Sukses

KOLOM: Ancelotti, Korban Ketidakjelasan Misi

Ancelotti akhirnya resmi dipecat Bayern Munchen menyusul penampilan buruk di Liga Champions.

Liputan6.com, Jakarta “Saya pikir, yang kita saksikan tadi itu bukan Bayern Muenchen!” Itulah kata-kata yang dilontarkan Karl-Heinz Rummenigge, CEO Bayern Muenchen, di tengah-tengah skuat Bayern, juga pelatih Carlo Ancelotti, usai Thomas Mueller dkk. disikat Paris Saint-Germain tiga gol tanpa balas.

Bila kata-kata itu meluncur dari awam atau sekadar pundit, rasanya itu cuma kritik ringan semata. Namun, karena meluncur dari mulut Rummenigge, tentu saja bobot kata-kata itu jauh lebih berat. Itu bukan sekadar kritik. Itu juga ancaman sekaligus titah. Bukan hanya bagi Mueller cs., melainkan terutama sekali untuk sang pelatih.

Seperti sempat disinggung di kolom ini dua pekan lalu (Baca: Ancelotti Menghitung Hari?), kata-kata pedas itu bisa jadi merupakan ultimatum bagi Ancelotti. Apalagi, dalam kalimat penutupnya, Rummenigge dengan tegas meminta laskar pimpinan Ancelotti segera kembali menjadi Bayern yang sesungguhnya.

“Sangat penting bagi kami untuk secepatnya bangkit kembali setelah laga ini dan menunjukkan diri sebagai Bayern Muenchen. Itu berarti juga menunjukkan bahwa kami adalah tim yang menimbulkan ketakutan di Eropa dan di level nasional seperti dalam beberapa tahun belakangan,” kata dia. “Harus ada konsekuensi dari hal ini!”

Ucapan Rummenigge tak bisa dipandang enteng. Ketika dia mengatakan bahwa tim ini tak mencerminkan sebagai laskar Die Roten, itu secara tidak langsung menunjuk ke hidung sang pelatih. Rummenigge seolah ingin berkata, “Apa yang telah Anda lakukan sehingga kami kehilangan identitas?”

https://www.vidio.com/watch/865748-psg-3-0-bayern-munich-liga-champions-highlight-pertandingan-dan-gol-gol?channel_id=18098413

Menilik permainan Mueller cs. di Parc des Princes, sangat pantas Rummenigge mempertanyakan hal itu. Di stadion kebanggaan PSG itu, mereka tak ubahnya kumpulan pemain tanpa misi yang hanya bisa menggulirkan bola tanpa tujuan pasti.

Carlo Ancelotti tak lagi melatih Bayern Munchen (AP/Matthias Balk)

Oliver Kahn, mantan kiper kontroversial itu, terang-terangan menuding kekalahan telak di Parc des Princes adalah mutlak kesalahan sang pelatih. Dia mengatakan, Die Roten tak punya struktur dan seperti tak punya strategi. Mueller cs., kata dia, tak ubahnya hanya menemani anak-anak Unai Emery bermain di lapangan.

Pada akhirnya, kurang dari 24 jam dari kekalahan itu, Ancelotti secara resmi dinyatakan bukan lagi pelatih Mueller cs. Rupanya, inilah konsekuensi yang dimaksud Rummenigge dalam pidatonya di Paris.

 

2 dari 3 halaman

Tak Tahu Misi

Bila ditarik ke belakang, sepertinya kesalahan terjadi saat awal manajemen Die Roten duduk bersama Ancelotti untuk kali pertama. Sangat mungkin ada ketidakjelasan tentang misi yang akan diemban sang pelatih ketika mengambil alih komando dari Josep Guardiola per musim lalu.

Ini sangatlah fatal. Pasalnya, bagaimana seseorang bisa sukses bila tak tahu misi yang diembannya? Sangat jelas bahwa misi Ancelotti berbeda dengan misi Guardiola. Saat datang menggantikan Jupp Heynckes pada 2013-14, tugas utama Guardiola adalah makin menancapkan dominasi Bayern di Jerman dan Eropa. Itu mutlak karena dia mewarisi skuat yang tengah dalam usia emas.

Musim lalu, setelah Bayern tiga kali gagal di semifinal Liga Champions dan hanya sekali meraih double di kompetisi domestik, banyak orang mengira misi utama Ancelotti adalah memberikan gelar juara Liga Champions. Itu mungkin memang menjadi salah satu target yang harus diraih sang pelatih. Namun, bila dicermati, ada misi yang sebetulnya lebih krusial.

Misi utama mantan pelatih AC Milan itu seharusnya regenerasi. Itulah pangkal masalah yang dihadapi saat ini. Bayern tak lagi bagus karena para pemain andalan sudah berada pada titik nadir, sementara para pemain yang lebih muda belum mencapai level para seniornya.

Pelatih Bayern Munchen, Carlo Ancelotti, tampak duduk santai saat memimpin latihan perdana di Munchen, Rabu (12/7/2017). (EPA/Lukas Barth)

Bayern saat ini ibarat sebuah buku usang yang halaman-halamannya sudah lusuh karena telah dibaca oleh banyak orang. Semua orang sudah tahu isi buku itu. Mereka sudah paham di luar kepala. Tanpa revisi dan pengayaan isi, buku itu sudah tak lagi bisa memberikan kejutan.

Tugas Carletto adalah merevisi buku itu. Namun, ironisnya, dia seperti tak tahu harus melakukan hal tersebut. Selama ini, dia masih saja berkutat dengan pemain-pemain lama yang susah atau malah tak mungkin lagi di-upgrade.

Carletto pun seolah tak tahu bagian mana yang harus direvisi. Buktinya, tengok saja aktivitas Bayern di bursa transfer yang seolah tanpa maksud jelas. Dia dengan enteng melupakan striker pelapis untuk Robert Lewandowski. Dia juga tak melirik kiper anyar meskipun Manuel Neuer sejak musim lalu didera cedera parah.

3 dari 3 halaman

Belenggu Manajemen

Meskipun begitu, ini tentu bukan melulu salah Ancelotti. Manajemen Die Roten juga punya andil tak kalah besar. Sangat mungkin mereka tak mengembankan misi rejuvenasi skuat itu kepada sang pelatih. Jikapun misi itu disampaikan, mereka menyertakan restriksi. Paling nyata, tentu saja keengganan mengeluarkan banyak uang untuk membeli pemain.

Presiden Uli Hoeness berkali-kali menyatakan, Bayern tak akan mengeluarkan 100 juta euro bagi seorang pemain. Hal serupa juga diungkapkan Rummenigge. Mereka berpendapat, kegilaan tak perlu diikuti. Toh, Bayern sudah membuktikan bisa sukses meski tak jorjoran di bursa transfer.

Belakangan beredar kabar, Die Roten sebenarnya nyaris mendapatkan Naby Keita dari RasenBallsport Leipzig. Namun, mereka menarik diri ketika tahu sang pemain baru bisa bergabung pada musim depan. Mereka tak mau mengambil risiko andai Keita cedera pada musim ini. Pada akhirnya, Liverpool yang mendapatkan sang pemain karena mau mengambil risiko itu.

Nasib Ancelotti tak seperti Guardiola. Di Manchester City, karena memang diberi misi membangun skuat baru yang lebih kuat dan muda, pelatih asal Katalonia itu mendapat dukungan penuh. Musim ini saja, dia dikabarkan mendapat anggaran belanja 300 juta euro. Itu membuat dia leluasa mendatangkan sejumlah pemain berkelas, dari kiper Ederson Moraes hingga gelandang serang Bernardo Silva.

Pelatih Bayern Muenchen Carlo Ancelotti (AP Photo/Matthias Schrader)

Rejuvenasi ala Guardiola sangat terlihat dalam pola perekrutan dan penjualan pemain musim ini. The Citizens melepas para pemain gaek macam Aleksandar Kolarov dan Pablo Zabaleta. Sebagai gantinya, didatangkanlah para penggawa muda macam Benjamin Mendy, Ederson, dan Bernardo.

Hasilnya, The Citizens musim ini terlihat lebih kuat. Bukan hanya karena skuatya lebih muda, melainkan juga karena pemain-pemain yang ada memang sesuai dengan gaya main yang diterapkan Guardiola. Dia tak hanya menumpukan penguasaan bola dan kreativitas dari lini tengah. Guardiola juga mengandalkan serangan cepat dari kedua sayap. Semua pemain yang didatangkannya mendukung hal tersebut.

Tak diketahui pasti apakah rejuvenasi tim adalah misi utama Ancelotti seperti halnya Guardiola di Man. City. Namun, bila memang begitu adanya, seharusnya ada keleluasaan bagi sang pelatih. Bukan hanya dalam menuntut pembelian pemain-pemain tertentu, melainkan juga membuang mereka yang dinilai tak akan sesuai dengan gaya main yang akan diusungnya. Tak peduli itu Mueller, Arjen Robben atau Franck Ribery sekalipun, jika memang tak bisa mendukung misinya, ya haruslah disingkirkan.

Kini, tak ada lagi Ancelotti di Saebener Strasse. Apa pun misi yang diembankan kepadanya sudah dinyatakan tak tercapai. Namun, kepergian mantan manajer Chelsea itu tak akan bermakna apa pun bila manajemen Bayern tak mampu merumuskan misi yang disertai fasilitas tepat kepada sang pelatih anyar. Nirtrofi akan tetap membayangi Die Roten sepanjang musim ini.

*Penulis adalah jurnalis dan pengamat sepak bola. Tanggapi kolom ini @seppginz.

Video Terkini