Liputan6.com, Jakarta Pangkostrad Letnan Jenderal (Letjen), Edy Rahmayadi akhirnya terpilih sebagai ketua umum baru PSSI periode 2016-2020. Pria kelahiran Sabang, Banda Aceh, 10 Maret 1961 itu terpilih lewat Kongres Pemilihan di Hotel Mercure, Ancol, Kamis (10/11/2016).
Dengan dukungan Kelompok 85 yang dihuni para pemilik suara, langkah Edy menuju PSSI-1 seakan tak terbendung. Saat penghitungan suara, pria berusia 55 tahun itu unggul jauh dengan 73 suara. Dia mengalahkan mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal (purn) Moeldoko yang hanya mampu mengumpulkan 23 suara. Satu suara lainnya menjadi milik kandidat asal Malang, Jawa Timur, Eddy Roempoko, sedangkan tujuh suara lainnya tergolong abstain dan tidak sah.
Advertisement
Baca Juga
Dua wakil ketua, yakni Joko Driyono dan Iwan Budianto akan mendampingi Edy selama menjalankan roda organisasi PSSI. Kepengurusan Edy semakin kuat setelah pendukungnya K-85 juga menguasai posisi komite eksekutif (exco). Dari 12 nama yang terpilih, hanya empat yang berasal dari luar kelompok tersebut, yakni AS Sukawijaya, Papat Yunisal, Condro Kirono, Hidayat.
(Baca juga: Daftar Lengkap Pengurus PSSI 2016-2020)
"Saya telah menunggu 6 bulan 8 hari. Ini kemenangan bersama. PSSI tidak bisa dikerjakan sendiri. Indonesia punya 250 juta penduduk dan mandat sepak bola harus diserahkan kepada rakyat. Kita hanya menakhodai. Mudah-mudahan berhasil," kata Edy dalam pidato pertamanya setelah terpilih sebagai ketua umum PSSI periode 2016-2020, Kamis (10/11/2016).
Jalan Edy menuju PSSI-1 sebenarnya tidak terlalu mulus. Sebab posisinya sebagai Pangkostrad sempat disoal beberapa pihak. Mulai dari Menko Polhukam, Wiranto dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi pernah menganjurkan agar ketua PSSI tidak dipegang oleh pejabat negara yang masih aktif karena sepak bola Indonesia butuh penanganan serius.
Namun hal itu tidak menyurutkan tekad para pendukungnya. Nama Edy sudah mencuat saat Kelompok-85 mulai memunculkan wacana Kongres Luar Biasa (KLB) untuk mengganti tampuk pimpinan di PSSI. Langkah ini ditempuh setelah Ketua Umum terpilih sebelumnya, La Nyalla Mattalitti ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur. LNM yang terpilih lewat Kongres Surabaya, tahun lalu tengah menjalani proses hukum atas dugaan penyelewengan dana hibah Kadin Jawa Timur.Â
Skenario memenangkan Edy sebagai ketua umum PSSI juga disusun rapi. Mulai dari desakan menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) yang akhirnya berjalan mulus, Agustus lalu, hingga penggalangan dukungan jelang Kongres Pemilihan PSSI. Komposisi tim sukses Edy yang dihuni orang-orang berpengaruh di sepak bola nasional juga kian memuluskan langkah Anak Medan itu.
Sebut saja sosok Joko Driyono. Pria asal Ngawi ini merupakan salah satu tokoh penting di sepak bola Indonesia. Pengalamannya dalam mengelola kompetisi maupun sebagai Sekjen PSSI membuat Joko mudah menarik simpatik para pemilik suara. Begitu juga dengan Iwan Budianto yang saat ini menjadi CEO Arema Cronus. IB-sapaan akrabnya--juga sudah lama berkecimpung di pentas sepak bola nasional. Tak hanya menangani klub, Iwan juga pernah menjabat sebagai Exco PSSI. Dengan pengalaman yang dimiliki, mantan manajer Persik Kediri itu juga tidak kalah piawai dalam memetakan para pemilik suara.
Gerakan Kelompok 85 juga terbilang rapi. Berulang kali kelompok ini melakukan rapat konsolidasi saat menghadapi Kongres. Jelang Kongres Pemilihan, K-85 juga berkumpul di Hotel Borobudur dan bertolak ke arena pemilihan bersama-sama. Masing-masing mengenakan pin berbentuk trisula berinisial ER-JD-IB, akronim dari Edy Rahmayadi, Joko Driyono, dan Iwan Budianto.
(Baca juga: K-85 Solid Dukung Edy Rahmayadi, Moeldoko Pakai Pendekatan Hati)
Edy sendiri bukanlah sosok yang populer di sepak bola. Meski telah lima tahun membesarkan PS AD, nama Edy mulai mencuri perhatian saat berhasil menyatukan klub PSMS Medan tahun lalu. Saat itu, Edy masih menjabat sebagai Pangdam I/Bukit Barisan. Namanya kian berkibar saat membentuk PS TNI dengan mengakuisisi saham Persiram Raja Ampat.
Sempat tampil memukau di beberapa turnamen, PS TNI kini berada di dasar klasemen Torabika Soccer Championship presented by IM3 Ooredoo. Namun hal itu bukan masalah bagi Edy, karena tekadnya adalah memberdayakan pemain lokal. Itu sebabnya, sampai saat ini PS TNI sama sekali tidak diperkuat pemain asing. Sebagian pemain justru masih berstatus militer aktif.
Di kalangan militer, langkah Edy terbilang gemilang. Lulusan Akademi Militer 1985 itu mengawali tugasnya sebagai Danton di jajaran Kopassus (1985). Selanjutnya, kariernya terus melesat dan dipercaya menjabat sebagai Panglima Kodam I/Bukit Barisan (2015). Di tahun yang sama, Edy lalu diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) menggantikan posisi Letnan Jenderal TNI Mulyono hingga saat ini. Ketegasan dan kemahirannya dalam memimpin kesatuan kini bakal diuji di pentas sepak bola Indonesia. Sebagai ketum PSSI, Edy bakal dihadapkan banyak masalah yang telah mengakar. Mulai dari profesionalisme klub, prestasi timnas yang melorot, hingga praktik pengaturan skor yang kerap menghantui kompetisi.
"Ada orang bertanya 'Bapak kan tentara, bisa pegang bola? Pak Agum Gumelar saja bisa, apalagi saya,' Karena beliau dulu guru saya di Kopasus. Jadi saya tak boleh menyerah," ucap Edy.
Edy memang bukan militer pertama yang berada di tampuk pimpinan PSSI. Sebelumnya jabatan tersebut pernah dipegang oleh almarhum Maulwi Saelan yang tidak lain adalah mantan komandan pasukan pengamanan Presiden Soekarno, Cakrabirawa. Maulwi yang juga mantan kiper legendaris timnas menjadi ketua umum PSSI pada periode 1964-1967.
Selanjutnya adalah Kardono (1983-1991). Kardono terakhir berpangkat Letnan Jenderal TNI Angkatan Udara atau bintang tiga. Setelah itu, tongkat komando PSSI juga pernah dipegang Agum Gumelar (1999-2003). Agum juga berlatar belakang militer dan pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Bukit Barisan sebelum pensiun dengan pangkat Jenderal TNI AD.
Tugas berat kini menanti Edy di pentas sepak bola Indonesia. Usai terpilih sebagai ketum baru PSSI, Edy langsung mengumpulkan seluruh jajarannya dan menggelar rapat exco di Hotel Borobudur, Jakarta. Salah satu target terdekat adalah menggelar Kongres PSSI dalam waktu dekat ini dan menyelesaikan polemik yang melanda klub Persebaya Surabaya.
Edy juga berjanji akan bekerja profesional. "Saya harap Exco yang terpilih, malam ini kita mulai kerja. Kami akan susun rencana dan mengusahakan kongres lagi di akhir Desember atau awal Januari dan Insya Allah yang tadi dipersoalkan seperti masalah Persebaya harus selesai dan jadi prioritas." Menarik, menantikan ke manakah arah tongkat komando Edy bersama PSSI.
Â