Liputan6.com, Jakarta - Peran Sekolah Sepak Bola (SSB) di Indonesia diyakini sudah tak bisa diragukan lagi. Sejak mulai menjamur pada 1993 lalu, SSB kini menjadi fondasi untuk membangun Timnas Indonesia di masa mendatang.
Menurut Ketua Asosiasi Sekolah Sepak Bola Indonesia (ASSBI) dan Manajer EDF La Liga Academy, Taufik Jursal Efendi, SSB menjadi solusi untuk mengikis salah satu masalah di sepak bola Indonesia yaitu terbuangnya usia emas untuk belajar (Golden Age of Learning). Usia emas untuk belajar sepak bola seharusnya sudah dimulai sejak dini atau 8 tahun.
Advertisement
Baca Juga
"Banyak anak-anak yang baru belajar sepak bola saat usia 12 tahun. Saat ini, street soccer sudah tak bisa jadi panutan lagi. Coba lihat negara yang mengandalkan sepak bola jalanan seperti Brasil dan Argentina, saat ini sulit menjadi juara Piala Dunia lagi," katanya kepada Liputan6.com.
Lebih lanjut dikatakannya, hilangnya talent atau pemain usia dini sepak bola Indonesia dapat terbantu dengan hadirnya SSB. Pelatih sekaliber Danurwindo, Fachri Husaini dan Indra Sjafri bisa menjadi talent scout yang memantau perkembangan pemain-pemain dari SSB.
"Saatnya pelatih-pelatih SSB jadi tulang punggung yang membantu Indonesia mencari pemain untuk Road to Olimpiade 2024 dan Road to World Cup 2034. Saat ini semua mengarah ke sepak bola yang memakai sport science. Pemain muda harus dibiasakan pandai membaca permainan dan mencari solusinya," kata penggiat sepak bola usia muda ini.
"Sepak bola saat ini mengacu ke Spanyol dimana segala hal soal strategi permainan sudah diajarkan sejak usia muda. Pemain sepak bola tidak hanya dituntut pandai secara skill tapi juga punya intelejensia yang bagus dalam membaca permainan."
Taufik menjelaskan, PSSI saat ini sudah memberikan pedoman berbentuk Filanesia atau Filosofi Sepak Bola Indonesia. Dalam buku pedoman ini sudah tercantum hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk pembinaan sepak bola usia muda.
Â
Liga Sudden Death
Penerapan Filanesia akan dilakukan saat Indonesia Junior Sudden Death League digelar di lapangan Simprug Pertamina, 20-21 Oktober nanti. Liga Junior Sudden Death ini merupakan liga yang diperuntukkan untuk melatih pemain U-11 (2008) dan U-13 (2006) untuk terbiasa melakukan penalti.
"Kompetisi ini tak akan ada hasil draw. Setiap kali hasil imbang langsung penalti dan ada 5 orang penendang penalti," kata Taufik.
Ide Liga Junior Sudden Death Indonesia ini juga mendapatkan dukungan dari eks Timnas Indonesia Junior di Piala Dunia 1978, David Sulaksmono. Dia mengatakan, program melatih khusus penalti oleh pelatih sebenarnya sudah diberikan sejak zaman dahulu.
"Saat saya masih main di Jayakarta FC, penalti itu ada di latihan khusus dan menjadi keharusan dari pelatih. Bahkan latihan penalti diberi beban, kalau masuk diberikan sesuatu dan kalau tidak masuk disanksi. Itu agar pemain melakukan penalti dengan sungguh-sungguh," kata David.
Sebagai pemanasan jelang Liga Junior Sudden Death, peserta akan disuguhi program Golden Age of Learning pada 12 Oktober di lapangan Saelan Football Academy, Kemang.
"Target dari Indonesia Junior Sudden Death League yaitu mencari 33 pemain seleksi untuk U-11 yang akan dipersiapkan jadi pemain-pemain memiliki karakter dan teknik dalam menghadapi sepak bola modern. Mereka nantinya akan berlatih 2x seminggu di Saelan Football Academy," ujar Taufik Jursal.
Mantan pemain timnas Indonesia seperti Berti Tutuarima akan membantu menjadi talent scout pada Indonesia Junior Sudden Death League Indonesia nanti. Dia akan menganalisis 33 pemain yang mendapatkan beasiswa dari Saelan Football Academy.
Advertisement