Liputan6.com, Roma - Banyak yang menganggap timnas Argentina hanya punya dua simbol di dunia sepak bola yakni Lionel Messi dan Diego Maradona. Padahal satu nama sempat menjadi primadona pada era 90-an dan 2000-an awal yakni Gabriel Batistuta.
Mendengar nama Batistuta maka identik dengan Argentina dan Fiorentina. Maklum, sosoknya besar karena dua tim tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Bersama Argentina bahkan prestasi Batistuta melebihi Messi. Ia mampu menyumbangkan dua Copa America, satu Piala Konfederasi, dan Trofi Artemio Franchi.
Dia juga sempat memegang rekor sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa Tim Tango dengan 54 gol sebelum akhirnya diputus oleh Lionel Messi tahun 2016.
Mendapat julukan sebagai salah satu striker terbaik di generasinya, kekurangan Batistuta hanya belum pernah meraih Ballon d'Or. Ia hanya menempati posisi ketiga tahun 1999.
Meski demikian nama Batistuta sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Ia masuk dalam 100 legenda FIFA bersama Pele.
Tahun 1998, Batistuta sempat membuat kehebohan Jelang Piala Dunia. Ia terancam tak dibawa ke Prancis karena rambutnya yang gondrong.
Beruntung ia melunak dan menuruti permintaan pelatih yang saat itu dipegang Daniel Passarella. "Boleh saja asal tidak terlalu pendek," kata Batistuta saat itu.
Hingga sekarang Batistuta juga menjadi satu-satunya pemain yang bisa mencetak dua hattricks dalam Piala Dunia berbeda.
"Saya sangat cinta sepak bola. Namun saya tidak senang dengan sesi wawancara atau kontroversi yang menyertai permainan itu," kata Batistuta tahun lalu.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Pangeran Fiorentina
Batistuta bukanlah pemain asli Akademi Fiorentina. Ia dibeli dari Boca Juniors tahun 1991.
Debutnya di Serie A berjalan manis karena mampu mencetak 13 gol. Namun musim berikutnya Fiorentina menerima nasib buruk karena degradasi ke Serie B.
Menariknya, Batistuta menunjukkan kesetiaannya untuk Viola. Ia bahkan membantu Fiorentina promosi lagi dengan mencetak 16 gol pada musim 1993/94.
Kembali ke Serie A, permainan Batistuta makin menggila. Ia menjadi top scorer Serie A pada musim 1994/95 dengan 26 gol.
Sementara pada musim berikutnya ia membawa klub tersebut juara Coppa Italia dan Piala Super Italia. Tak heran fans pun semakin cinta dengan pemain yang kerap berselebrasi ala Rambo itu.
Kecintaan fans diwujudkan dengan membangun patung perak dirinya di Florence. Sayangnya, kecintaan fans tak membuatnya terus bertahan.
Maklum, Fiorentina hanya bersaing di posisi empat besar. Mereka juga tidak mendapat hasil bagus di kompetisi Eropa.
Puncaknya, Batistuta memilih pindah ke AS Roma tahun 2000. Nilai transfernya saat itu juga cukup besar mencapai 36,2 juta euro.
Sementara untuk gaji, Batistuta mencapai 7,6 juta euro. Atau yang tertinggi untuk pemain di atas usia 30 tahun.
Advertisement
Juara di Roma
Keputusan Batistuta pindah ke AS Roma tidak lepas dari kontroversi. Fans Fiorentina sempat kecewa berat.
Tetapi Batistuta membuktikan kepindahannya sangat tepat. Pada musim pertamanya ia membawa klub tersebut meraih scudetto pertama sejak 1983.
Batistuta mampu mencetak 21 gol dari 31 laga di semua kompetisi.
Sayang hanya semusim Batistuta bersinar di Olimpico. Performanya terus menurun hingga sempat dipinjamkan ke Inter Milan.
Akhir Karier Batistuta
Batistuta akhirnya resmi pensiun dari lapangan hijau pada tahun 2005. Klub Qatar, Al-Arabi menjadi petualangan terakhirnya.
Pensiun dari dunia sepak bola, Batistuta menjajal karier lain sebagai atlet polo. Setelah itu ia juga kerap terlihat dalam beberapa turnamen golf untuk amal.
Batistuta juga pernah diundang sebagai komentator televisi pada tahun 2016. Tetapi ia dianggap gagal karena fans mencemoohnya di dunia maya.
"Sekarang saya agak sulit untuk berjalan. Sewaktu bermain saya terlalu memberikan segalanya," kata Batistuta.
"Padahal saat kecil saya tidak terlalu suka sepak bola. Namun akhirnya saya bernapas dan hidup dari dunia ini."
Advertisement