Jakarta - Legenda tinju Indonesia, Nico Thomas, mengungkap dua masalah utama yang membuat Indonesia mengalami penurunan prestasi dari cabang olahraga tinju di Asian Games. Masalahnya adalah dari mental atlet dan juga pemilihan pelatih.
Cabang olahraga tinju Indonesia sempat berjaya di Asian Games. Tercatat sudah tiga medali emas, delapan perak, 13 perunggu dipersembahkan petinju Tanah Air.
Baca Juga
Advertisement
Namun, keran medali cabang olahraga tinju di Asian Games tertutup sejak terakhir pada 1998. Ketika itu, Hermansen Ballo dan Willem Papilaya menyumbang medali perak dan yang terakhir buat Indonesia di Asian Games.
Nico Thomas menilai, para atlet yang mewakili Indonesia di Asian Games belakangan seperti kehilangan daya juang. Mental yang lemah membuat medali yang didambakan tak kunjung datang.
"Pertama, semua itu balik lagi ke tiap-tiap individu petinju. Sebagai petinju ya harusnya lebih giat berlatih lagi. Jangan mudah menyerah dan jangan cepat berpuas diri," kata Nico Thomas kepada Bola.com di Tangerang, Rabu (25/7/2018).
Nico Thomas juga berpendapat sosok pelatih memiliki peran penting dalam sukses tidaknya seorang atlet. Juara dunia tinju kelas terbang mini versi IBF 1989 itu meminta induk olahraga tinju agar tidak asal-asalan menunjuk pelatih.
"Kedua, yang melatih atau pelatihnya itu harusnya betul-betul mantan atlet yang berprestasi. Supaya apa? Supaya petinju yang latihan itu termotivasi untuk menjadi seperti pelatihnya. Kalau pelatihnya yang asal usulnya tidak jelas dan tiba-tiba jadi pelatih, kan kasihan petinjunya. Ya minimal pelatihnya pernah berprestasi di Asian Games," ujar Nico Thomas.
Tinju dibebani target satu medali emas di Asian Games 2018. Beban tersebut akan dipikul oleh Mario Blasius Kalli (kelas 49 Kilogram), Aldoms Suguro (52 Kilogram), Sunan Agung Amoragam (56 kilogram), Farrand Papendang (60 kilogram), Libertus Gha (64 kilogram), dan Sarohatua Lumbatobing (69 kilogram).
Sumber: www.bola.com