Liputan6.com, Jakarta - Michael Robinson merupakan bagian dari generasi emas Liverpool saat meraih treble winner 1984 lalu. Puncak kesuksesan The Reds kala itu dicapai saat merebut European Cup, kompetisi paling elite antarklub Eropa yang saat ini dikenal sebagai Liga Champions.
Namun, kerja keras para pemain nyaris berakhir kelabu. Kecerobohan yang dilakukan Robinson membuat Liverpool hampir saja pulang tanpa membawa trofi.
Seperti apa kisahnya?
Advertisement
Baca Juga
Perjuangan para pemain Liverpool dalam merebut gelar ini tidak mudah. Sebab, Robinson dan rekan-rekannya harus berhadapan dengan AS Roma di markasnya, Stadio Olimpico.
Robinson tidak main sejak menit pertama. Robinson baru menggantikan Kenny Dalglish akhir-akhir laga di mana kedua tim masih sama-sama kuat 1-1. Dalam duel ini, Liverpool unggul lebih dulu lewat gol Philip Neal. Namun Roma membalasnya lewat Pruzzo.
Tekanan demi tekanan terus dirasakan oleh para pemain Liverpool. Suporter AS Roma yang dikenal sangat fanatik bahkan tidak membiarkan mereka tidur nyenyak di Holiday Inn. Sepanjang malam sebelum pertandingan, tifosi Roma membuat keributan agar para pemain The Reds tidak bisa tidur. Tentu saja dengan tujuan agar mereka tidak fit saat hari H.
Tetap imbang di babak tambahan, pertandingan akhirnya dilanjutkan lewat adu penalti. Ini merupakan final European Cup pertama yang harus ditentukan lewat para penembak jitu.
"Selama musim-musim sebelumnya, kami sering kalah lewat adu penalti. Kami melakukannya 15 kali dan hanya mencetak skor 5 saja. Jadi kami sangat tertekan secara mental," kata Robinson dalam wawancaranya dengan media Spanyol AS, 23 Mei 2018.
Celakanya, para pemain Liverpool ternyata tidak berlatih penalti sebelumnya. Bahkan Robinson belum sekalipun melakukannya selama latihan jelang duel melawan Roma.
Beruntung, Liverpool akhirnya berhasil memenangkan babak tos-tosan itu. The Reds menang dengan skor 4-2 dan berhak membawa pulang trofi si Kuping Besar. Ini menjadi gelar ketiga Liverpool pada musim itu setelah sebelumnya mejuarai Liga Inggris dan Piala Liga.
Tekanan Belum Berhenti
Kemenangan ini tentu segera disambut gembira oleh seluruh pemain dan ofisial tim. Begitu juga dengan suporter Liverpool yang hadir di Stadio Olimpico. Meski kalah jumlah dari suporter tuan rumah, fans The Reds tidak ragu bersorak merayakan kemenangan timnya.
Namun tekanan dari suporter tuan rumah juga tidak kalah hebatnya. Sebagian dari mereka bahkan mulai berbuat anarkis. "Kami bermain di depan 80 ribu pendukung tuan rumah. Suporter kami yang kalah jumlah keluar lebih dulu. Jadi saat mengitari stadion merayakan kemenangan, hanya tersisa pers karena suporter lawan memilih keluar juga," katanya.
"Saya dan Daglish terpilih untuk tes doping. Saat kami kembali, kami lihat bus sudah diserang. Mereka melempari bus dengan berbagai benda. Para pemain terpaksa bersembunyi di balik meja di antara kursi. Itu sangat brutal. Bus tetap diserang dalam perjalanan."
Advertisement
Ketinggalan Trofi
Kengerian yang dialami segera sirna saat tiba di hotel. Para pemain kemudian larut dalam euforia kemenangan dan keberhasilan meraih treble winner. Menurut Robinson, pesta terus berlangsung seakan tiada hentinya. Para pemain dan ofisial lalu berfoto dengan trofi.
"Awalnya para pemain Skotlandia, lalu masing-masing pemain. Selanjutnya saya tidak ingat. Terakhir istriku, Chris dan saya dipercaya membawa trofi dari hotel ke pesawat," katanya.
Awalnya tugas tersebut berjalan mulus. Namun saat check in di bandara keesokan harinya, Robinson memutuskan untuk mampir di toko bebas pajak di bandara Fiumicino. Dia rencananya ingin membeli tembakau sebagai oleh-oleh bagi ibunya tercinta. Setelah itu, dia dan istrinya kemudian masuk ke pesawat bersama pemain-pemain lainnya. '
"Saat tiba di dalam saya bertanya kepada istri saya,'Di mana pialanya?'" kata Robinson.
Sadar piala tidak bersamanya, Robinson panik. Dia ternyata meninggalkannya di bandara.
"Jantung saya mau copot. Saya berlari sekencang mungkin untuk mengambilnya. Syukurlah, ternyata masih ada di sana, tepat di sebelah kasir. Bisakah Anda bayangkan seandainya kami tiba di Liverpool tanpa trofi itu," kenang pria yang kini berusia 59 tahun tersebut.
Liverpool kembali berksempatan meraih trofi yang sama musim ini setelah pasukan Jurgen Klopp berhasil melaju ke final Liga Champions 2018. Ini merupakan satu-satunya trofi yang mungkin dimenangkan Liverpool musim ini. Namun untuk itu, Mohamed Salah dan kawan-kawan harus mampu mengalahkan Real Madrid di Kiev, Ukraina, Sabtu (26/5/2018).
Saksikan juga video pilihan di bawah ini: