Sukses

LEGENDA: Zvonimir Boban, Gelandang Cerdas Bernyali Pejuang

Zvonimir Boban, bukan hanya ikon sepak bola tapi pahlawan bagi masyarakat Kroasia.

Liputan6.com, Jakarta 13 Mei 1990 tercatat sebagai salah satu sejarah kelam sepak bola. Duel Dynamo Zagreb dan Red Star Belgrade di Maksimir Stadium berubah menjadi arena pertempuran paling brutal. Puluhan korban berjatuhan. Pertempuran bahkan menjalar hingga ke luar stadion. Dan satu nama yang tidak akan terlupakan dalam insiden ini tentu saja, Zvonimir Boban! 

Pria kelahiran Imotski, 8 Oktober 1968 itu bukan lagi ikon lapangan hijau bagi para penggemarnya. Dalam kekacauan ini, Boban menjelma menjadi patriot yang mengobarkan semangat kemerdekan Kroasia sampai akhirnya berdiri menjadi satu negara berdaulat. 

Sejak kematian Marshal Tito, 4 Mei 1980, perpecahan segera menggerogoti Yugoslowakia (kini sudah tidak ada lagi). Kroasia, Serbia, Slovenia, dan Montenegro yang selama ini berada di bawah satu bendera tidak lagi bisa hidup berdampingan. Keinginan merdeka yang kuat membuat masing-masing kelompok kerap bergesekan satu dengan yang lainnya.

Panggung politik tidak hanya di parlemen atau jalanan. Sepak bola juga menjadi lahan subur dalam mengobarkan semangat nasionalisme Kroasia. Tulisan di spanduk maupun nyanyian yang dikumandangkan sepanjang pertandingan membuat atmosfer pertandingan semakin kental dengan aroma politik. Dan suasana inilah yang menjadi latar belakang pertempuran antarsuporter Dynamo Zagreb Vs Red Star Belgrade, 13 Mei 1990 lalu. 

Semangat nasionalisme dan sepak bola sebenarnya jodoh yang serasi. Tim underdog tidak jarang berubah menjadi raksasa menakutkan akibat semangat Cinta Tanah Air tersebut. Namun di Maksimir Stadium, semangat ini justru jadi bahan bakar pemicu bentrok. 

Sebagai penghuni papan atas liga Yugoslowakia, pertandingan Dynamo dan Red Stars memang kerap berjalan dalam tensi tinggi. Namun sore itu, ketegangan bertambah menyusul semakin kuatnya keinginan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslowakia.  

Pimpinan Serbia, Slobodan Milosevic, menentangnya. Sebanyak 3000 fans kemudian bertolak ke Zagreb. Mereka dipimpin oleh Zeljko Raznatovic atau dikenal dengan panggilan Arkan, salah seorang nasionalis Serbia yang belakangan menjadi penjahat perang.  

Fans Dynamo yang menamakan diri Bad Blue Boys merupakan nasionalis tulen dan tidak jarang bergabung dengan tentara Kroasia. Setali tiga uang, sebagian besar pendukung Red Star Belgrade yang dikenal dengan sebutan Delije juga adalah bagian dari militer Serbia.

Boleh dikatakan, suporter kedua tim bukan pendukung biasa. Sebagian dari mereka sudah terlatih dalam pertempuran. 

Jelang laga, perkelahian sebenarnya sudah pecah di jalan-jalan menuju Maksimir Stadium. Namun bentrok paling besar berlangsung di dalam stadion. Terprovokasi lemparan batu dari Bad Blue Boys para pendukung Red Star yang ditempatkan terpisah akhirnya merobek papan iklan dan mulai menyerbu suporter Dynamo dengan kursi dan pisau belati. 

Tribune penonton sudah jadi arena pertempuran saat kedua kesebelasan pemanasan. Polisi juga tidak berbuat banyak untuk melerai kericuhan. Bad Blue Boys kemudian turun ke lapangan. Namun upaya mereka dihalangi petugas dan akhirnya memicu bentrok susulan. 

Sebagian pemain segerea dievakuasi ke ruang ganti. Namun beberapa pemain Dynamo, termasuk Boban tetap tinggal di lapangan. Mereka berusaha melindungi suporter yang dipukuli polisi. Namun upaya mereka justru berbuah pukulan dari polisi yang bertugas. 

Kesal melihat sikap polisi yang dianggap memihak, Boban pun lepas kendali. Dengan kemarahan yang memuncak, dia melayangkan tendangan kungfu ke salah satu polisi yang berusaha menghalangi suporter Dynamo saat hendak menghalau suporter Belgrade.

"Di mana polisi? Di mana polisi?" teriak Boban kesal. 

Boban segera diselamatkan dari kejaran polisi. Suporter Dynamo dan rekan-rekannya berkerumun sebagai tameng hidup bagi Boban. 

Kericuhan berlangsung lebih dari sejam. Ratusan orang terluka. Baik suporter maupun polisi.

Polisi dengan jumlah yang lebih besar kemudian datang dan memukul mundur suporter. Mereka berhasil mengambil alih kendali di dalam stadion.

"Hooligan dari Belgrade menghancurkan stadion kami. Polisi saat itu, yang tentu saja polisi rezim tidak melakukan apapun," ujar Boban dalam film dokumenter The Last Yugoslav Football Team (Kesebelasan Yugoslowakia terakhir).

Kericuhan suporter di Maksimir Stadium akhirnya berhasil ditangani. Namun pertempuran yang lebih besar tidak bisa dihindari. Dendam yang tersisa dari bentrok tersebut ditumpahkan dalam Perang Kemerdekaan Kroasia. Dan, tendangan Boban dianggap sebagai katalis bangkitnya nasionalisme warga Kroasia untuk angkat senjata demi kemerdekaan.

 

 

 

 

 

2 dari 4 halaman

Karier Melejit

Sejak insiden 13 Mei 1990, Boban memang dicap sebagai pahlawan Kroasia. Namun akibat ulahnya itu, masa depannya sebagai pesepak bola sebanarnya terancam berantakan.

Dia diskorsing oleh Federasi Sepak Bola Yugoslowakia selama enam bulan dan terpaksa absen pada Piala Dunia 1990 yang berlangsung di Italia. Selain itu, Boban juga menghadapi sejumlah tuntutan hukum. Boban tidak menyesal sama sekali. 

"Ini saya, wajah publik yang siap mempertaruhkan nyawanya, karir, dan segala ketenaran yang dibawanya, semua karena satu ide, satu masalah, Kroasia," ujarnya kepada CNN.

Sebagai pesepak bola, Boban merupakan gelandang kreatif. Bakat ini lah yang akhirnya membawa dia kepada karier yang cemerlang sebagai pesepak bola profesional. Talenta Boban mulai tercium klub-klub elite Eropa. Namun pada tahun 1991, raksasa Serie AC Milan berhasil mendapatkan tanda tangannya setelah menebus seharga 8 juta pounds. 

Ini menjadi titik balik Boban. Namun dia harus menunggu setahun untuk mengenakan kostum merah-hitam. Di tahun pertama dia dipinjamkan ke Bari untuk aklimatisasi. 

Penampilannya gemilang meski akhirnya Bari harus degradasi ke Serie B.  

Talenta Boban ternyata memikat pelatih AC Milan saat itu, Fabio Capello. Dia kemudian dipanggil untuk bergabung dengan tim utama Rossoneri yang masih dihuni oleh sederet pemain bintang seperti, Ruud Gullit, Roberto Donadoni, dan Demetrio Albertini.

Tidak butuh waktu lama bagi Boban menjadi pilar penting di skuat Rossoneri. Bersama Albertini, Boban membuat lini tengah AC Milan solid dan sukar ditembus. Kreativitas pria berpostur 185 cm tersebut juga membuat permainan Rossoneri lebih memiliki irama.   

Boban kuat tak hanya saat berduet dengan Albertini. Pada final Liga Champions yang berlangsung di Athena, Yunani, 1994 lalu, Boban bertandem dengan pemain asal Montenegro, Dejan Savicevic. Capello sengaja memasang kedua pejuang Balkan itu untuk meredam agresivitas Barcelona yang menggila di bawah asuhan Johan Cruyff.

Meski tidak diunggulkan, AC Milan berhasil menghancurkan Barcelona 4-0 dalam duel ini. Empat gol Milan dicetak oleh Daniele Massaro (2gol), Dejan Savicevic, Marcel Desailly. 

Bersama AC Milan, Boban juga meraih empat gelar Serie A dan 3 Piala Super Italia. Hingga akhirnya gantung sepatu, Boban telah tampil sebanyak 251 laga dan mencetak 30 gol. 

 

 

3 dari 4 halaman

Kuda Hitam dari Balkan

Insiden di Maksimir Stadium telah mengangkat nama Boban sebagai pahlawan Kroasia. Delapan tahun kemudian, semangat nasionalis kembali dikobarkannya lewat penampilan gemilang Kroasia di Piala Dunia 1998. Sebagai kapten timnas Kroasia, Boban kembali tampil sebagai pahlawan bagi negaranya saat berhasil meraih peringkat ketiga pada turnamen ini. 

Kroasia berstatus tim underdog saat melangkah ke Prancis 1998 lalu. Namun, Pelatih Miroslav Blazevic tidak henti-hentinya membakar semangat nasionalisme pemain. 

Suntikan motivasi dari sosok ultranasionalis Kroasia itu menjadi bahan bakar pemainnya untuk tampil spartan di tiap pertandingan. Mereka bertarung layaknya berperang. 

Tidak sulit bagi para pemain Kroasia mengamininya. Sebab watak orang Kroasia memang sangat nasionalis. Ini sudah mereka buktikan bahkan lewat pertempuran sekalipun. 

Setelah lolos dari fase grup, Boban Cs merontokkan Rumania 1-0 di babak 16 besar. Selanjutnya, Kroasia juga membantai Jerman 3-0 di babak perempat final.

Setelah kalah 1-2 di babak semifinal, Kroasia akhirnya merebut tempat ketiga usai mengalahkan timnas Belanda 2-1. 

Bersama-sama Davor Suker--yang akhirnya meraih Sepatu Emas--dan pemain-pemain bertalenta lainnya seperti Slaven Bilić, Igor Štimac, Dario Simic, Robert Prosinecki dan Aljoša Asanovic, Boban sekali lagi tanpa sadar menjadikan dirinya sebagai pahlawan Kroasia. Sebagai kapten, dia membawa Kroasia meraih prestasi yang belum tertandingi hingga kini.

 

 

4 dari 4 halaman

Berotak Encer 

Kesuksesan Boban sebagai pesepak bola tentu ada masanya. Setelah gagal bersinar bersama Celta Vigo, Boban akhirnya memutuskan pensiun pada Agustus 2001. Dia memutuskan gantung sepatu setelah AC Milan merekrut gelandang baru, Rui Costa.

Namun hari-harinya tidak lantas tanpa warna. Sebaliknya, meski sudah tidak muda lagi, Boban tidak ragu untuk kembali ke kampus. Dia akhirnya meraih gelar sarjana di bidang  sejarah dengan judul tesis, 'Christianity in the Roman Empire (Kristen di era Romwai)'.

Boban juga dikenal hobi membaca dan menulis. Dia rutin mengisi kolom di Gazzetta dello Sport. Setelah pensiun, Boban aktif sebagai pundit bagi sepak bola di Sky Italy. Dan belakangan, Boban pun dipercaya menempati jabatan sebagai deputi sekjen FIFA. 

Satu hal yang membuat Boban berbeda, adalah kesetiaannya kepada pasangan. Di tengah kesuksesan maupun popularitas yang dimiliki, Boban dikenal sebagai suami setia. 

Dia menikah dengan perancang busana, Leonarda Boban pada tahun 1994. Keduanya memiliki empat anak adopsi Marija, Gabrijel, Marta, Rafael, dan satu anak kandung, Ruza.

(Dikutip dari berbagai sumber)