Liputan6.com, Brussels - Perayaan akan keberhasilan Tim Nasional Sepak Bola Maroko melenggang ke partai puncak Piala Dunia Rusia 2018 banyak digelar di seluruh penjuru negeri.
Tak hanya di dalam negeri, 'pesta' juga diadakan di negara lain seperti Belgia. Namun, perayaan di ibu kota negara itu berujung dengan kerusuhan.
Baca Juga
Dilansir dari BBC pada Senin (13/11/2017), ratusan imigran Maroko merusuhi jalanan di ibu kota Brussels selepas laga Pra-Piala Dunia antara Maroko-Pantai Gading. Perayaan partai yang dimenangkan oleh Maroko dengan skor 2-0 itu diwarnai dengan berbagai tindak kekerasan, seperti pembakaran mobil dan penjarahan toko.
Advertisement
Polisi kemudian menembakkan meriam air pada sekitar 300 orang 'perusuh' itu, lalu dibalas dengan lemparan batu.
Lebih dari 20 polisi terluka akibat selebrasi berlebihan itu.
AFP melaporkan, kondisi mulai kembali menjadi tenang pada pukul 21.30 waktu setempat.
Jan Jambon selaku Menteri Dalam Negeri Belgia turut memberi tanggapan atas peristiwa itu. Ia mengutuk peristiwa tadi dengan menggunakan bahasa Perancis di laman Twitter-nya, "Aksi penyerangan yang tak dibenarkan di pusat kota Brussels."
Dia menambahkan, "Hidup berdampingan berarti saling menghormati. Itu juga berlaku bagi polisi, yang telah berkomitmen terhadap keselamatan kita siang dan malam."
Kerusuhan seperti tadi tak hanya terjadi di Belgia saja. Di Belanda, sekelompok pendukung asal negara Afrika Utara itu turut berpesta merayakan kemenangan di jalan, dengan beberapa di antaranya berujung kekerasan.
Di Rotterdam, para suporter menari dengan membuat nyala api berwarna merah dan hijau. Kedua warna itu adalah warna dari bendera Maroko.
Rusia Legalkan Tawuran Antar Suporter di Piala Dunia?
Tidak ingin kejadian rusuh seperti tadi terulang di Piala Dunia 2018, FIFA menyerukan perang terhadap aksi hooliganisme. Bahkan, penyelenggara akan menerbitkan kartu identitas khusus bagi suporter yang ingin menyaksikan Piala Dunia.
Pemerintah Rusia juga tidak ketinggalan. Parlemen di Negeri Beruang Merah itu juga tengah menggodok aturan baru untuk menekan angka perkelahian antar suporter selama Piala Dunia 2018.
Salah seorang anggota parlemen Rusia, Igor Lebedev, bahkan melontarkan gagasan 'gila'. Dia ingin melegalkan perkelahian antar suporter. Lebedev meminta parlemen mengeluarkan aturan untuk menggelar 'Draka' atau perkelahian dalam bahasa Rusia.
Dalam pernyataannya di situs partai LDPR, Lebedev menjelaskan aturan-aturan yang perlu dipatuhi dalam perkelahian tersebut, seperti jumlah peserta 20 orang per grup, tanpa senjata dan berlangsung di dalam arena. Pertunjukan ini menurutnya tak kalah menarik dari laga Piala Dunia.
"Perkelahian yang terorganisir akan mengubah aksi agresi suporter ke arah damai," tulisnya.
Lebedev yakin, aturan ini juga akan berfungsi bagi hooligan Inggris yang banyak dikenal sebagai biang keributan.
"Inggris akan menjadi pioner dalam olahraga ini," katanya. "Contohnya, saat fans Inggris tiba dan mereka ingin berkelahi. Tantangan diterima. Pertemuan akan digelar di stadion pada waktu yang disepakati."
Bukan kali ini saja Lebedev memicu kontroversi lewat ocehannya. Saat kericuhan antarsuporter pecah di Prancis tahun lalu, Levedev juga bersikap sama. Dia menuai protes setelah mendukung aksi yang dilakukan oleh suporter Rusia. "Kerja bagus kawan, lanjutkan," ujarnya saat itu.
Selain sebagai anggota parlemen Rusia, Lebedev juga merupakan petinggi Persatuan Sepak Bola Rusia. Lebedev juga dikenal dekat pimpinan salah satu organisasi suporter Rusia, Alexander Shpygin yang tahun lalu dideportasi dari Prancis usai kerusuhan Marseille. Dua orang pengurus organisasi suporter yang dikelola Shpygin bahkan divonis penjara setelah kericuhan tersebut.
Meski mendukung aksi kekerasan yang dilakukan suporter, Lebedev menegaskan kalau kepolisian Rusia menjami keamanan suporter luar negeri selama Piala Dunia 2018 berlangsung.
"Kami telah mengambil semua langkah-langkah keamanan, modernisasi undang-undang. Tidak satu turis pun yang punya alasan untuk khawatir bepergian ke negara kami selama Piala Dunia 2018."
Advertisement