Sukses

3 Klub Serie A Paling Sering Keluhkan Teknologi VAR

Serie A jadi salah satu kompetisi yang telah menggunakan teknologi VAR dalam membantu tugas wasit.

Liputan6.com, Jakarta Liga Serie A Italia termasuk salah satu kompetisi di Eropa yang sudah menggunakan Video Assistant Referee (VAR), terhitung sejak musim 2017/2018 ini. Banyak manfaat yang dirasakan wasit sejak teknologi itu digunakan. Di antaranya dalam mengambil keputusan terkait pelanggaran atau ketika hendak memberikan penalti dan mengesahkan gol.

Salah satu momen yang paling diingat terkait penggunaan VAR adalah ketika kapten AC Milan, Leonardo Bonucci mendapat kartu merah, usai menyikut wajah pemain sayap Genoa, Aleandro Rosi saat kedua tim bertemu pada pertengahan Oktober 2017 lalu.

Wasit Piero Giacomellu sempat bimbang mengambil keputusan. Namun setelah menyimak tayangan di VAR beberapa kali, ia pun mantap mengeluarkan kartu merah untuk Bonucci.

"Saya tidak bermaksud menyakiti Rosi. Saya hanya mencoba menghindar dari pengawalannya. Kita semua melihat apa yang terjadi. Itu bukan sikutan yang disengaja. Terlepas dari itu, kita sekarang berada di era teknologi. Saya bisa menerima keputusan itu karena video itu bisa menentukan penilaian,” kata Bonucci saat itu.

Namun, meski cukup membantu kinerja wasit, keberadaan VAR nyatanya tidak begitu saja diterima. Para pemain, pelatih, dan petinggi klub tidak jarang kesal karena merasa dirugikan oleh keberadaan teknologi yang mulai digunakan sejak tahun 2016 itu.

Dari 20 tim yang berkompetisi di Serie A, berikut tiga klub yang paling sering merasa dirugikan oleh keberadaan VAR.

 

 

2 dari 4 halaman

Lazio

Lazio menempati urutan pertama sebagai klub yang paling sering memprotes keputusan wasit terkait keberadaan VAR. Pelatih Lazio, Simone Inzaghi hampir tiap pekan mencak-mencak karena teknologi tersebut.

Teranyar, usai ditahan imbang Cagliari 2-2 hari Minggu, Inzaghi kembali meradang. Sebabnya adalah ofisial wasit tidak mau menggunakan VAR untuk melihat tayangan ulang pelanggaran yang dilakukan dua bek Cagliari terhadap penyerang Lazio, Ciro Immobile, yang menurutnya seharusnya layak diganjar penalti.

Kekesalan Inzaghi memuncak karena tak lama setelah insiden itu, ofisial wasit justru memanfaatkan VAR untuk melihat pelanggaran yang dilakukan bek Lazio, Luiz Felipe terhadap penyerang Cagliari, Leonardo Pavoletti, hingga berujung penalti dan sukses dikonversi menjadi gol oleh Nicolo Barella.

"Sepanjang musim kami selalu dihukum penalti dan kami selalu berusaha berpikir positif. (Marco) Guida (wasit yang memimpin) bilang kalau dia melihat insiden itu dan yakin kalau itu tidak penalti. Saya tidak tahu apa yang dibilang ofisial VAR kepadanya, sama seperti halnya saya tidak tahu apa yang merak komunikasikan pekan lalu ketika melawan Juventus,” kata Inzaghi.

Tak cuma Inzaghi, para pemain hingga ofisial klub juga angkat bicara terkait penggunaan VAR. "Lazio masih terluka. Kemarin di Cagliari, standar ganda diterapkan untuk menilai insiden penalti bagi kedua tim,” kata juru bicara Lazio, Arturo Diaconale.

"Hal yang paling membuat saya marah adalah sepertinya VAR tidak berlaku untuk Lazio. Ketika giliran kami (dilanggar), mereka (wasit) bahkan tidak meminta untuk menggunakannya. Menurut saya pelanggaran hari ini merupakan salah satu penalti yang paling jelas yang pernah saya lihat,” ujar Ciro Immobile.

 

 

3 dari 4 halaman

AS Roma

AS Roma juga termasuk tim yang cukup sering mengeluh dengan keberadaan VAR. Salah satu pertandingan di mana I Giallorossi merasa dirugikan adalah ketika mereka ditaklukkan Inter Milan 1-3 di kandang sendiri di Stadion Olimpico, Agustus 2017 lalu.

Pelatih AS Roma, Eusebio Di Francesco pernah terang-terangan mengakui kalau dirinya tidak senang dengan penggunaan VAR. "Dalam kasus VAR, saya tidak begitu suka dengannya secara umum. Tapi bukan hanya karena apa yang terjadi saat menghadapi Inter ya. Saya tidak suka karena akibatnya, pertandingan jadi dihentikan terlalu lama. Rasanya kita kayak nonton film triler di TV, di mana sesuatu bisa selalu terjadi,” kata Francesco.

Gelandang AS Roma, Diego Perotti juga pernah kesal terhadap teknologi VAR. Momennya terjadi ketika dirinya dilanggar saat bermain melawan Inter Milan.

"Yang bisa saya sampaikan adalah, bahwa seminggu sebelum musim ini digelar, wasit berkunjung ke markas latihan kami di Trigoria untuk menjelaskan cara kerja teknologi ini. Berapa banyak monitor yang dimiliki dan jumlah ofisial yang akan memantaunya."

"Teknologi ini diciptakan sedemikian rupa sehingga tidak akan membuat kesalahan. Tapi faktanya mereka masih saja membuat kesalahan. Menurut masih banyak PR yang harus dikerjakan terkait sistem VAR ini,” ujarnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Juventus

Juventus juga lumayan sering mengumpat soal teknologi VAR. Salah satu laga yang paling membuat mereka kesal adalah ketika bertanding melawan Atalanta, September 2017 silam.

Ada dua momen sekaligus yang membuat kubu I Bianconeri tak senang. Pertama, gol Mario Mandzukic di menit 57 harus dianulir wasit Antonio Damato karena dalam tayangan VAR, terlihat ada pelanggaran yang terjadi saat gol tercipta. Kedua, wasit memberikan hadiah penalti bagi Atalanta di menit akhir pertandingan, yang akhirnya memaksa skor menjadi 2-2.

Namun, pelatih Juventus lebih tenang menanggapi soal penggunaan VAR ini. "Saat VAR digunakan, kita harus lebih sabar. Kita semua butuh waktu membiasakan diri dengannya.” 

Berbeda dengan Allegri, gelandang Juventus, Sami Khedira menilai VAR tidak terlalu penting digunakan dalam sepakbola.

"VAR memang bagus, tapi itu tidak terlalu perlu. Yang lebih diperlukan adalah regulasi. Penerapannya di Bundesliga sudah terbukti kacau. Sepakbola ini kan perkara emosi dan kekeliruan memang sudah bagian di dalamnya. Kalau kita hendak menghindari kekeliruan, itu bagus. Tapi masalahnya, kami para pemain tidak tahu apakah harus merayakan gol atau tidak karena harus menunggu putusan terlebih dulu,” kata Khedira.

(Abul Muamar)