Liputan6.com, Jakarta - Dalam sepak bola, seorang pemain bisa saja merangkap sebagai manajer. Biasanya, hal ini terjadi pada para pemain senior yang telah memasuki usia tua, tapi masih kuat untuk bermain.
Beberapa dari mereka memang sukses menjalani peran ganda tersebut. Sebut saja Graeme Sounness yang sukes memenangkan tiga gelar juara Liga Skotlandia bersama Glasgow Rangers.
Baca Juga
Saat ini, tak banyak pemain yang merangkap jabatan sebagai manajer. Pasalnya, telah ada regulasi yang mengatur hal tersebut antara lain, seorang pemain harus punya lisensi kepelatihan yang cukup untuk memulai karier sebagai manajer.
Ada pemain yang sukses namun tidak sedikit juga yang gagal. Alih-alih berprestasi, klub yang mereka tangani justru terpuruk di tangan mereka. Alhasil, pemecatan pun harus mereka hadapi.
Berikut enam pemain yang gagal merangkap jabatan sebagai pemain dan pelatih:
Advertisement
1. Nicolas Anelka
Lama berkelana di sejumlah klub besar Eropa, Anelka berlabuh di klub India, Mumbai City di penghujung kariernya.
Di klub tersebut, Anelka tak hanya berperan sebagai marquee player melainkan juga sebagai manajer. Sayangnya, peran ganda ini tampaknya membuat pemilik 50 caps bersama timnas Prancis itu tak fokus.
Mumbai City terpuruk di tangan Anelka setelah hanya meraup 16 poin dari 14 peertandingan di Liga Super India musim 2015/16. Di akhir musim, pemain berusia 37 tahun ini digantikan oleh Alexandre Guimaraes.
Advertisement
2. Mario Kempes
Prestasi tinggi tak menjamin seorang pemain bisa sukses merangkap sebagai manajer. Mario Kempes adalah salah satu contohnya.
Kempes pernah meraih gelar juara Piala Dunia 1978 bersama timnas Argentina. Di turnamen itu pula, dia meraih sepatu dan bola emas.
Tapi hal itu ternyata tak membuat Kempes sukses sebagai manajer. Dilantik jadi pemain sekaligus manajer di Pelita Jaya, Kempes tak mampu membuat klub tersebut berprestasi.
Kempes pun tak pernah lagi jadi manajer sejak 2001. Kini, dia bekerja sebagai komentator di ESPN.
3. Sir Bobby Charlton
Kiprah Sir Bobby Charlton di lapangan hijau sedikit ternodai ketika dia justru membawa Preston North End terdegradasi dari Divisi Dua ke Divisi Tiga Liga Inggris di musim 1973. Charlton tak mampu mengemban peran sebagai pemain sekaligus manajer di klub tersebut.
Padahal, bekal Charlton saat masuk ke Preston cukup mentereng. Dia adalah peraih trofi Piala Dunia 1966 bersama tim nasional Inggris. Selain itu, Charlton juga berhasil meraih banyak gelar bersama Manchester United.
Di musim ketiga bersama Preston, legenda Manchester United itupun pamit. Hingga kini, Preston adalah satu-satunya klub yang pernah Charlton tangani.
Advertisement
4. Edgar Davids
Semasa masih bermain, Edgar Davids dikenal sebagai pemain yang lugas, tanpa kompromi dan meledak-ledak. Dengan karakter seperti itu, ia pun sukses menjelma jadi salah satu gelandang bertahan terbaik di dunia.
Sayangnya, karakter demikian tak cocok bagi Davids kala harus melakoni jabatan sebagai pemain sekaligus manajer. David menjalankan peran itu di klub gurem asal Inggris, Barnet pada tahun 2012.
Di musim pertama, Davids membawa Barnet terdegradasi. Di musim kedua, ia justru menerima kartu merah sebanyak tiga dari delapan laga awal klub. Pada Januari 2014, Davids pun pamit.
5. Romario
Dikenal sebagai sosok yang kontroversial, Romario Faria gagal saat berperan sebagai pemain sekaligus manajer di klub Brasil, Vasco Da Gama pada 2007.
Romario pada awalnya cukup berhasil setelah membukukan tiga gol dari enam pertandingan awalnya bersama Vasco. Tapi pada Februari 2008, Romario mendadak keluar dari klub karena merasa diintervensi oleh petinggi klub.
Namun hal itu sepertinya hanya akal-akalan Romario. Pasalnya, pada Desember 2007, Romario diketahui gagal lulus tes obat-obatan terlarang.
Romario berdalih dirinya menggunakan obat untuk mencegah kebotakan. Tapi, publik menduga obat itu adalah untuk menunjang performa Romario di atas lapangan.
Advertisement
6. Paul Gascoigne
Paul Gascoigne, sosok yang pernah disebut sebagai pemain Inggris paling berbakat ini kariernya hancur karena minuman keras. Gazza, begitu ia akrab disapa, sangat menggemari minuman keras.
Efek negatif alkohol pula yang membuat Gazza hanya 39 hari menangani klub Kettering Town pada 2005 sebagai pemain sekaligus manajer. Pemilik klub kala itu memberhentikan Gazza lantaran 'gerah' dengan kegemaran Gazza pada minuman keras.
Sebetulnya, karier Gazza cukup sukses. Dia pernah membela Lazio, Tottenham Hotspur, dan Glasgow Rangers. Tapi minuman keras memang benar-benar menghancurkannya.