Liputan6.com, Jakarta- Datang menggantikan seorang pelatih sukses adalah beban tersendiri. Setidaknya, itulah anggapan awam. Saat tiba di Saebener Strasse, markas Bayern Muenchen, Carlo Ancelotti juga dipandang sebagian pihak bakal berada di bawah bayang-bayang Josep Guardiola.
Dalam sebuah wawancara pada akhir Juli silam, Kicker antara lain menyinggung hal tersebut. Jawaban Ancelotti terbilang lugas. "Guardiola adalah bagian yang sangat hebat dari klub ini. Tapi, saya tak merasa bekerja di bawah bayang-bayangnya. Saya hanya berharap pelatih berikutnya akan ditanya tentang saya sesering saya ditanyai soal Pep," urai dia.
Baca Juga
Ancelotti membuktikan hal itu dengan membuat start istimewa. Hingga saat ini, dalam tujuh laga yang telah dilaluinya di semua ajang, Bayern selalu meraup kemenangan. Terakhir, Franck Ribery cs. menang 3-0 atas Hertha Berlin, Kamis (22/9) dinihari WIB.
Itu adalah rekor tersendiri. Sebelumnya, di Bayern, rekor start terbaik digenggam Ottmar Hitzfeld yang membukukan kemenangan dalam lima laga awalnya pada 1998-99. Adapun Pep pada 2013-14 justru memulai langkah dengan kekalahan 2-4 dari Borussia Dortmund di Piala Super Jerman.
Ancelotti sebetulnya beruntung karena bayang-bayang Pep yang tertinggal di Muenchen tidak begitu pekat. Meski mencetak hat-trick juara Bundesliga 1 dan dua kali double winners, jejaknya tidaklah dalam. Maklum, tiga musim saja dia melatih Bayern. Sudah begitu, dia gagal juara Liga Champions dan Piala Super Jerman. Itu menjadikan pelatih asal Katalonia itu urung melegenda atau bahkan menjadi mitos baru.
Beda halnya dengan bayang-bayang Sir Alex Ferguson di Manchester United. Deretan 38 trofi yang diraih selama 27 tahun menangani Red Devils membuat Sir Alex demikian melegenda. Sejak putusannya pensiun pada 2013, banyak orang yakin kesuksesan Sir Alex di Old Trafford akan jadi hantu tersendiri bagi para penerusnya. Siapa pun itu.
Faktanya, David Moyes yang sukses melejitkan Everton selama sebelas tahun di Goodison Park dan Louis van Gaal yang sangat berpengalaman menangani klub-klub teras Eropa tak sanggup menyibak bayang-bayang Sir Alex yang terlalu pekat dan panjang.
Bayang-Bayang Kegagalan
Bayang-Bayang Kegagalan
Musim ini, ketika Red Devils memenangi empat laga awal, termasuk kemenangan atas Leicester City di Community Shield, Jose Mourinho diyakini bisa menyibakkan bayang-bayang pekat itu.
Akan tetapi, itu ternyata harapan yang terlampau dini. Tiga kekalahan beruntun dari Manchester City, Feyenoord, dan Watford, membuat para fans Man. United kembali menjejak bumi. Demikian pula dengan Mourinho.
Alih-alih menyibak bayang-bayang Sir Alex, The Special One justru terjebak oleh bayang-bayang kegagalan Van Gaal. Masih begitu banyak orang yang mengenang era Van Gaal sebagai masa ketika permainan Red Devils tanpa inspirasi, tanpa arah, tanpa semangat.
Kini, banyak orang mulai merasa Mourinho tak ubahnya Van Gaal. Sampai-sampai ada yang menggambarkan sosok manajer yang selalu berada di tepi lapangan saat Rooney dkk. berlaga adalah Van Gaal yang mengenakan topeng wajah Mourinho. Ada pula yang menggambarkan bahwa bila Mourinho bercermin, bayangan yang ada di cermin adalah Van Gaal.
Tak hanya itu, Mourinho juga dihantui bayang-bayangnya sendiri. Bayang-bayang kegagalannya di Chelsea pada musim lalu. Seperti The Blues, Red Devils menunjukkan permainan yang labil. Mereka tak mampu menjaga performa dari laga ke laga walau para andalan dalam kondisi prima.
Mourinho memang bisa menarik napas lega berkat kemenangan 3-1 atas Northampton Town di Piala Liga, Kamis (22/9) dinihari WIB. Menurut Mourinho, timnya tampil sesuai harapan dan mampu mengontrol permainan sejak menit pertama.
Meski begitu, kemenangan itu tak bisa sepenuhnya dijadikan patokan kebangkitan laskar Mourinho. Dalam laga itu, Man. United turun dengan mayoritas pemain lapis kedua. Sudah begitu, mereka pun sempat ditahan 1-1 hingga Ander Herrera membuat gol kedua pada menit ke-68.
Lalu, jangan lupa, Northampton hanyalah tim League One, kasta ketiga di Inggris. Bisa dikata, Northampton bukan sekondan sepadan untuk Red Devils jelang laga kontra sang juara bertahan, Leicester, Sabtu (24/9).
Advertisement
Tulah Pemain Termahal
Tulah Pemain Termahal
Sialnya, berpaling lagi ke tim utama, ada bayang-bayang lain yang bisa menghantui Mourinho dan Man. United, khususnya di kancah Premier League. Itu adalah keberadaan Paul Pogba.
Musim ini, Pogba didatangkan Man. United dengan transfer sebesar 105 juta euro. Itu menjadikan penggawa timnas Prancis itu pemain termahal dunia. Harga Pogba lebih mahal 4 juta euro dari Gareth Bale saat dibeli Real Madrid pada 2013-14.
Bicara soal para pemecah rekor transfer, ternyata jarang yang langsung mengantar klub barunya menjuarai liga. Dari sepuluh pemecah rekor sebelumnya, hanya Luis Figo yang mempersembahkan gelar juara liga pada musim pertamanya. Pada 2000-01, dia membawa Real Madrid juara Divisi Primera.
Ini tentu sebuah misteri yang menarik karena di antara para pemecah rekor transfer itu terdapat nama-nama jempolan. Sebut saja Alan Shearer, Hernan Crespo, Ronaldo, Zinedine Zidane, dan Cristiano Ronaldo. Bahkan, Crespo justru gagal membuat Lazio mempertahankan Scudetto pada musim 2000-01.
Secara kebetulan, performa Pogba bersama Red Devils sejauh ini memang belumlah moncer. Mourinho sudah mencoba menempatkannya sebagai gelandang bertahan sebelah kanan dalam pola 4-2-3-1 dan gelandang serang tengah dalam pola 4-3-3, namun kontribusinya masih minim. Kasarnya, dia belum sesuai harganya.
Entah Pogba yang belum bisa beradaptasi dengan permainan yang diinginkan Mourinho atau Mourinho yang belum menemukan sistem tepat bagi Pogba. Satu hal yang pasti, bila terus berlarut-larut, ini potensial membuat Mourinho terkubur oleh bayang-bayang yang mengepungnya.