Liputan6.com, Jakarta: Laga final Piala AFF 2010 antara Indonesia versus Malaysia, mau tidak mau, bakal dikaitkan dengan aroma politik atau hal-hal lain di luar lapangan. Sebab, hubungan kedua negara ini kerap pasang surut, sehingga membuat sebagaian orang beranggapan bahwa pertemuan antara dua negara itu bukan hanya sekadar olahraga, tapi juga gengsi untuk membela martabat negeri.
Ketika ditemui baru-baru ini, pengamat politik sekaligus pencinta sepakbola Azyumardi Azra membenarkan anggapan tersebut. Menurutnya, bakal ada emosi dan gairah di dalam maupun luar lapangan bila Timnas Indonesia dan Malaysia bertemu. Ini bisa dilihat pada Ahad (26/12) di Stadion Bukit Jalil Kuala Lumpur dan Rabu (29/12) di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta.
Namun ini bukan hanya terjadi bila Indonesia bertemu Malaysia. Jika Inggris bertemu dengan Argentina, politik juga kerap dikaitkan. Ini tak lepas dari agresi militer Kerajaan Inggris pada Juni 1982 yang merebut Pulau Falkland atau Malvinas. Padahal, pada saat itu pulau tersebut dikuasai tentara Argentina. Dalam pertempuran yang dikenal sebagai Perang Malvinas itu, Argentina takluk dari Inggris.
Itu soal perang, di lapangan hijau empat tahun kemudian, Diego Armando Maradona membalas kekalahan negerinya. Pada perempat final Piala Dunia 1986 di Meksiko, Maradona dua kali menjebol gawang Inggris. Gol pertama berbau kontroversi karena Maradona menggunakan bantuan tangannya. Maradona menyebut sebagai gol tangan Tuhan. Sedangkan Inggris menyebutnya gol tangan setan.
Namun, gol kedua Maradona hingga kini dianggap gol terindah sepanjang sejarah sepak bola. Kapten Argentina itu menggiring bola dari tengah lapangan, melewati hadangan lima pemain Inggris, termasuk kiper Peter Shilton. Akibatnya, Inggris tersingkir dan Argentina akhirnya menjadi juara dunia untuk kali kedua.
Walau begitu, pecinta bola tetap beranggapan kemenangan Argentina buka karena kualitas tim atau Maradona, tapi lebih sarat aroma politik balas dendam. Mereka ingin membalas kekalahan saat Perang Malvinas. Itulah sebabnya, pertandingan sepak bola di antara dua negara yang kerap berseteru selalu dikaitkan dengan hal-hal di luar lapangan hijau.(ULF)
Ketika ditemui baru-baru ini, pengamat politik sekaligus pencinta sepakbola Azyumardi Azra membenarkan anggapan tersebut. Menurutnya, bakal ada emosi dan gairah di dalam maupun luar lapangan bila Timnas Indonesia dan Malaysia bertemu. Ini bisa dilihat pada Ahad (26/12) di Stadion Bukit Jalil Kuala Lumpur dan Rabu (29/12) di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta.
Namun ini bukan hanya terjadi bila Indonesia bertemu Malaysia. Jika Inggris bertemu dengan Argentina, politik juga kerap dikaitkan. Ini tak lepas dari agresi militer Kerajaan Inggris pada Juni 1982 yang merebut Pulau Falkland atau Malvinas. Padahal, pada saat itu pulau tersebut dikuasai tentara Argentina. Dalam pertempuran yang dikenal sebagai Perang Malvinas itu, Argentina takluk dari Inggris.
Itu soal perang, di lapangan hijau empat tahun kemudian, Diego Armando Maradona membalas kekalahan negerinya. Pada perempat final Piala Dunia 1986 di Meksiko, Maradona dua kali menjebol gawang Inggris. Gol pertama berbau kontroversi karena Maradona menggunakan bantuan tangannya. Maradona menyebut sebagai gol tangan Tuhan. Sedangkan Inggris menyebutnya gol tangan setan.
Namun, gol kedua Maradona hingga kini dianggap gol terindah sepanjang sejarah sepak bola. Kapten Argentina itu menggiring bola dari tengah lapangan, melewati hadangan lima pemain Inggris, termasuk kiper Peter Shilton. Akibatnya, Inggris tersingkir dan Argentina akhirnya menjadi juara dunia untuk kali kedua.
Walau begitu, pecinta bola tetap beranggapan kemenangan Argentina buka karena kualitas tim atau Maradona, tapi lebih sarat aroma politik balas dendam. Mereka ingin membalas kekalahan saat Perang Malvinas. Itulah sebabnya, pertandingan sepak bola di antara dua negara yang kerap berseteru selalu dikaitkan dengan hal-hal di luar lapangan hijau.(ULF)