Sukses

Bukan Persija vs Persib, Ini El Clasico Indonesia Sesungguhnya

Pertemuan kedua tim ini benar-benar seru. Kedua tim sering berjumpa di partai final.

Liputan6.com, Jakarta- Duel antara Persija Jakarta melawan Persib Bandung selalu dinantikan oleh banyak pecinta sepak bola di Indonesia. Hal tersebut tak terlepas dari rivalitas panas yang menjadi bumbu setiap kali Macan Kemayoran berhadapan dengan Maung Bandung. Bahkan saking panasnya duel dua klub bertetangga ini kerap dilabelkan sebagai El Clasico-nya Indonesia.

Namun, jika melihat dari sejarah, ternyata rivalitas antara Persija dan Persib baru dimulai pada periode tahun 2000-an. Uniknya yang menjadi latar belakang panasnya rivalitas ini bukanlah karena perebutan prestasi melainkan faktor non teknis seperti perseteruan dua pendukung dari kedua tim yakni Bobotoh (Persib) dan Jakmania (Persija).

Saking panasnya, tak jarang kedua kelompok suporter itu terlibat kericuhan hingga menimbulkan beberapa korban dari kedua belah pihak maupun keamanan. Tak sampai disitu, para pemain yang bertandang ke kandang lawan juga biasanya harus menaiki mobil rantis agar bisa masuk ke stadion.

Lantas kalau bukan Persija vs Persib, pertandingan apa yang lebih pantas disematkan sebagai El Clasico Indonesia?

Jika mundur jauh ke belakang, pertemuan antara Persib melawan PSMS Medan tampaknya lebih pantas mendapatkan label sebagai El Clasico Indonesia. Duel dua tim ini juga murni dilatarbelakangi oleh perebutan prestasi bukan perseteruan semu antarsupoter.

Awal kisah persaingan Persib dan PSMS terjadi di era perserikatan musim 1983-1984. Pada saat itu, Persib yang merupakan tim promosi berhasil melaju ke final untuk meladeni PSMS di Stadion Senayan.

Tim Ayam Kinantan pun berhasil menjadi juara usai menang 3-2 melalui drama adu penalti setelah skor 0-0 menutup jalannya laga selama 90 menit. Kendati kalah, Persib bisa sedikit berbangga karena mereka terpilih sebagai tim terbaik dan Adjat Sudrajat menjadi pencetak gol terbanyak dengan delapan gol.

Puncak persaingan Persib vs PSMS kembali terjadi dua tahun kemudian tepatnya 23 Februari 1985 di tempat yang sama, yakni Stadion Senayan. Pada saat itu, kedua tim kembali bertemu di laga final perserikatan.

Partai ini merupakan salah satu sejarah sepak bola Indonesia karena memecahkan rekor penonton. Menurut buku Asian Football Confederation (AFC) terbitan 1987, pertandingan ditonton oleh 150.000 orang yang merupakan pertandingan terbesar dalam sejarah pertandingan amatir dunia.

Jumlah ini tentu sangat membeludak mengingat Stadion Senayan kala itu memiliki daya tampung sebesar 110.000 orang. Alhasil, para penonton sampai harus duduk di trek lari karena tribun sudah tak mampu untuk menampung animo suporter.

Pertandingan sendiri berlangsung sangat seru dan juga dramatis. Persib yang sempat tertinggal 0-2 dari PSMS mampu menyamakan kedudukan dan memaksa laga berlanjut lewat adu penalti.

Sayang di babak adu penalti, Maung Bandung gagal menuntaskan dendam setelah takluk 2-3 dari PSMS. Persib pun harus dua kali menahan keinginan untuk menjadi juara di era perserikatan.

Menariknya kendati laga berlangsung sengit dan ditonton ratusan ribu pendukung tak ada laporan aksi anarkis yang dilakukan oleh penonton usai laga. Hal ini menandakan bahwa kedua kelompok suporter pada saat itu sangat menjunjung tinggi nilai sportivitas.

Bahkan sempat muncul kabar bahwa seusai juara, para pemain Persib diundang untuk memperkuat PSMS untuk turnamen Piala Merlion. Alhasil bintang-bintang Maung Bandung kala itu seperti Adjat Sudradjat, Kosasih, Robby Darwis, dan Iwan Sunarya berlatih bersama dengan pemain yang mengalahkan mereka di final seperti Ponirin Mekka dan kapten Sunardi A di Stadion Teladan, Medan.

(Yosef Deny Pamungkas)