Liputan6.com, Molenbeek - Molenbeek, kota terkecil di Belgia ini punya cap jelek di mata dunia. Kota yang luasnya hanya 5,8 km persegi itu diduga kuat sebagai tempat para teroris berkumpul dan menyusun strategi.
Molenbeek merupakan kota yang 41 persen penduduknya beragama Islam. Nama Molenbeek mulai mendapat julukan mengerikan tersebut setelah adanya serangan teroris terencana --penembakan massal, bom bunuh diri, dan penyanderaan-- di Paris, November 2015.
Advertisement
Baca Juga
Dua pelaku teror mengerikan itu, yakni Salah Abdeslam dan Ibrahim Adbeslam, berasal dari sana. Kawasan Molenbeek disebut juga sebagai sarang ekstremis.
Rumah bagi anak-anak muda yang ingin ke Suriah untuk berperang dan dalam beberapa kasus, terlibat dalam aksi teror di Eropa. Banyak remaja Molenbeek yang bergabung dengan ISIS. Sedikitnya ada empat kasus penyerangan dalam tiga tahun terakhir yang berhubungan dengan orang-orang yang tinggal di Molenbeek.
Molenbeek juga pernah dikaitkan dengan peristiwa teror Charlie Hebdo dan serangan terhadap sebuah penjaga toko Yahudi di Paris. Para pelaku diduga kuat membeli senjata di Molenbeek.
Setahun setelah serangan di Paris, Molenbeek mencoba menghapus julukan tidak mengenakan tersebut. Mereka berjuang dengan sepak bola. Seorang penduduk lokal, Azmani Ridoin menciptakan sekolah sepak bola bernama Academie Jeunesse Molenbeek.
Ridoin mengaku sempat kesulitan membuat akademi sepak bola di kotanya. Sejak serangan di Paris, Ridoin malah sering dikira teroris oleh jurnalis yang datang ke Molenbeek.
"Selama satu bulan setelah serangan Paris, saya terus ditanya oleh wartawan: apakah saya sering ke Suriah? Apa Anda berniat pergi ke Suriah? Apa Anda kenal dengan orang-orang di sana? Semua orang berpikir kalau kami adalah bagian dari ISIS," katanya, dilansir dari The Guardian.
Hilangkan Julukan Mengerikan
Ridoin mengatakan bahwa sepak bola bisa memperbaiki nama kotanya dari julukan 'Sarang Teroris'. Selain itu, dia menciptakan akademi sepak bola agar anak-anak di Kota Molenbeek tidak ada yang bergabung dengan ISIS.
"Mereka masih muda dan tidak mengerti masalah yang mereka hadapi ketika usianya bertambah. Di Belgia, Anda sulit diterima orang jika seorang Muslim. Kami ingin menjadikan mereka individu yang baik dan kuat mengatasi masalah dengan cara yang positif," ujar pria berusia 46 tahun tersebut.
"Saya ingin membiarkan sepak bola yang berbicara. Kami menggunakan sepak bola agar masyarakat kami mendapat tempat yang lebih baik untuk menjalani kehidupan," ucapnya menambahkan.
Sebelum mempunyai 24 anak didik di Academie Jeunesse Molenbeek, Ridoin harus berjuang keras. Direkrut akademi, Mohamed Tabakkalt menjelaskan bahwa banyak keraguan dari orang dewasa mengenai cara Ridoin ini.
"Sejak serangan Paris, orang tua sangat mencemaskan anak-anaknya. Mereka ingin anak-anaknya terlibat dalam hal positif. Kami sedang berjuang untuk memenuhi permintaan tersebut. Sebab, banyak anak laki-laki yang ingin bergabung dengan kami," ujar Tabbakkalt.
Advertisement