Sukses

HEADLINE: Prancis Layak Juara Piala Dunia 2018, Aplaus Meriah untuk Kroasia

Prancis sukses mengalahkan Kroasia 4-2 di final Piala Dunia 2018.

Liputan6.com, Moskow - Siklus 20 tahun juara baru Piala Dunia ternyata tak berlaku di Rusia. Buktinya, Kroasia yang digadang-gadang mampu menjaga siklus yang telah bertuah sejak Piala Dunia 1958 itu, tak berdaya di hadapan Prancis.

Di final Piala Dunia 2018, di Stadion Luzhniki, Moskow, (15/7/2018), Kroasia dihantam Prancis 2-4. Les Bleus, julukan Prancis, tampil jadi juara dunia untuk kedua kalinya, setelah tahun 1998, saat Piala Dunia digelar di tanah mereka.

Jelang final, Kroasia memang digadangkan bakal tampil jadi juara, sesuai dengan siklus 20 tahunan. Pasalnya, sejak 60 tahun lalu, selalu lahir juara dunia baru di setiap kelipatan 20 tahun penyelenggaraan Piala Dunia.

Dimulai dengan Brasil di Piala Dunia 1958. Kemudian diikuti oleh Argentina di tahun 1978 dan Prancis di Piala Dunia 1998. Tapi, ya itu tadi. Di hadapan Prancis, yang diasuh Didier Deschamps, Kroasia memang tak berdaya. Tak tampak lagi, kegarangan mereka saat melumat Argentina 3-0 atau menghentikan pasukan muda Inggris 2-1 di semifinal Piala Dunia 2018.

Alhasil, pelatih Zlatko Dalic pun harus rela melihat gawang tim asuhannya tiga kali dibobol Prancis melalui Antoine Griezmann, Paul Pogba, dan Kylian Mbappe, plus gol bunuh diri Mario Mandzukic. Sementara Kroasia cuma mampu dua kali membalas melalui Mandzukic dan Ivan Perisic.

Namun begitu, Kroasia tetap mendapat aplaus meriah lantaran penampilan gemilang mereka di Rusia. Maklum, sejak awal tak banyak yang menduga negara dengan populasi sekitar 4,1 juta jiwa ini bisa melangkah sedemikian jauh.

Kiprah tim asuhan Zlatko Dalic ini memang memberikan hiburan tersendiri. Penampilan mereka atraktif, kolektivitas kuat didukung dengan individu-individu dengan skill mumpuni. Sebelum kaki mereka sampai ke final Piala Dunia 2018, Vatreni tak tersentuh kekalahan.

Lolos ke final sendiri, merupakan sejarah bagi Kroasia. Sebelumnya, paling bagus, prestasi mereka adalah menembus semifinal Piala Dunia 1998 di era Davor Suker dan kawan-kawan.

Wajar, di negaranya, Mandzukic dan kawan-kawan tetap dielu-elukan sebagai pahlawan. Presiden Kroasia, Kolinda Grabar-Kitarovic, memberikan apresiasi khusus.

Kolinda menyebut, Kroasia bahkan sudah jadi pemenang, sebelum pertandingan final lawan Prancis. "Mereka telah memenangkan hati kami, rakyat Kroasia," ujar wanita cantik, yang sejak semifinal Piala Dunia 2018 selalu menyaksikan laga Vatreni di stadion.

2 dari 4 halaman

Modric Pemain Terbaik

Di Rusia, Kroasia juga bukan tak mendapat apresiasi. Gelandang andalan sekaligus kapten mereka, Luka Modric, didaulat sebagai Pemain Terbaik dan meraih Golden Ball.

Modric memang begitu bersinar sepanjang turnamen. Pemain Real Madrid ini memimpin lini tengah Kroasia bak seorang dirigen. Caranya mengatur tempo permainan dan mengalirkan bola menjadi kelebihan pemain berusia 32 tahun itu.

Ketahanan mental serta stamina ditunjukkan Modric bersama rekan-rekan setimnya. Pengalamannya bermain di level tinggi sangat membantu Kroasia. Tak heran, pujian pun banyak dilayangkan kepadanya.

"Bermain di Piala Dunia sangat sulit. Dan dia memainkannya seperti hal normal. Baginya seperti berdansa," ujar mantan bintang Brasil, Ricardo Kaka.

3 dari 4 halaman

Prancis Pantas Juara

Di sisi lain, Prancis pantas tampil menjadi yang terbaik. Di Rusia, Paul Pogba dan kawan-kawan tampil begitu konsisten. Performa mereka di final juga menunjukkan kelas mereka lebih baik dibanding Kroasia.

"Kami memang tidak menunjukkan permainan yang sangat hebat, tapi kami menunjukkan kualitas mental yang bagus," ujar pelatih Prancis, Didier Deschamps, selepas laga final.

Penyerang muda Prancis, Kylian Mbappe, disematkan penghargaan FIFA Young Player alias Pemain Muda Terbaik. Sebuah gelar yang pantas mengingat kontribusi pemain berusia 20 tahun itu untuk Les Bleus.

Bukan hanya sebiji gol yang dia cetak ke gawang Kroasia, melainkan performanya secara umum di Piala Dunia 2018, yang membuatnya jadi pemain termuda kedua yang cetak gol di final Piala Dunia, setelah legenda Brasil, Pele. Mbappe, tak bisa disangkal jadi salah satu sosok penentu sukses Prancis jadi juara.

Total, empat gol dicetak Mbappe di Rusia. Jumlah itu hanya terpaut dua gol dari Harry Kane, penyerang Inggris yang jadi pencetak gol terbanyak di Piala Dunia 2018.

Bahkan, performa gemilang Kylian Mbappe di Piala Dunia 2018 membuat Pele ingin kembali merumput. "Jika Kylian Mbappe terus menyamai catatan saya seperti ini, saya mungkin membersihkan sepatu saya lagi yang penuh debu," ujar Pele, yang kini berusia 77 tahun, di akun Twitter pribadinya.

4 dari 4 halaman

Kontroversi VAR

Namun, Piala Dunia 2018 bukan hanya cerita tentang aksi-aksi gemilang para bintang serta permainan ciamik yang dipertontonkan tim-tim pemenang. Melainkan juga munculnya banyak kritik dan cibiran terkait penggunaan Video Asisstant Referee (VAR) untuk pertama kalinya di Piala Dunia.

VAR adalah teknologi rekaman video secara instan yang digunakan untuk membantu wasit dalam menentukan pelanggaran, handball, bahkan untuk mengesahkan sebuah gol dalam pertandingan. Akibatnya, sepak bola seperti kehilangan "sentuhan kemanusiaan"-nya, dan berubah jadi sebuah permainan yang pragmatis.

VAR disebut-sebut telah menghilangkan drama-drama yang kerap tercipta di setiap perhelatan Piala Dunia. Drama-drama yang membuat sebuah edisi Piala Dunia memiliki kekhasan sendiri dan diingat sepanjang masa.

Untuk wasit, keberadaan VAR tentu saja sangat membantu. Ketua Komisi Wasit FIFA, Pierluigi Collina, menyebut, VAR telah membuat akurasi keputusan wasit di Piala Dunia meningkat 99,3 persen!

"Tentu, 100 persen lebih baik. Tapi, 99,3 persen adalah sesuatu yang sangat, sangat mendekati sempurna," ujar pria berkepala plontos itu seperti dikutip Sky Sports.

Hanya masalahnya, VAR sendiri ternyata juga menimbulkan jejak masalah. Hingga akhirnya, begitu banyak penalti yang diberikan wasit berdasar petunjuk VAR yang tak memiliki "perasaan".

Termasuk gol kedua Prancis ke gawang Kroasia yang dicetak Antoine Griezmann lewat tendangan penalti. Penalti tersebut diberikan wasit Nestar Pitana berdasarkan petunjuk VAR, yang menganggap Ivan Perisic melakukan hand ball di kotak penalti Kroasia pada menit ke-37.

Padahal, dalam menentukan apakah itu hand ball atau bukan, harus ada "rasa" dari wasit untuk menilainya, tak melulu lantaran bola menyentuh tangan outfield player. Untung, Dalic cukup bijak menanggapinya. Padahal, gol tersebut disebut-sebut sebagai pemicu kekalahan pasukannya, yang membuat pemain Kroasia jatuh mentalnya.

"Ini hanya masalah penilaian penalti. Bagaimana pun, saya menghargai VAR. Itu bagus untuk sepak bola," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini: