Liputan6.com, Jakarta Sang favorit juara dunia Brasil terpaksa pulang kandang lebih cepat setelah Belgia mengalahkan mereka 1-2 dalam perjalanan memperebutkan satu tempat ke semifinal, melawan Prancis nanti.
Gol bunuh diri Fernandinho dan gol menawan Kevin De Bruyne sudah cukup menghentikan impian negara Amerika Selatan itu, meskipun Renato Augusto menciptakan sebuah gol mempesona untuk Brasil.
Bagaimana bisa tim asuhan Roberto Martinez tampil lebih baik melawan Brasil? Ini empat alasannya, versi ESPN.
Advertisement
Perubahan taktik
Martinez membuat kejutan dengan menurunkan sejak awal Marouane Fellaini dan Nacer Chadli. Dua gelandang ini pula yang mengubah irama permainan Belgia sewaktu menang melawan Jepang pada 16 Besar. Dengan menurunkan mereka sejak awal menggantikan dua gelandang berorientasi menyerang Yannick Carrasco dan Dries Mertens, Belgia jelas melakukan perubahan dalam pendekatan bermain.
Dengan cara ini, Martinez mengubah tumpuan formasi ke tiga bek menjadi 4-3-3 yang lebih solid di mana Romelu Lukaku digeser ke sisi kanan, Eden Hazard di kiri dan Kevin De Bruyne berada di tengah memerangkan false nine atau gelandang serang yang berlaku sebagai striker.
Ketiga pemain ini kerap sering menciptakan ruang yang membuat Belgia bisa menciptakan ancaman nyata untuk melancarkan serangan balik, sedangkan Fellaini melindungi pertahanan bersama Chadli dan Alex Witsel. Pertukaran ini membuat playmaker De Bruyne bisa leluasa menusuk lebih dalam ketimbang saat dia melawan Jepang di mana saat itu dia kerap terlalu jauh dari gawang lawan.
Kompak
Martinez memuji timnya yang kompak menafsirkan taktiknya di lapangan. Dan kesatuan tim serta keinginan untuk bekerja bersama ini sudah diwanti-wanti sebelum laga melawan Brasil oleh kapten Vincent Kompany yang saat itu dia berkata Belgia harus kompak agar menang melawan talenta Brasil yang lebih individual.
Berbagi gol, tidak individualis
Sembilan gol Belgia pada Piala Dunia 2018 sejauh ini diciptakan oleh pemain-pemain berbeda (kecuali gol bunuh diri). Hanya Italia pada 2006 dan Prancis pada 1982 (masing-masing 10 pemain) yang melampaui pencapaian mereka.
Romelu Lukaku adalah contoh sempurna mengenai pemain yang tidak individualis. Dia tak saja menciptakan gol, tetapi juga bekerja untuk tim, merancang gol, dan mengganggu bek sayap-bek sayap Brasil.
Kecemerlangan individual
Perlu lebih dari sekadar kerja keras untuk menghentikan Brasil, tapi juga perlu pemain-pemain yang secara individual memang cemerlang. Belgia memiliki semua syarat itu. Mereka punya De Bruyne yang gocekan-gocekannya memaksa pemain Brasil melanggarnya, sedangkan Lukaku sangat tajam di mulut gawang dan menjadi pemicu serangan balik nan cepat.
Sedangkan Hazard mendribel bola sampai 10 kali yang merupakan terbanyak pada pertandingan melawan Brasil itu, sehingga tujuh kali menghadapi pelanggaran lawan. Mereka juga punya Thomas Meunier yang disiplin menjaga Neymar, Toby Alderweireld yang sukses menghalau 10 upaya gol dan Thibaut Courtois yang beberapa kali melakukan penyelamatan sempurna
Keberuntungan
Di luar semua faktor itu, Dewi Fortuna berpihak kepada Belgia. Thiago Silva nyaris menciptakan gol setelah sepakannya membentur tiang gawang Belgia. Demikian juga Paulinho gagal menuntaskan peluang emas pada menit 10, sedangkan Gabriel Jesus gagal menyamakan kedudukan padahal sudah dalam posisi bersih untuk memasukkan bola ke gawang lawan. Belgia juga terhindar dari kemungkinan dua tendangan penalti. (Antaranews/Jafar M Sidik)
Â