Sukses

4 Tokoh Sepak Bola Indonesia yang Berjuang Melawan Penjajah

Sejarah berbicara bahwa sepak bola jadi salah satu jalan bagi Indonesia melawan penjajahan Belanda.

Liputan6.com, Jakarta - Sejarah berbicara bahwa sepak bola jadi salah satu jalan bagi Indonesia melawan penjajahan Belanda. Bagi para tokoh kala itu, sepak bola dianggap mampu menggalang semangat nasionalisme.

Salah satu buktinya adalah pendirian Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia pada 1930. Lewat PSSI, para tokoh tersebut ingin menandingi eksistensi NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) yang digagas pemerintah kolonial Belanda.

Puncak perlawanan para tokoh lewat PSSI terjadi saat jelang Piala Dunia 1938. PSSI bersikukuh untuk mengirim tim yang beranggotakan pemain pribumi ke Piala Dunia 1938. Pun begitu dengan NIVU.

Alhasil, kedua belah pihak mengadakan pertandingan antara tim bentukan PSSI dan tim bentukan NIVU. Sayang, pertandingan ini tak pernah terwujud lantaran NIVU melanggar perjanjian dengan mengirim tim bentukannya ke Piala Dunia 1938.

Peristiwa itu jadi sekelumit bukti bagaimana sepak bola jadi alat perlawanan penjajah di Indonesia. Lantas, siapa saja tokoh yang berperan melawan penjajahan salah satunya lewat sepak bola, berikut empat di antaranya.

2 dari 5 halaman

1. Soeratin Soesrosoegondo

Nama Soeratin sudah terkenal sebagai pendiri Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia. Ia juga menjabat sebagai Ketum PSSI yang pertama.

Soeratin menjadikan sepak bola sarana untuk menanamkan nasionalisme pada bangsa Indonesia. Kendati namanya erat dengan sepak bola Tanah Air, Soeratin sejatinya tak memiliki pendidikan olahraga.

Pria kelahiran Yogyakarta 17 Desember 1898 ini merupakan lulusan sekolah teknik di Jerman. Ia lulus sebagai insinyur sipil pada 1927.

Soeratin mendirikan PSSI terinspirasi dari Sumpah Pemuda yang tercetus pada 28 Oktober 1928. Ia berkeliling ke sejumlah kota di Jawa untuk menginisiasi adanya PSSI.

Selain di sepak bola, Soeratin diketahui pernah juga angkat senjata melawan penjajah Belanda. Soeratin diketahui memiliki pangkat kolonel dan ikut bergabung bersama Tentara Keamanan Rakyat.

3 dari 5 halaman

2. Maulwi Saelan

Maulwi Saelan, namanya harum saat membela Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956. Maulwi bekerja keras menjaga gawang Indonesia dari gempuran Uni Soviet.

Selain itu, Maulwi juga berjasa membantu Indonesia meraih medali perunggu di Asian Games 1958 dan melaju ke semifinal Asian Games 1954.

Di samping kiprah cemerlangnya di sepak bola, Maulwi juga turut angkat senjata melawan penjajah. Tercatat, Maulwi pernah ambil bagian dalam pertempuran melawan Belanda antara lain penyerbuan markas NICA di Makassar pada 1945.

Kiprah cemerlang Maulwi di militer membuatnya masuk sebagai anggota pasukan pengamanan presiden pada 1962. Maulwi terhitung pengawal setia Presiden Soekarno.

Maulwi wafat pada 10 Oktober 2016 di kediamannya di Jakarta Barat.

4 dari 5 halaman

3. Raden Maladi

Sebelum Maulwi Saelan, Raden Maladi lebih dulu menjaga gawang timnas Indonesia. Ia tercatat aktif di sepak bola Indonesia hingga 1940.

Maladi juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI dari 1950 hingga 1959. Di ranah politik, Maladi pernah juga menjabat sebagai Menteri Penerangan (1959-1962) dan Menteri Pemudan dan Olahraga (1964-1966).

Sama dengan Maulwi dan Soeratin, Raden Maladi juga pernah melawan penjajah Belanda lewat jalur militer. Salah satu pertempuran yang ia ikuti adalah saat Pertempuran Empat Hari di Solo.

Pada tahun 2003, pemerintah kota Solo memutuskan untuk menyematkan nama Raden Maladi pada Stadion legendaris, Stadion Sriwedari. Ini dilakukan untuk menghormati jasa pria yang wafat pada 30 April 2001.

5 dari 5 halaman

4. Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia ini juga termasuk sosok yang gandrung akan sepak bola. Soekarno juga menjadikan sepak bola sebagai alat untuk melawan penjajahan.

Usai keluar dari penjara Suka Miskin di Bandung pada 1932, Soekarno langsung turut ambil bagian dalam pertandingan Voetbal Indonesia Jakarta (VIJ) melawan Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) di lapangan Trivelli.

Soekarno turut berpidato dan menjadi orang yang menendang bola, tanda pertandingan dibuka. Soekarno pula yang berjasa menempatkan Maulwi Saelan dan Raden Maladi di PSSI.

Selepas era kemerdekaan, Soekarno tetap menempatkan sepak bola sebagai alat perjuangan untuk melawan kolonialisme. Salah satunya adalah saat Indonesia menolak bertanding melawan Israel pada Kualifikasi Piala Dunia 1958.

Video Terkini