Liputan6.com, Bandung - Persib Bandung menjadi salah satu tim impian para pesepak bola tanah air, terutama bagi aktor lapangan hijau asal Jawa Barat.
Berstatus sebagai tim besar dengan sokongan dana melimpah, sejarah mentereng, pendukung terbanyak di Asia, plus prestasi mengkilap menjadikan Persib sebagai tujuan pemain.
Advertisement
Baca Juga
Namun, tidak sedikit impian para pemain harus kandas lantaran tekanan berlipat dari manajemen dan bobotoh. Mereka tidak mampu memenuhi ekspektasi tampil apik di setiap pertandingan.
Pelatih Persib, Djadjang Nurdjaman, serta kapten, Atep, membenarkan hal tersebut. Meski berbeda generasi, keduanya mengaku harus membuktikan diri sebagai pemain hebat di tim lain sebelum menjadi bagian Maung Bandung.
Djanur, sapaan Djadjang Nurdjaman, merantau di tim Sari Bumi Raya dan Mercu Buana selama enam tahun sebelum bergabung dengan Persib pada tahun 1985-1995. Menurutnya, kematangan pemain baik dalam kemampuan maupun mental menjadi syarat mutlak jika ingin bergabung dengan Persib.
"Di era saya, masuk skuat 18 pemain saja sulit. Jadi pemain Persib itu sulit, kecuali punya bakat dan potensi luar biasa," katanya.
Cerita Atep
Kasus Atep lain lagi. Dia mesti menyeberang ke musuh bebuyutan, Persija jakarta, dan membuktikan diri di sana. Ditambah kesempatan unjuk gigi bersama tim nasional sebagai gelandang sayap potensial, Atep akhirnya kembali bergabung dengan Maung Bandung pada 2008.
Menurut Atep, kunci keberhasilan pemain adalah memiliki mimpi besar dan berusaha untuk mewujudkannya meski mengatasi rintangan bera.
"Jika ada mimpi besar jadi pemain besar profesional, maka kita mengejar mimpi itu dengan kerja keras. Tidak ada yang instan. Buat saya masuk Persib sangat sulit, saya harus berjuang di luar Persib karena tuntutan masyarakat begitu besar," ungkapnya.
"Kenapa saya keluar? Dulu jalannya seperti itu. Tidak ada nama (besar), sulit menjadi bagian dari Persib. Kalau pemain tidak pengalaman akan dipandang sebelah mata," ujar Atep.
Advertisement