Sukses

Kisah Sukses Guardiola Membangun Kembali Manchester City

Guardiola membangun kembali Manchester City menjadi sebuah tim yang baru.

Liputan6.com, Jakarta - Josep Guardiola sukses membangun Manchester City menjadi sebuah tim yang baru. Sejak ditunjuk menangani The Citizens, dua musim lalu, pria asal Spanyol ini banyak melakukan perubahan, bukan hanya pada skuat utama, tapi juga secara mendasar kepada sistem klub.

Pada musim pertamanya menangani Manchester City, Guardiola menerima tongkat estafet kepelatihan dari Manuel Pellegrini, pelatih yang sudah mempersembahkan satu gelar juara Premier League dan dua predikat juara Piala Liga bagi Man City. Tak butuh waktu lama, Guardiola langsung bekerja keras membangun skuat sesuai kebutuhannya. Man City adalah contoh sempurna pembangunan skuat yang dibentuk sesuai dengan gambaran pelatih, bukan sebaliknya.

Bukan rahasia lagi bahwa Man City adalah salah satu klub dengan dukungan dana yang masif. Guardiola pun memahami kelebihan ini dan memanfaatkannya sebaik mungkin. Pada musim pertamanya, dia sudah menggelontorkan dana sebesar 167,1 juta paun untuk mendatangkan delapan pemain anyar, di antaranya Ilkay Gundogan (20 juta paun), Nolito (13,8 juta paun), Oleksandr Zinchenko (1,7 juta paun), Leroy Sane (37 juta paun), Marlos Moreno (4,75 juta paun), John Stones (47,5 juta paun), Claudio Bravo (15,4 juta paun) dan Gabriel Jesus (27 juta paun).

Sebagai perbandingan, di musim yang sama Manchester United juga menggelontorkan dana tak kalah besar. Jose Mourinho menghabiskan 145,3 juta paun untuk merekrut pemain anyar. Perbedaannya, MU hanya berhasil menambah tiga pemain, yakni Eric Bailly (30 juta paun), Henrikh Mkhitaryan (26,3 juta paun) dan Paul Pogba (89 juta paun). Beberapa pembelian Man City tersebut terbukti efektif sampai saat ini, nama-nama seperti Gundogan, Sane, Stones dan Gabriel Jesus mampu menjelma menjadi pemain krusial di skuat Man City.

Semusim berlalu, Man City hanya berhasil finis di posisi ketiga dengan 78 poin, kalah dari Tottenham Hotspur dan Chelsea yang berhasil menjadi juara Premier League musim tersebut. Namun, perubahan permainan Manchester City mulai terlihat jelas, baik dari segi taktik maupun mentalitas pemain. Guardiola pun berani memandang musim depan dengan optimistis.

"Semoga pekerjaan yang kami lakukan musim lalu (2016/17) - meskipun gagal menjadi juara - bisa kami lihat hasilnya musim ini, karena pekerjaan berat sudah diselesaikan dan pemain baru yang datang harus menyesuaikan dengan cara kami bermain," ungkap Guardiola di awal musim 2017/18, dikutip dari dailystar.

 

2 dari 5 halaman

Tepati Janji

Guardiola menepati janjinya. Memasuki musim keduanya melatih Man City (2017/18), Guardiola sepertinya sudah banyak belajar dari kekurangan musim sebelumnya. Kembali dia mengeluarkan dana yang kali ini jauh lebih besar, dibutuhkan 255,6 juta paun untuk mendaratkan enam pemain baru di Etihad Stadium. Dimulai dari Bernardo Silva (43 juta paun), Ederson (34,9 juta paun), Kyle Walker (45 juta paun), Danilo (26,5 juta paun), Benjamin Mendy (49,3 juta paun), dan Aymeric Laporte (56,9 juta paun).

Jika mencoba mengklasifikasikan dan memetakan pemain-pemain anyar Man City tersebut, mencuat fakta bahwa Guardiola paling banyak menghabiskan uang untuk merekrut bek/pemain bertahan dengan total nilai 233,1 juta paun, jumlah yang sangat fantastis hanya untuk merekrut pemain bertahan.

Hasilnya? Memuaskan, jelas memuaskan. Saat ini Manchester City berada di puncak klasemen sementara Premier League dengan koleksi 84 poin. Unggul jauh dari Manchester United di posisi dua yang hanya mengantongi 68 poin. Para pemain Man City pun hanya perlu berjuang meraih satu kemenangan lagi untuk mengunci gelar juara, dan mereka berpotensi mewujudkannya saat menjamu sang rival, Manchester United pada Sabtu (7/4) akhir pekan ini.

Memang tidak salah jika berasumsi bahwa kesuksesan Guardiola tersebut disebabkan oleh besarnya sokongan dana yang membebaskan dia untuk membeli pemain sebanyak apapun sesuai kebutuhannya. Namun, fakta lain yang perlu disoroti adalah efektivitas dan efisiensi pembelian pemain tersebut.

 

3 dari 5 halaman

Pilihan Utama

Dapat dilihat, dari daftar 14 pemain rekrutan Guardiola tersebut, tujuh di antaranya kerap menjadi pilihan utama skuat Man City musim ini, yakni Ederson, Stones, Walker, Sane, Gundogan, Gabriel Jesus dan Bernardo Silva. Mengutip dari ESPN, pada Boxing Day melawan Tottenham Hotspur Desember 2017 lalu saja, dari sebelas pemain Man City yang diturunkan tercatat delapan pemain merupakan pemain baru yang dibeli dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Data tersebut tentunya melegitimasi anggapan efisiensi belanja Guardiola di Man City.

Memperoleh pemain-pemain yang sesuai keinginannya, Guardiola kian bebas mengaplikasikan taktiknya di Manchester City. Bahkan sejak musim pertamanya, dia sudah merombak dan membangun ulang seluruh sistem Man City mulai dari dasar. Karakteristik dan gaya bermain Man City pun berubah drastis dan mengandalkan kontrol di daerah bermain lawan, penguasaan bola, umpan-umpan pendek dan percobaan umpat terobosan.

Uniknya, hal ini tidak hanya diterapkan Guardiola pada tim senior saja, melainkan dimulai dari skuat termuda Man City. Hal ini dibongkar oleh Thierry Ambrose, salah satu pemain akademi Man City yang mengatakan: "Dia mengubah semuanya dari tim U-6 sampai tim senior. Pemain pengganti berada di ruangan yang sama dengan para profesional dan dia memulai semuanya kembali."

Statistik pun memperkuat pernyataan Ambrose tersebut, dalam seluruh pertandingan yang dilakoni Man City musim ini, mayoritas penguasaan bola selalu berhasil dimenangkan De Bruyne dkk. yang juga berani memainkan bola di daerah pertahanan lawan, mengurung dan melancarkan serangan bertubi-tubi.

Tim-tim yang berhadapan dengan Man City pun sudah paham betul kelebihan tersebut dan cenderung bermain negatif serta berhati-hati. Hanya sedikit tim yang berani bermain terbuka dan menyerang saat melawan Man City, banyak yang mengandalkan serangan balik jika berhasil mencuri bola.

Mengutip whoscored, dari 31 penampilan di Premier League sejauh ini Man City sudah mencetak 88 gol, dominan dengan 66,6% penguasaan bola dan mencatat 88,9% umpan sukses. Hal yang tak jauh beda juga terjadi di Liga Champions dengan 19 gol dari 8 penampilan, 62,7% penguasaan bola dan 90,1% umpan sukses.

 

4 dari 5 halaman

Bikin Ngeri Lawan

Kejeniusan Guardiola juga terlihat dari caranya mengatasi barisan pemain yang cedera, contohnya sangat jelas pada transformasi Fabian Delph. Sebelumnya nama Delph sebagai gelandang jarang terdengar, dia jarang mendepatkan kesempatan bermain karena kalah kualitas dari Fernandinho dan Yaya Toure. Namun, di tangan Guardiola Delph menjelma menjadi solusi permasalahan bek kiri Man City.

Berawal dari cedera Benjamin Mendy yang berkepanjangan, Guardiola mengubah Delph menjadi seorang bek kiri yang dapat memenuhi ekspektasinya. Tercatat Delph sudah diturunkan dalam 15 pertandingan Man City musim ini, kehilangan Mendy pun dapat teratasi dan Man City terus tampil konsisten.

Lebih lanjut, Delph adalah bukti kemampuan hebat Guardiola dalam melihat potensi maksimal setiap pemainnya. Sudah banyak pemain yang memberikan testimoni bahwa Guardiola sudah membuka pikiran mereka soal taktik sepak bola. Para pemain Man City seakan belajar kembali dasar-dasar sepak bola di bawah Guardiola.

"Kami selalu merasa jauh lebih unggul dibanding lawan hanya karena dia amat teliti dalam memberikan informasi dan menjelaskan tugas kami. Bekerja bersamanya seperti belajar selama 10 tahun, saya membandingkannya dengan kuliah di universitas, di level yang sama. Kami tak pernah berhenti belajar sehari pun," ungkap kapten Man City Vincent Kompany.

Pernyataan senada juga diucapkan oleh Leroy Sane: "Dia langsung mengkritik saya sejak awal. Dia memberi tahu saya bagian mana saja yang harus saya kembangkan. Dan setiap kali saya membuat kesalahan, dia berkata, 'anda harus mencobanya seperti ini' dan saat saya mencoba melakukannya sesuai dengan instruksi dia, saya sadar bahwa itu benar-benar membantu saya."

 

5 dari 5 halaman

Baru Sekali Kalah

Manchester City ala Guardiola tersebut berhasil meraih hasil maksimal pada pertandingan-pertandingan penting oleh sebab ketidakstabilan para pesaing di Premier League. Man City pun sejauh ini baru sekali merasakan kekalahan di Premier League berkat aksi trengginas Liverpool.

Sebagai satu-satunya tim yang pernah mengalahkan Man City di Premier League, Liverpool seharusnya juga menjadi salah satu kandidat juara. Tetapi tim asuhan Jurgen Klopp ini masih belum juga menemukan solusi di lini pertahanan mereka yang sangat rapuh. Terlebih, sebagaimana biasanya, Liverpool tampil sangat tidak stabil. Hal ini terbukti dari catatan kemenangan atas tim-tim kuat dan kekalahan atas tim-tim lemah.

Pada sepertiga awal musim, Manchester United dinilai sebagai satu-satunya tim yang mampu menempel ketat Man City. Namun saat Paul Pogba menderita cedera pada pekan ke-10, MU seakan kehabisan bensin dan tak mampu lagi mengejar Man City. Sejak saat itu pula MU gagal kembali ke performa terbaiknya hingga saat ini.

Chelsea dengan status juara bertahan justru tampil buruk musim ini, tim asuhan Antonio Conte itu terpuruk di posisi kelima klasemen sementara Premier League dan berpeluang melewatkan tiket Liga Champions musim depan. Chelsea tak pernah sekalipun meraih hasil baik dari Man City musim ini, bahkan pada pertemuan kedua mereka, para pemain Chelsea mendapat hinaan karena bermain anti-football demi menjaga harga diri.

Selain itu, Chelsea juga dilanda masalah internal oleh sebab perselisihan Antonio Conte dengan jajaran direksi. Cone mengeluhkan pembelian pemain yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Bahkan, Conte juga disukan memiliki masalah pribadi dengan beberapa pemain di antaranya David Luiz.

Tottenham Hotspur juga dinilai layak menjadi salah satu tim yang bisa merepotkan Man City. Skuat yang nyaris sempurna dan didukung dengan pelatih muda kaya taktik, Mauricio Pochettino, membuat Spurs menjadi salah satu tim terkuat di Premier League musim ini yang menyuguhkan permainan menyerang atraktif.

Namun, karena Spurs belum pernah meraih gelar juara, kurangnya pengalaman mereka dinilai menjadi salah satu faktor yang merugikan. Para pemain Spurs yang belum pernah mengangkat trofi dianggap masih belum memilki mental kuat yang dibutuhkan untuk menjadi juara.

Satu klub lain yang harusnya mampu tampil apik, Arsenal, justru kian terpuruk musim ini. Terpaan isu 'Wenger Out' sejak musim lalu menghadirkan awan mendung ketidakpercayaan terhadap Arsene Wenger yang terus menaungi Arsenal. Bagi sebuah tim sepak bola profesional, ketidak percayaan tentunya dapat menjadi virus yang mematikan.

Arsenal juga digerogoti isu Mesut Ozil dan Alexis Sanchez yang mulai tidak betah, terbukti nama terakhir yang disebut akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Manchester United. Singkatnya, Arsenal saat ini sedang berada di ambang akhir sebuah era, dan bersiap untuk membangun era baru.

Enam klub yang dilabeli The Big Six tersebut sejatinya memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Dan Manchester City berhasil mengatasi kelemahan tersebut dan memanfaatkan setiap kelebihan mereka untuk dijadikan modal mendominasi sepak bola Inggris. Jadi, sudah siapkah menyambut juara baru Premier League? (bola/dre)

Sumber: www.Bola.net