Jakarta - Bintang Timnas Inggris, Raheem Sterling, bercerita soal perjalanan hidupnya yang berliku hingga saat ini. Piala Dunia 2018 jadi momen penting bagi winger Manchester City itu.
Masa kecil sang pemain penuh persoalan. “Ketika berumur dua tahun, ayah saya dibunuh. Hal itu merubah hidup saya. Tidak lama setelah itu, ibuku membuat keputusan berani meninggalkan saya dan adik di Jamaika. Ia pergi ke Inggris agar dia bisa mendapatkan gelarnya dan memberi kami kehidupan yang lebih baik," ujar Sterling.
Saat usia lima tahun baru keluarga Sterling boyongan ke London.
Advertisement
"Kami pindah ke London agar bisa kembali berkumpul bersama, dan hal itu menyulitkan karena budaya di sana sangat berbeda dari apa yang biasa saya lakukan. Kami juga tidak punya banyak uang. Ibuku selalu memastikan kami memiliki apa yang kami butuhkan, tetapi hidup tidak selamanya indah," cerita Raheem Sterling ke The Players’ Tribune.Â
"Ibu saya bekerja sebagai pembersih di beberapa hotel untuk menghasilkan uang tambahan sehingga dia bisa membayar kuliahnya. Saya tidak akan pernah lupa bangun jam lima pagi sebelum sekolah dan membantunya membersihkan toilet di hotel di Stonebridge," timpalnya lagi.
Saat usia belia, Raheem Sterling sempat ingin mencoba peruntungan seleksi di Akademi Arsenal, namun batal. Ia kemudian memulai karier sepak bolanya di Queens Park Rangers.
Sterling telah mengungkapkan bagaimana Arsenal adalah salah satu klub pertama yang ingin mengontraknya, tetapi ibunya punya pandangan berbeda.
“Fulham menginginkan saya. Arsenal menginginkan saya. Dan ketika Arsenal menginginkan Anda, tentu saja Anda berpikir Anda harus pergi ke sana. Klub terbesar di London, kurang apa lagi coba? Jadi saya berkeliaran memberitahu teman saya, Saya berangkat ke Arsenal!"
“Namun bbu berkata, 'Jika Anda pergi ke sana, akan ada 50 pemain yang sama baiknya dengan Anda. Anda hanya akan menjadi barisan angka. Anda harus pergi ke suatu tempat di mana Anda dapat bekerja dengan cara Anda.' Dia meyakinkan saya untuk pergi ke QPR, dan itu mungkin keputusan terbaik yang pernah saya buat. Di QPR, membantu permainan saya berkembang," kata pemain kelahiran 8 Desember 1994 itu.
Memasuki usia 15 tahun Raheem membuat keputusan penting pindah ke Liverpool. Kini ia merasakan kesuksesan di klub kaya raya, Manchester City.
“Seluruh misi saya adalah untuk mendapatkan kontrak yang tepat sehingga ibu dan saudara perempuan saya tidak perlu stres lagi. Pada hari ketika saya membelikan ibu saya sebuah rumah, itu mungkin yang paling bahagia yang pernah saya alami."
 “Jika ada yang pantas bahagia dengan segala pencapaian ini, dia adalah ibuku. Dia datang ke negara ini tanpa bermodal apa-apa. Ia pergi ke sekolah kemudian membersihkan kamar mandi serta mengganti seprai, sekarang dia jadi direktur panti jompo. Dan putranya bermain untuk Timnas Inggris di Piala Dunia," ujar pesepak bola bertinggi badan 170 cm itu.
Sumber: Bola.com
Â