Sukses

5 Pemain Merangkap Manajer Paling Sukses di Liga Inggris

Frank De Boer saja sudah tersingkir dari Crystal Palace meski baru empat pekan Liga Inggris musim ini berjalan.

Liputan6.com, Jakarta Pada era saat ini, masyarakat pencinta Liga Inggris mungkin akan sulit menyaksikan lagi peran pemain-manajer atau pemain yang juga menjabat jadi manajer di tim. Namun nyatanya, beberapa nama sempat jadi buah bibir.

Zaman sekarang klub-klub inginnya hanya instan saja. Bahkan, sosok yang memang punya nama jadi manajer seperti Frank De Boer saja sudah tersingkir dari Crystal Palace meski baru empat pekan Liga Inggris musim ini berjalan.

Apalagi tugas itu dibebankan kepada pemain yang merangkap manajer? Mungkin Ryan Giggs menjadi nama terakhir yang bertugas sebagai pemain dan manajer sekaligus kala menukangi Manchester United pada akhir-akhir Liga Inggris musim 2013-14.



Kendati demikian, sebenarnya terobosan pemain-manajer pernah jadi primadona di masa lalu. Beberapa nama sukses membuktikan dirinya. Berikut lima di antaranya dikutip dari Sportskeeda:
2 dari 6 halaman

Gordon Strachan

Manajer tim nasional Skotlandia, Gordon Strachan, memulai karier manajerialnya sebagai pemain merangkap pelatih di Coventry City. Dia memang tak memberi gelar bagi klub, tapi sukses memainkan peran besar dalam menyelamatkan timnya dari degradasi pada 1996/97.

Strachan dibawa ke klub Midlands oleh Manajer Ron Atkinson pada paruh kedua musim 1994/95. Awalnya sebagai pemain dan juga sebagai asisten manajer Atkinson. Menurut laporan, Coventry City memiliki kesepakatan dengan Strachan yang kala itu berusia usia 38 tahun untuk bekerja di bawah Atkinson.

Dia kemudian mengambil alih posisi sebagai manajer merangkap pemain di musim panas 1997, dengan Atkinson menjadi direktur sepak bola di sana. Meski ada banyak perjuangan, Strachan akhirnya menyelamatkan klub dari degradasi di musim terakhirnya sebagai pemain aktif.

Dia memang hanya membuat sembilan penampilan di lapangan. Namun, Strachan mendalangi kemenangan akhir atas Liverpool dan Chelsea, serta kemenangan atas Spurs pada hari terakhir musim tersebut untuk menjaga Coventry di Liga Inggris. Meski dipecat empat musim kemudian, usahanya menyelamatkan Coventry sebagai manajer-pemain memberinya tempat di daftar ini.

3 dari 6 halaman

Kenny Dalglish

Meskipun masa jabatannya yang paling baru sebagai Manajer Liverpool berakhir dengan bencana, awal Kenny Dalglish sebagai bos Anfield sebagai pemain-manajer sangat sukses. Bahkan, membuatnya mungkin sebagai manajer-pemain paling sukses sepanjang masa.

Dalglish sudah menghabiskan delapan musim di Liverpool sebelum ditunjuk sebagai manajer. Pada saat itu dia mengumpulkan sejumlah trofi, seperti memenangkan gelar Divisi Utama 6 kali, Piala Eropa 3, dan Piala FA satu kali.

Dia ditunjuk sebagai manajer sekaligus pemain Liverpool pada musim panas 1985, pada usia 34 tahun. Meski baru memulai 21 pertandingan liga pada 1985/86 sebagai manajer-pemain, dia masih memainkan peran kunci dalam kesuksesan Liverpool dengan membawa juara liga dan Piala FA.

Dalglish mencetak lima gol pada musim itu, termasuk gol dalam kemenangan 1-0 atas Chelsea yang menegaskan The Reds sebagai juara liga. Dalglish akhirnya mulai jarang bermain dan mengakhiri kariernya sebagai pemain aktifnya pada Mei 1990 dengan penampilan terakhir sebagai pemain pengganti dalam laga melawan Derby County.

Dia berusia 39 tahun saat itu dan menjadikannya salah satu pemain tertua Liverpool. Daglish tetap di Liverpool sampai 1990/91 tapi mengundurkan diri  dengan tim yang masih berada di puncak klasemen dan berada di perburuan juara Piala FA. Ini sebuah langkah yang masih membingungkan banyak kalangan.

Jumlah trofi terakhirnya adalah 11, termasuk tiga gelar liga dan dua Piala FA. Hal itu menjadikannya manajer sekaligus pemain paling sukses yang pernah ada.

4 dari 6 halaman

Glenn Hoddle

Hoddle adalah sosok yang paling diakui secara luas dan dihormati setelah puncak karier kepelatihannya memimpin Inggris ke final Piala Dunia 1998. Kala itu ia cuma tersingkir secara kontroversial oleh Argentina. Dia adalah salah satu Manajer Inggris termuda dalam sejarah tim. Alasan untuk ini sebagian besar disebabkan oleh keberhasilannya sebagai manajer sekaligus pemain dalam dua pekerjaan sebelumnya.

Setelah berjalan sangat sukses bersama Tottenham Hotspur dan Monaco, Hoddle kembali ke Inggris saat musim 1990/91 telah berakhir dan mengambil alih tim Divisi 2 Swindon Town. Dia hanya memiliki delapan pertandingan untuk menyelamatkan klub dari degradasi dan ajaibnya sukses dengan kemenangan 5-2 atas Leicester City.

Setelah tampil solid pada 1991/92 alias musim penuh pertamanya, Swindon bersamanya sukses finish di posisi 8. Hoddle kemudian memperbaiki tim lebih jauh pada 1992/93 dan membawa mereka ke final playoff. Kala itu, dia sukses mencetak gol pembuka kala timnya mengalahkan Leicester 4-3 dan membawa mereka ke Liga Inggris untuk pertama kalinya.

Beberapa minggu kemudian, Hoddle mengundurkan diri dari pekerjaannya di Swindon dan ditunjuk sebagai bos Chelsea. Namun, mengingat dia masih berusia 35 tahun, dia tetap masuk dalam daftar skuat. Musim pertamanya di Chelsea pada 1993/94, Hoddle sukses mencapai Final Piala FA.

Dia juga bermain di banyak pertandingan, membuat 24 penampilan di semua kompetisi. Pada 1994/95 penampilannya menurun dengan cuma bermain 15 pertandingan, tetapi dia membawa Chelsea ke semifinal Piala Winners UEFA.

Akhir musim 1994/95 Hoddle kemudian sempat isyaratkan ingin pensiun dari tugas pemain aktif. Namun, dia bertahan selama satu musim di Chelsea dan melaju ke semifinal Piala FA dengan menandatangani dua bintang besar, yakni Ruud Gullit dan Mark Hughes, sebelum pindah menangani Timnas Inggris. Terlepas dari apa yang terjadi padanya nanti, Hoddle tidak diragukan lagi adalah manajer merangkap pemain fantastis di Swindon dan Chelsea.

5 dari 6 halaman

Ruud Gullit

Meskipun karier manajerialnya berakhir sebagian besar dengan serangkaian bencana, Gullit sebenarnya sangat sukses. Legenda Belanda itu pertama kali dibawa ke Chelsea hanya sebagai pemain oleh Glenn Hoddle yang disebutkan di atas. Saat berada di ujung kariernya, ia pada awalnya bermain dalam peran penyapu sebelum kembali ke perannya yang lebih dikenal sebagai gelandang serang.

Ketika Hoddle mengambil pekerjaan di Inggris pada pertengahan 1996, Chelsea terbukti meneruskan tren gagasan manajer-pemain dan memutuskan untuk menunjuk Gullit dalam peran tersebut. Musim pertamanya juga sangat sukses.

Pada 1995/9, Chelsea finis ke-11 di Liga Inggris. Namun, saat berada di bawah Gullit, mereka finis di urutan keenam. Mereka juga memenangi Piala FA dengan mengalahkan Middlesbrough 2-0, sebuah kemenangan yang mengakhiri dahaga gelar 26 tahun bagi klub tersebut.

Sisi mengesankan lainnya dari Gullit? Terbukti, dia adalah manajer yang sangat atraktif bagi pemain top, karena Chelsea tiba-tiba bisa membawa bakat istimewa  seperti Roberto di Matteo, Gianfranco Zola dan Gianluca Vialli. Sayangnya, saat Chelsea yang duduk di posisi 2 di Liga Inggris pada Februari 1998, Gullit dipecat dengan tiba-tiba oleh klub karena ketidaksepakatan mengenai kompensasi finansialnya.

Langkah tersebut juga menandai akhir kariernya bermain dan penampilan terakhirnya datang di leg pertama pertandingan semifinal Piala Liga melawan Arsenal. Pemecatan itu tampak membingungkan dan tetap menjadi salah satu kejutan terbesar Liga Inggris bahkan 20 tahun lagi.

6 dari 6 halaman

Gianluca Vialli

Setelah pemecatan mengejutkan Ruud Gullit pada bulan Februari 1998, Chelsea beralih ke manajer sekaligus pemain ketiga berturut-turut dan menunjuk striker Italia, Gianluca Vialli. Vialli kala itu berusia 33 tahun dan jadi sosok Italia pertama yang menangani tim Liga Inggris.

Ajaibnya, dia langsung sukses bersama The Blues saat memenangkan Piala Liga dan Piala Winners UEFA pada 1997/98. Meskipun memang harus dikatakan bahwa kala itu Chelsea sudah berada di semifinal kedua kompetisi tersebut sebelum Vialli mengambil alih kendali.

Vialli juga sukses bawa Chelsea finis keempat klasemen, posisi tertinggi klub saat itu. Pada usia 33, Vialli juga menjadi manajer termuda yang pernah memenangkan kompetisi UEFA.

Kala itu, Vialli membuat 31 penampilan di tahun 1997/98. Kesuksesan berlanjut saat dia memimpin Chelsea meraih kemenangan di Piala Super Eropa (menang 1-0 atas Real Madrid) dan finis ke-3 di Liga Inggris, posisi tertinggi Chelsea sejak 1970. Dia juga mencetak gol dalam pertandingan terakhirnya, saat menang atas Derby County.

Begitu pensiun, Vialli membawa Chelsea ke perempat final Liga Champions pada 1999/00 dan juga memenangkan Piala FA. Namun dia akhirnya dipecat di awal tahun 2000/01 setelah awal buruk dan beberapa perseteruan dengan pemain kunci seperti Gianfranco Zola dan Dan Petrescu. (Indra Eka Setiawan)