Jakarta Jose Mourinho sempat dikabarkan akan segera merapat ke Real Madrid. Media di Eropa bahkan menyebut Mourinho sedang menuju Madrid untuk mengambil alih posisi yang dipegang Santiago Solari.
Namun pada Senin (11/3/2019) lalu, media di Eropa dikejutkan dengan ditunjuknya Zinedine Zidane sebagai pengganti Santiago Solari. Jose Mourinho pun terpaksa masih menjadi pengangguran.
Baca Juga
Advertisement
Rumornya kedatangan Mourinho ke Madrid diprotes dua pemain senior Madrid, Karim Benzema dan Sergio Ramos. Mereka merasa sang mentor bisa mendatangkan masalah baru di El Real.
Bicara soal prestasi, tak ada orang yang meragukan kualitas pelatih asal Portugal tersebut. Namun, di balik cerita suksesnya Jose Mourinho adalah figur yang kerap memicu kontroversial.
Kondisi itu membuat banyak klub beken berfikir ulang untuk memakai jasa The Spesial One. Terakhir saat meninggalkan Manchester United, banyak cerita tak enak berhembus.
Berikut ini fakta-fakta yang membuat Real Madrid ngeri mempekerjakan Jose Mourinho. Simak detailnya di bawah ini:
Siklus Tiga Tahunan
Jose Mourinho punya reputasi sebagai pelatih jempolan. Mou selalu menghadirkan gelar kepada semua klub yang pernah ditanganinya.
Akan tetapi di balik cerita sukses itu, Mourinho memiliki kutukan yang sulit dihindari, yakni siklus buruk musim ketiga.
Biasanya di musim ketiga menangani tim, klub asuhan Mourinho grafik prestasinya merosot.
Ambil contoh saat menangani Chelsea di periode pertama (2004-2007). Di dua musim awal, Chelsea menjadi jawara Liga Inggris. Akan tetapi di musim ketiga (2006-2007), Jose gagal memberikan trofi tersebut kepada publik Stamford Bridge.
Hal yang sama juga berlaku saat Mourinho menangani Real Madrid. Di musim kedua, Mourinho memberikan trofi Liga Spanyol bagi Madrid. Akan tetapi di musim ketiga, Madrid gagal merebut satu pun trofi, sehingga akhirnya Mou dipecat.
Terakhir di Manchester United. Setan Merah yang musim lalu jadi runner-up Premier Lague, musim ini mendadak jadi tim ayam sayur.
Advertisement
Hobi Parkir Bus
Jose Mourinho dikenal sebagai pelatih berfilosofi pragmatis. Ia tidak mempermasalahkan timnya bermain buruk, asalkan meraih kemenangan. Sayangnya, strategi tersebut kurang tepat dijalankan di era sepakbola modern seperti saat ini.
Pelatih-pelatih top seperti Pep Guardiola, Jurgen Klopp dan Zinedine Zidane justru menerapkan strategi menyerang. Karena itu, strategi andalan Mourinho dinilai sudah ketinggalan zaman.
Real Madrid yang selama ini dikenal sebagai tim atraktif jelas berfikir ulang mendatangkan kembali Jose Mourinho.
Â
Doyan Ribut dengan Pemain
Jose Mourinho dikenal sebagai pelatih yang punya ego tinggi. Nakhoda asal Portugal itu terkenal bertangan besi yang bisa menerima kritikan orang lain.
Di sisi lain ia dikenal sering membuka aib anak asuhnya ke publik. Hal ini membuat banyak pemain tidak merasa nyaman.
Di Manchester United Mourinho sempat cekcok dengan gelandang termahal dunia, Paul Pogba. Demikian pula saat di Real Madrid. Ia sempat berkonfrontasi dengan Sergio Ramos.
Advertisement
Sering Konflik dengan Pelatih Lain
Jose Mourinho dikenal sebagai pelatih yang jago memainkan psywar. Jelang pertandingan ia sering kali menyindir pelatih lain yang menjadi rivalnya.
Ketika Man United takluk 0-3 dari Tottenham Hotspur di putaran pertama Premier League 2018-2019, Mourinho menghina Mauricio Pochettino. Ia menyebut Pochettino sama sekali belum memiliki trofi Liga Inggris, berbeda dengan dirinya yang telah memenangi tiga gelar.
Sebelumnya Mourinho pernah terlibat konflik dengan pelatih lain. Sebut saja Antonio Conte, Arsene Wenger, Pep Guardiola, dan Rafael Benitez. Mereka tersinggung dengan pernyataan-pernyataan The Spesial One yang terkesan mengecilkan kemampuan manajerial.
Kaku dalam Taktik
Jose Mourinho dikenal sebagai pelatih yang getol memainkan strategi 4-2-3-1. Formasi ini menyajikan kesuksesan di Chelsea, Inter Milan, dan Real Madrid. Sayangnya, saat zaman berubah ia tak beradaptasi.
Saat pelatih-pelatih lain berevolusi dengan taktik bermain baru, Mou tetap ngeyel memainkan strategi usangnya.
Kalaupun ia terpaksa memainkan strategi di luar kebiasaan bukan karena faktor kemauan beradaptasi, tapi lebih pada keterpaksaan. Tim asuhannya sedang minim pemain atau ia dikritik media. Tak terlihat kemauan untuk mendalami strategi-strategi baru.
Advertisement