Liputan6.com, Bandung - Berbagai kericuhan terus terjadi di PON Jawa Barat 2016. Kali ini terjadi di cabang menembak nomor 50 m prone putri. Penembak asal Sumsel, Maharani Ardi, menjadi atlet yang paling dirugikan.
Sejak hari pertama, protes dan kericuhan terus melanda Jabar sebagai tuan rumah PON 2016. Hari ini pun sudah ada dua insiden. Pertama ada di cabang renang indah dan kini di cabang menembak yang dihelat di Cimahi, Kamis (22/9/2016).
Advertisement
Baca Juga
Kericuhan terjadi akibat buruknya kualitas alat penghitung skor yang disiapkan panita pelaksana. Ternyata, rusaknya alat penghitung skor di venue menembak bukan kejadian yang pertama.
"Sumsel sudah mengalami masalah itu di bagian putra. Sekarang hal itu kembali terjadi di nomor 50 m prone putri. Maharani yang sudah menembak hingga 30 peluru di ban 18 malah diminta pindah ke ban 1 karena sistem penghitungannya rusak," kata pelatih menembak Sumsel, Saptono.
Kejadian seperti itu tentu sangat jarang terjadi. Diakui Saptono, hal itu sama sekali tak terjadi pada cabang PON Riau 2012. Rusaknya alat itu membuat sistem penghitungan dilakukan secara manual. Tak heran jika Sumsel merasa sangat dirugikan akibat hal tersebut.
"Biasanya, saat atlet sudah menembak, hasilnya akan langsung otomatis bisa dilihat, sekarang malah sistem manual. Tentu ini akan sangat mungkin terjadi kesalahan."
Kritik keras juga datang dari manajer tim menembak Kalimantan Timur, Sarwono Hidayat. Tak sungkan-sungkan ia menyebut bahwa alat penghitungan skornya kampungan.
"Kami menolak penghitungan dengan sistem manual. Seharusnya mereka bisa melihat bagaimana alat yang ada di Kaltim, DKI Jakarta, atau Sumsel. Ini kejuaraan nasional. Kalau ini seperti kelas kacangan," tegas Sarwono.