Liputan6.com, Jakarta - Piala Presiden 2018 resmi berakhir menyusul kemenangan Persija Jakarta atas Bali United. Persija berjaya 3-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Sabtu (17/2/2018).
Selama satu bulan, setelah dibuka pada 16 Januari 2018, Piala Presiden sudah menghibur pencinta sepak bola Indonesia dengan tontonan menarik.
Advertisement
Baca Juga
Dimulai kejutan pada putaran awal. Tidak ada yang menyangka tim sekelas Persib Bandung tersingkir cepat. Meski tampil di kandang sendiri, Maung Bandung Persib belum lepas dari kesulitan yang menjangkit sejak Liga 1 2017.
Alhasil, walau sukses mengalahkan Sriwijaya FC (1-0) pada partai pembuka, anak asuh Mario Gomez tidak berdaya di hadapan PSMS Medan (0-2) dan PSM Makassar (0-1). Persib pun terdampar di posisi tiga Grup A.
Drama berikutnya hadir pada 8 besar. Drama adu penalti harus digelar demi menentukan pemenang dua laga awal. Pertunjukan terbesar hadir pada duel PSMS dan Persebaya Surabaya.
Sempat tertinggal dua gol, Persebaya memaksa PSMS melakoni babak adu tos-tosan. Pada satu titik, Bajul Ijo bahkan hampir memenangkan pertandingan.
Sayang Otavio Dutra gagal menunaikan tugas sebagai algojo. PSMS lalu tidak melewatkan kesempatan untuk berjaya 4-3 (3-3).
Pemeran Utama
Setiap cerita ada aktor utama. Di Piala Presiden 2018, status itu jadi milik Marko Simic. Tiba dari Melaka United, penyerang berkebangsaan Kroasia ini membuat gemetar pemain bertahan lawan karena ketajaman di depan gawang.
Total dia menghasilkan 11 gol sepanjang turnamen, dua di antaranya di final. Hanya satu yang dia lesakkan melalui penalti. Unggul lima angka atas pesaing terdekat Stefano Lilipaly (Bali United), Simic leluasa membawa pulang Sepatu Emas. Tidak heran dia terpilih sebagai pemain terbaik.
“Menurut saya, Simic penyerang yang sangat kuat. Dia merupakan striker yang dibutuhkan setiap tim,” papar kapten Bali United, Fadil Sausu.
Advertisement
Nilai Positif
Di balik cerita utama, ada yang membuat Piala Presiden kali ini berbeda ketimbang edisi sebelumnya. Lokasi pertandingan final jadi salah satu faktor.
SUGBK baru saja selesai mempercantik diri menyambut Asian Games. Kehadiran puluhan ribu penonton turut meningkatkan atmosfer laga puncak.
Insiden vandalisme sejumlah fasilitas SUGBK pun tidak mengurangi nilai positif yang muncul dari pagelaran ini. Apalagi panitia berjanji membayar ganti rugi.
“Saya akan bertanggung jawab seratus persen. Kalau ada kerusakan, kita tidak lari,” ujar Ketua Steering Committee, Maruarar Sirait.
Dampak Besar
Nilai-nilai positif Piala Presiden akan memberi dampak baik bagi sepak bola Indonesia secara keseluruhan. Indonesia masih memulihkan diri sehabis terkena sanksi FIFA, efektif periode April 2015-Mei 2016.
Hukuman itu membuat sepak bola Indonesia berjalan di tempat, jika tidak mundur. Timnas dilarang mengikuti kompetisi resmi FIFA dan AFC, kecuali SEA games 2015. Salah satu ajang besar yang terlewatkan adalah kualifikasi Piala Dunia 2018.
Sedangkan klub tidak boleh ikut turnamen internasional. Persipura Jayapura terkena imbasnya dengan tidak melanjutkan partisipasi di Piala AFC.
Piala Presiden, yang sudah bergulir tiga kali pada empat tahun terakhir, setidaknya dapat membantu sepak bola Indonesia mengembalikan waktu yang hilang akibat sanksi FIFA. Berlangsung rutin, turnamen ini memberi kesempatan bagi pelatih dan pemain untuk bertanding, mengasah kemampuan, dan menimba pengalaman.
Advertisement
Daya Pikat Piala Presiden
Gemerlap Piala Presiden membuat turnamen pramusim ini unik ketimbang ajang serupa. Kompetisi yang sudah bergulir tiga kali ini memberi prestise bagi pemenang. Reaksi pelaku dan suporter turut menunjukkan itu.
Staf, pelatih, dan pemain cadangan Persija berhambur masuk lapangan SUGBK begitu Ismed Sofyan dan kawan-kawan memastikan kemenangan atas Bali United. Macan Kemayoran bahkan menggelar pawai selepas jadi juara.
Sementara suporter memberikan dukungan penuh di mana pun tim kesayangan beraksi. Hal itu terutama terlihat ketika Piala Presiden memasuki fase perempat final dan berlangsung di tempat netral, tepatnya Stadion Manahan Solo.
Di tempat lain, bahkan negara-negara sepak bola maju, perilaku terhadap turnamen pramusim tidak akan seperti ini.