Liputan6.com, Jakarta - 3.000 pesepeda berpartisipasi pada Gowes Pesona Nusantara (GPN) yang berlangsung di Lamongan, Jawa Timur, Minggu (3/9/2017). Hamparan sawah yang luas dan perkampungan menjadi daya tarik di GPN Lamongan.
Bupati Lamongan, Fadeli ikut bergowes pada kegiatan yang start di Alun-alun Lamongan ini. Dia berbaur dengan ribuan orang beraneka kostum di badan dan sepeda tumpah ruah.
Advertisement
Baca Juga
Tua muda, pria atau wanita sama-sama menyemarakkan salah satu program Kemenpora "Ayo Olahraga" ini. Uniknya, pada etape Lamongan ini terdiri dari dua kategori. Mereka yang mengajak keluarga memilih jalur pendek yakni sejauh 12 km.
Sedangkan komunitas bergowes sepanjang 22 km dengan jalur menanjak, terjal dan berliku hingga memasuki jalan perkampungan menjadi pemandangan dan tantangan untuk menguji kekuatan dan ketrampilan bersepeda.
Meski demikian, di dua rute, panjang dan pendek sama-sama penuh tantangan. Jalan yang dilalui sangat bervariasi. Ada yang mulus, bergelombang, dan juga tanjakan yang menguji kemampuan setiap peserta Gowes Pesona Nusantara.
Jalurnya juga relatif, ada yang ramai dan jalur yang bisa dinikmati dengan melihat pemandangan alam desa. Peserta yang memilih jalur pendek maupun jalur panjang sama-sama diwarnai tantangan, tanjakan, tikungan tajam bahkan jalur lintas waduk pun jadi pilihan yang paling menyenangkan.
"Antusias masyarakat Lamongan dalam olahraga khususnya sepeda sangat tinggi karena bersepeda dilakoni setiap hari terutama bagi mereka yang ada di perkampungan," kata Bupati Lamongan, Fadeli seperti rilis yang diterima media.
Saksikan juga video di bawah ini:
Komunitas Sepeda Tua
Diantara tiga ribu peserta yang ikut, hadir pula komunitas sepeda dengan berbagai macam gaya. Diantaranya komunitas DRCC atau demangan residence, Imbang Sugio, Turi, Koramil Kota Kodim 0812 hingga komunitas sepeda tua.
Menurut Humas Komunitas Sepeda Tua Indonesia, Zaenal Mutaqin, hampir semua komunitas sepeda tua di Lamongan turun bergowes. Di antaranya komunitas Onte Otoseno, Pasela, Pastobat Babat, Kosmos Babatan dan lainya. Bahkan ada yang memakai sepeda fongres buatan Belanda tipe HH 60 tahun 1958. Setiap minggu mereka acap sama-sama mengayuh sepeda ke pedesaan.
"Event-event seperti ini harus terus dikembangkan, bukannya hanya manfaatkanya untuk kesehatan. Tapi, bersepeda juga menjaga silaturahim dan kekeluargaan dalam menjalankan roda kehidupan," katanya.
Advertisement