Â
Mantan Kapten Timnas Brasil di Piala Dunia 1994 ini bertanya-tanya, mengapa wasit begitu lama berdiskusi setelah gol terjadi. Terlebih keputusannya sama, tidak menganulir gol tersebut. "Saya tak mengerti kenapa mereka menghabiskan waktu empat menit untuk berbicara dengan wasit dan asistennya lalu tak menyelesaikan apa-apa," kata pelatih 52 tahun tersebut kecewa.
Hasil tersebut membuat Brasil berada di peringkat ketiga dalam klasemen grup. Memetik 1 kemenangan, 1 kali imbang, dan sekali kekalahan meraih 4 poin. Brasil harus meninggalkan turnamen setelah tampil menjanjikan, termasuk ketika menang 7-1 atas Haiti.Â
Di sisi lain, pelatih Peru, Ricardo Gareca enggan membahas gol kontroversial Peru. Menurut dia, timnya pantas lolos. Tambahan tiga poin dari Brasil membuat Peru langsung keluar sebagai juara grup B."Saya tidak melihat proses terjadinya gol tersebut. Jadi, saya tidak ingin membahas secara lebih rinci."Â
Menurut Gareca, gol seperti itu risiko dalam sepak bola."Kami pantas menang, tidak ada satupun yang membantu kami, terlepas dari proses gol yang terjadi. Kejadian ini sudah menjadi risiko yang harus ditanggung."
Pertama Sejak 1985
Tersingkirnya Brasil di fase grup Copa America terakhir kali terjadi sejak 1985. Ketika itu, fase grup masih berisi tiga negara. Pertama kali, Brasil harus terdepak dari gelaran ini setelah Copa America menggunakan format modern--berisi 4 tim dalam satu grup--sejak aturan ini diberlakukan pada 1993 lalu.
Sepak terjang Brasil di Copa America memiliki sejarah yang memukau. Brasil menempati peringkat ke-3 negara pengoleksi gelar Copa America terbanyak, dengan 8 gelar setelah Argentina (14 gelar) dan Uruguay (15 gelar). Brasil bahkan merebut gelar dua kali beruntun pada 2004 dan 2007.
Sedangkan, Peru mulai menunjukkan kekuatannya memasuki 2010. Tim yang dua kali merebut Copa America 1975 dan 1939 ini berhasil menempati peringkat ketiga pada 2011 dan 2015.
Advertisement