Sukses

5 Pemain Legendaris Ini Tak Pernah Bermain di Piala Dunia

Bermain di Piala Dunia merupakan mimpi bagi para pesepak bola.

Liputan6.com, Jakarta - Keberhasilan seorang pesepak bola seringkali diukur dari kesuksesan bersama negaranya. Meski sukses di klub, jika tidak pernah mengharumkan nama negaranya, itu terasa hambar.

Apalagi jika sang pemain mampu membawa negaranya ke ajang prestisius seperti Piala Dunia. Kendati tidak memenangkannya, namun ada kebanggaan dalam diri bermain di Piala Dunia.

Tampil di Piala Dunia merupakan mimpi besar bagi para pesepak bola. Nama besar tidak jaminan Anda bakal bermain di turnamen sepak bola empat tahunan antarnegara dunia tersebut.

Bahkan, beberapa pemain hebat tidak bisa merasakan nikmatnya bermain di Piala Dunia. Padahal, di level klub, para pemain hebat tersebut mampu bersinar.

Sederet legenda sepak bola dunia malah tidak sempat merasakan turnamen Piala Dunia. Berikut daftar legenda sepak bola dunia yang tidak pernah bermain di Piala Dunia, seperti dilansir Sportskeeda:

2 dari 6 halaman

5. Ryan Giggs

Giggs boleh dibilang sangat sukses setelah memegang rekor satu-satunya pemain yang memenangkan lebih banyak gelar Liga Inggris ketimbang pemain United lainnya. Dia sukses gaet 13 gelar liga, 2 trofi Liga Champions, 4 Piala FA dan lainnya.

Namun demikian, dia tak pernah mampu meloloskan negaranya ke Piala Dunia. Terakhir kali Wales main di gelaran akbar itu pada 1958 lalu. Kala itu mereka tersingkir di perempat final.

Giggs membuat debut internasionalnya dalam pertandingan tandang lawan Jerman pada Oktober 1991, sebagai pemain pengganti. Pertandingan terakhirnya untuk Wales adalah kualifikasi Euro 2008 dan jadi kapten melawan Republik Ceko pada 2 Juni. Dalam 16 tahun sebagai pemain , Wales gagal lolos ke Piala Dunia dan Kejuaraan Eropa.

3 dari 6 halaman

4. Eric Cantona

Dengan empat gelar Liga Inggris dalam lima tahun dan dua Piala FA, maka tidak mengherankan jika dia disebut 'King Cantona'. Kedatangan Cantona mengubah nasib untuk tim saat memainkan peran kunci dalam kebangkitan Manchester United sebagai kekuatan sepak bola pada 1990-an.

Meski sukses dalam karier klubnya, Cantona memiliki kesialan ketika mewakili negara asalnya, Prancis, di Piala Dunia. Cantona diberikan debut internasional penuh melawan Jerman Barat pada bulan Agustus 1987 oleh manajer tim nasional Henri Michel.

Pada bulan September 1988, setelah dikeluarkan dari tim nasional, Cantona yang marah menyebut Michel dengan kalimat buruk dalam wawancara TV pasca- pertandingan. Hal itu membuatnya disuspensi dari pertandingan internasional.

Namun, tak lama setelah itu, Michel dipecat setelah gagal memimpin Prancis untuk lolos ke Piala Dunia FIFA 1990. Empat tahun kemudian, di bawah Gérard Houllier, sekali lagi Prancis gagal lolos ke Piala Dunia 1994 setelah kalah dalam pertandingan terakhir di kandang sendiri melawan Bulgaria.

Pada bulan Januari 1995, Cantona diskors untuk tendangan kung-fu yang ditujukan pada penggemar Crystal Palace dalam pertandingan United di Selhurst Park. Pada saat hukuman Cantona telah selesai, ia kehilangan perannya sebagai playmaker tim karena hadirnya Zinédine Zidane. Marah oleh ini, Cantona akhirnya mengakhiri karier internasionalnya dengan Prancis pada 18 Januari 1995, setelah kemenangan 1-0 atas Belanda.

4 dari 6 halaman

3. George Weah

King George, panggilang karibnya di Liberia telah istimewa untuk klub-klub di Prancis, Italia, dan Inggris. Arsene Wenger adalah orang pertama yang mendapatkan bakatnya dari Eropa dan merekrutnya untuk Monaco pada tahun 1988.

Empat tahun kemudian, Weah pindah ke Paris Saint- Germain pada 1992 di mana ia memenangkan gelar domestik pada 1994. Dia juga menjadi pencetak gol terbanyak tahun 1994 –95 Liga Champions.

Weah kemudian pindah ke Milan pada 1995 dan menghabiskan empat musim yang sukses, bahkan memenangkan dua gelar Serie A. Dikenal luas oleh banyak orang sebagai salah satu pemain Afrika terbesar sepanjang masa, Weah terpilih sebagai Pemain Terbaik Dunia FIFA Tahun 1995. Dia juga memenangkan Ballon d'Or, menjadi pemain Afrika pertama dan satu-satunya yang memenangkan penghargaan ini (sampai 2018).

Namun demikian, Weah tidak dapat membawa kesuksesan yang sama ke tim nasionalnya. Membela salah satu negara yang lebih kecil di dunia sepak bola, Weah melakukan segalanya karena juga pernah memainkan peran sebagai pelatih kemudian dan bahkan mendanai Liberia. Terlepas dari semua usahanya, Liberia gagal memenuhi syarat untuk salah satu peserta turnamen Piala Dunia FIFA.

5 dari 6 halaman

2. George Best

George Best adalah salah satu legenda terbesar di bawah pelatih Matt Busby di Manchester United. Gaya permainannya dikombinasikan kecepatan, keterampilan, keseimbangan, dan dua kaki yang sama kuat.

Tidak heran, ia membantu United meraih dua trofi Divisi Pertama (1964–65, 1966–67) dan Piala Eropa pada 1968. Best kemudian dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Eropa dan Pesepak bola Terbaik versi FWA.

Kendati begitu, Best tidak pernah bisa berpartisipasi dalam acara sepak bola terbesar di dunia bersama Irlandia Utara. Pada masa jayanya, Irlandia Utara gagal lolos ke Piala Dunia 1966, 1970 dan 1974.

Ketika Irlandia Utara akhirnya lolos ke Piala Dunia pada tahun 1982, Best sudah terlambat. Kala itu dia sudah berusia 36 tahun dan dinilai melambat.

6 dari 6 halaman

1. Alfredo Di Stefano

Satu-satunya pemain di daftar ini telah mewakili dua negara di tingkat internasional, yakni Argentina dan Spanyol. Di Stefano telah menjadi legenda bagi Real Madrid setelah memenangkan 5 Piala Eropa berturut- turut dari 1955-1960 dan mencetak gol dan berperan dalam dominasi klub pada Piala Champions Eropa dan La Liga selama 1950-an.

Secara karier di timnas, meski bermain di dua negara, dia gagal bersinar. Dia bermain enam kali dengan tim nasional Argentina, dan 31 kali dengan timnas Spanyol, mencetak 23 gol.

Dia juga bermain empat kali bersama Kolombia XI, tim yang dibentuk oleh beberapa pemain terbaik dari turnamen Di Mayor. Ini sering disalahartikan sebagai timnas Kolombia (Kolombia XI bahkan tidak diakui oleh FIFA).

Turnamen Piala Dunia pertama yang akan ia mainkan adalah turnamen 1950, tetapi karena Argentina memutuskan untuk tidak berpartisipasi, Di Stefano kehilangan kesempatan pertamanya di Piala Dunia.

Empat tahun kemudian, Argentina kembali memilih untuk tidak berpartisipasi di Piala Dunia 1954. Pada 1956, karena permintaan dari Real Madrid Di Stéfano memperoleh kewarganegaraan Spanyol. Dia melakukan debutnya untuk timnas Spanyol pada 30 Januari 1957 dalam pertandingan persahabatan di Madrid, mencetak hat-trick dalam kemenangan 5-1 .

Namun, setahun kemudian, Spanyol gagal lolos ke Piala Dunia 1958. Pada tahun 1961, Di Stéfano membantu Spanyol lolos ke Piala Dunia 1962. Namun sayangnya, cedera otot tepat sebelum kompetisi menghalangi dia untuk berpartisipasi. Seiring bertambahnya usia, Di Stefano akhirnya menggantung sepatu dan bisa dibilang pemain terbesar yang tak pernah main di Piala Dunia.

(Eka Setiawan)