Liputan6.com, Jakarta - Pertahanan terbaik adalah menyerang. Ungkapan ini terbilang populer di sepak bola walaupun sebenarnya berasal dari dunia militer. Logikanya sederhana saja. Serangan bertubi-tubi akan membuat lawan sibuk bertahan dan tak bisa balik menyerang.
Baca Juga
Di Piala AFF 2016, prinsip itulah yang diperlihatkan timnas Indonesia. Menghadapi dua tim tangguh, Thailand dan Filipina, Indonesia tak ragu untuk meladeni jual-beli serangan. Hasilnya, empat gol dijaringkan. Itu hanya terpaut satu gol dari tim terproduktif di Grup A, Thailand. Bahkan, itu sama dengan torehan tim tersubur di Grup B, Myanmar.
Bukti lain kekuatan serangan timnas Indonesia adalah 22 tembakan yang sudah dilepaskan dengan 15 di antaranya tepat mengarah ke gawang. Di Grup A, hanya Filipina yang melepaskan lebih banyak tembakan, 25 kali dengan 17 di antaranya tepat sasaran.
Akan tetapi, kiranya sepak bola tetaplah bukan melulu soal menyerang. Sepak bola juga soal mempertahankan gawang dari kebobolan. Ketika keseimbangan ini tak tercapai, hal yang tersaji adalah sepak bola kamikaze. Indonesia memang mencetak empat gol. Namun, gawang Kurnia Meiga juga sudah enam kali dijebol lawan. Itu sama dengan jumlah kebobolan yang dialami Kamboja di Grup B.
Lalu, Yanto Basna cs. tercatat membiarkan lawan melepaskan 21 tembakan dengan sebelas di antaranya mengancam gawang Kurnia Meiga. Belum lagi sejumlah error dan blunder yang dipertontonkan, terutama saat meladeni Tim Gajah Putih. Bahkan, beberapa kali terlihat kiper dan bek berebut membuang bola. Seolah tak ada komunikasi dan trust di antara mereka.
Ketidakseimbangan ini pada akhirnya membawa Timnas Indonesia ke posisi yang tak mengenakkan. Jumat (25/11) ini, Indonesia harus melakoni laga penentuan kontra Singapura. Itu pun tanpa jaminan lolos ke semifinal. Kemenangan atas The Lions akan sia-sia belaka andai Filipina menaklukkan Thailand yang sudah memastikan tempat di semifinal.
Mengingat ketangguhan pertahanan Singapura yang baru kebobolan satu gol, bayang-bayang kegagalan mulai jelas terlihat. Sangat mungkin Indonesia mengukuhkan tradisi baru di ajang ini. Tradisi tak lolos dari fase grup yang dimulai pada 2012. Padahal, sejatinya Indonesia hampir selalu finis di 4-besar.
Advertisement
Rekor Buruk
Menghadapi Singapura bukanlah perkara mudah. Bahkan, bisa dikatakan sangat berat. Menang atas The Lions pun bisa dikatakan misi sulit. Tim polesan Varadaraju Sundramoorthy itu punya pertahanan kokoh. Filipina sanggup ditahan tanpa gol, sementara Thailand harus menunggu hingga menit ke-89 untuk bisa mencetak gol.
Belum lagi ketangguhan kiper Hasan bin Abdullah Sunny. Dalam dua pertandingan, dia mementahkan sepuluh dari sebelas tembakan yang mengarah ke gawangnya. Rasio penyelamatan 90,91% menempatkan pria berumur 32 tahun itu sebagai kiper terbaik sejauh ini.
Ini berbanding terbalik dengan sosok di bawah mistar gawang Indonesia. Kurnia Meiga adalah kiper dengan rasio penyelamatan terendah, hanya 45,45%. Tak heran bila banyak yang mempertanyakan putusan Riedl terus memasangnya. Padahal, performa Andritany Ardhiyasa, sang cadangan, di Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 terbilang gemilang. Pada laga-laga jelang Piala AFF, Riedl pun lebih sering menurunkan kiper Persija tersebut.
Misi kian sulit karena faktor-faktor lain. Pertama, rumput sintetis yang digunakan di Stadion Rizal Memorial. Berbeda dengan Indonesia, Singapura sudah sangat terbiasa bermain di lapangan jenis ini. Riedl memang menganggap itu bukan masalah, namun dia juga menyebut hal tersebut bukan keuntungan bagi Indonesia.
Faktor kedua, tradisi yang tak apik saat meladeni The Lions di ajang yang dulu Bernama Piala Tiger ini. Dalam tujuh pertemuan, empat kali Tim Garuda bertekuk lutut dan hanya sekali menang. Parahnya, Indonesia hanya mengemas enam gol. Artinya, secara tradisi, menjebol gawang Singapura di Piala AFF memang pekerjaan sulit.
Khusus di laga pamungkas fase grup, Indonesia tak pernah menang atas Singapura. Pada 2007, Tim Garuda hanya meraup hasil imbang 2-2. Setahun kemudian, justru kekalahan 0-2 yang didapatkan Indonesia. Rekor buruk ini tentu tak bisa dipandang sebelah mata.
Riedl harus segera mengevaluasi tim yang ada sekarang. Dia tak boleh lagi bereksperimen karena tiga poin harga mati buat Indonesia di laga melawan Singapura kali ini.
Lebih Subur
Atas dasar itu, publik sepak bola Indonesia sepertinya tak bisa terlalu optimistis. Bahkan, meski tipis saja, Bet 365 justru mengunggulkan Singapura untuk memetik tiga angka dalam laga penentuan nanti.
Meski demikian, mengalahkan Singapura sebenarnya bukan misi mustahil. Patut dicatat, Singapura tak memiliki taji yang tajam. Dalam enam pertandingan terakhir, hanya satu gol yang dibuat Daniel Bennet cs. Ini kontras dengan Indonesia yang dalam enam laga terakhir hanya sekali absen membobol gawang lawan. Total, sebelas gol yang dijaringkan Boaz dkk. Ini artinya, Indonesia lebih mungkin mencetak gol pada laga nanti.
Ketajaman inilah yang akan jadi modal utama sekaligus kunci untuk memetik kemenangan. Memang tak akan mudah karena Singapura sepertinya bakal tetap memeragakan permainan bertahan. Namun, asalkan tak kendur dan lebih tenang dalam mengeksekusi peluang seperti yang diharapkan Riedl, tiga poin bisa didapatkan Indonesia.
Bila The Lions tampil lebih menyerang seperti yang diisyaratkan striker Khairul Amri, peluang Indonesia akan makin besar. Permainan yang lebih terbuka guna mengejar kemenangan akan membuat pertahanan Singapura tak lagi rapat. Akan ada lubang di sana. Ini tidak terjadi pada dua laga sebelumnya. Filipina dan Thailand dibuat frustrasi karena setiap mereka menyerang, setidaknya lima pemain The Lions sudah berada di jantung pertahanan.
Bagaimana dengan serangan balik Singapura yang potensial membuat lini belakang Indonesia kalang kabut? Sepertinya ini tak perlu terlalu dikhawatirkan. Pasalnya, tingkat akurasi tembakan para penggawa The Lions tidaklah baik. Dari sepuluh tembakan yang dilepaskan, tiga saja yang mengarah tepat ke gawang.
Satu lagi yang tak boleh dikesampingkan, Indonesia tak pernah pulang dari Piala AFF tanpa kemenangan. Saat tiga kali tersingkir di fase grup, Tim Garuda setidaknya meraup satu kemenangan. Pada 2012, satu-satunya kemenangan itu malah direngkuh atas Singapura lewat gol Andik Vermansyah.
Untuk sekali lagi, bolehlah sepak bola kamikaze dipertontonkan Boaz dkk. Apalagi ini laga yang memang menyangkut kelangsungan kiprah di Piala AFF. Hanya kemenangan yang dibutuhkan. Untuk itu, tak ada strategi lain kecuali menyerang. Tentu kali ini tak perlu lagi dihiasi aksi-aksi "komedi" di pertahanan.
Meski laga lain juga menentukan, tak perlulah Boaz cs. memikirkannya. Cukuplah mereka fokus membobol gawang lawan dan memetik kemenangan. Andaipun tak cukup mengantar ke semifinal, kemenangan itu akan jadi hiburan bagi bangsa Indonesia yang bertubi-tubi dijejali intrik politik dan kegaduhan tak berujung. Kemenangan itu juga kiranya akan menjadi pelita kecil untuk memandu langkah ke masa depan.
*Penulis adalah komentator dan pengamat sepak bola. Tanggapi kolom ini @seppginz.