Liputan6.com, Doha - Qatar menghabiskan hampir US$ 500 juta atau sekitar Rp 6,6 triliun per minggu untuk membangun proyek-proyek infrastruktur besar yang akan digunakan untuk Piala Dunia 2022.
Menteri Keuangan Qatar, Ali al-Emadi, memperkirakan bahwa pengeluaran akan terus berada dalam jumlah tersebut hingga tiga atau empat tahun ke depan. Pengeluaran itu digunakan untuk membangun stadion baru, jalan raya, rel kereta, dan rumah sakit.
Diperkirakan, negara kaya minyak itu akan menghabiskan lebih dari US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.664 triliun untuk mempersiapkan Piala Dunia 2022.
Advertisement
Namun Emadi membantah bahwa biaya tersebut akan menjadi yang termahal sepanjang sejarah Piala Dunia.
Dalam Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan di Brasil, dilaporkan negara tersebut menghabiskan US$ 11 miliar. Sementara itu Rusia menaikkan anggaran untuk Piala Dunia 2018 dari US$ 321 juta menjadi US$ 10,7 miliar.
Kepada awak media di Doha, Qatar, Emadi mengatakan bahwa dua per tiga proyek pembangunan diharapkan akan selesai dalam 24 bulan ke depan.
"Kami memberikan diri kami kesempatan yang baik untuk menyelesaikan proyek dengan tepat waktu," ujar Emadi seperti dikutip dari BBC, Kamis (9/2/2017).
"Kami tidak ingin saat kami mengecat, orang-orang sudah mulai datang ke negara ini," imbuh dia.
Untuk mencapai hal tersebut, kontraktor telah membawa ratusan ribu pekerja migran, terutama dari negara-negara Asia Selatan. Namun kelompok hak asasi manusia mengatakan, para pekerja telah dieksploitasi dan dipaksa bekerja dalam kondisi berbahaya.
Sementara itu Pemerintah Qatar telah membantah kabar tersebut. Pada Desember 2016, pemerintah negara tersebut telah menerapkan refomrasi yang dirancang untuk meningkatkan hak-hak pekerja migran.
Emadi juga mengatakan, biaya proyek Piala Dunia telah terlindung dari pemotongan anggaran nasional yang disebabkan rendahnya harga minyak dan gas.
Tahun lalu, Qatar diperkirakan mengalami defisit anggaran lebih dari US$ 12,8 miliar. Pada 2017, diproyeksikan negara tersebut mengalami defisit US$ 7,8 miliar.
Namun tekanan keuangan di Qatar saat ini telah berkurang karena meningkatnya harga minyak. Emadi mengatakan, Qatar kemungkinan tidak perlu menerbitkan obligasi internasional tahun ini.