Sukses

Jatuh Bangun Putri Bob Marley Bangkitkan Timnas Putri Jamaika

Kegemaran Bob Marley terhadap sepak bola mengantar putri tertuanya, Cedella Marley, menjadi sosok penting bagi kebangkitan timnas putri Jamaika.

Liputan6.com, Jakarta - Selain musik reggae, sepak bola menjadi warisan Bob Marley kepada keluarganya. Kelak, kegemaran terhadap olahraga sebelas lawan sebelas itu mengantar putri tertuanya, Cedella Marley, menjadi sosok penting bagi kebangkitan timnas putri Jamaika. 

Reggae Girlz, demikian timnas putri Jamaika dijuluki. Untuk kali pertama, tim besutan Hue Menzies tersebut bakal tampil pada Piala Dunia Prancis 2019. Reggae Girlz menyusul langkah timnas putra yang duluan lolos ke putaran final Piala Dunia 1998. 

Tidak seperti langkah tim putra, perjuangan timnas putri Jamaika penuh perjuangan. Dipandang sebelah mata sebelum akhirnya bangkit berkat sentuhan Cadella Marley. 

Seperti dilansir ESPN, semua bermula dari selebaran yang mengusik Cedella di suatu siang tahun 2014 lalu. Saat itu, putranya, Skip membawa pulang selebaran yang didapatnya dari pelatih sepak bola di sekolahnya. Isinya, penggalangan dana untuk membangkitkan kembali timnas putri Jamaika yang sudah bertahun-tahun mati suri. 

Cadella terkejut melihat selebaran itu. Cadella yang selama ini mengelola label rekaman dan  yayasan peninggalan Bob Marley bernama Tuff Gong segera mencari kebenarannya. Dia menelepon sejumlah pihak untuk menanyakan langsung perihal timnas putri Jamaika. 

Jawaban yang didapat Cadella justru membuatnya semakin kaget. Sebab ternyata, Reggae Girlz sudah empat tahun vakum karena federasi sepak bola Jamaika memotong anggarannya. Federasi lebih fokus pada timnas putra yang dianggap lebih menjanjikan. 

Timnas putri junior memang masih ada. Tapi level senior sama sekali tanpa pemain.

Cadella sebenarnya tinggal di luar Jamaika. Namun mendengar kabar itu, hatinya mendidih. Wanita berusia 51 tahun itu tergerak membantu menghidupkan kembali Reggae Girlz.  

"Orang-orang berkata tidak untuk (wanita) dan itu tanpa alasan yang jelas. Semakin saya terlibat lebih dalam, semakin saya merasakan kemarahan," kata Cadella kepada ESPN. 

Cadella Marley pun turun tangan. Dia melakukan sejumlah panggilan dan mulai mengumpulkan pemain-pemain yang sempat tercerai-berai. Dia juga menggalang dana bagi Reggae Girlz dan tampi pada pertandingan-pertandingan yang menegangkan. Mereka pun berusaha bertahan meski dihantui perasaan kalau mimpi mereka juga kelak akan tetap mati.

Dalton Wint, Sekjen Federasi Sepak Bola Jamaika, pesimistis. "Mereka adalah pioner," kata Dalton Wint, Sekjen Federasi Sepak Bola Jamaika. "Mereka akan menderita," katanya. 

 

2 dari 3 halaman

Cari Dana Lewat Lagu

Cadella sadar besarnya tantangan yang dihadapi bersama timnas putri Jamaika. Sebab di negaranya, permainan ini kadung dianggap milik pria. Karena itu tidah heran bila Federasi Sepak Bola Jamaika memutuskan untuk menghapus timnas putri dari program mereka. 

"Saya pikir lebih tertarik melihat wanita-wanita berbikini dan baju tenis ketimbang sepatu dan perlengkapan sepak bola lainnya," ujar Cadella tertawa saat berbincang dengan ESPN.

Cadella tidak melebih-lebihkan. Pengalaman ini sungguh dirasakan oleh salah seorang pemain timnas Putri Jamaika, Sashana Campbell. Gelandang gaek itu bertahun-tahun harus bermain dengan pria karena tidak ada kesempatan masuk tim elite wanita. 

Kondisi ini memaksa Cadellla memutar otak dalam membangun timnas putri Jamaika. Pada musim panas 2014 lalu, Reggae Girlz ikut ambil bagian pada kualifikasi Piala Dunia 2015. Padahal saat itu, Timnas putri Jamaika sama sekali tidak punya rangking di FIFA. Mereka juga hampir tidak pernah mengikuti pertandingan-pertandingan kualitas sebelumnya. 

Namun tujuan utamanya bukan prestasi, tapi lebih kepada mengenalkan tim putri Jamaika. 

Cadella mengucurkan dana yang tidak sedikit untuk proyek ini. Selain itu, Cadella juga menggalang dana dengan merilis lagu berjudul 'Strike Hard' saudara laki-lakinya, Stephen dan Damian Marley. Kampanye Indie-gogo yang menyertainya memberi Reggae Girlz cukup uang untuk terbentuk kembali meskipun, Cadella sadar pemasukan itu masih jauh dari ideal.

Untuk menghemat pengeluaran, pemain terpaksa mencuci pakaiannya sendiri. Mereka juga memakai mobil tua sebagai bus tim. Jadwal latihan hanya satu atau dua kali sepekan. Selebihnya para pemain libur dan kembali kepada pekerjaan masing-masing. Dengan anggaran minim, tradisi tukar kaus usai pertandingan tidak pernah dilakukan para pemain. 

"Orang-orang akan berkata, 'bisakah saya dapat jersey?' dan saya akan bilang, 'saya tidak punya lagi untuk saya!'," kata Campbell. "Kami harus mengembalikannya lagi ke federasi, perlengkapan latihan, jersey, dan apapun itu," kata Campbell menambahkan.  

Dengan segala kekurangannya, Reggae Girlz tidak tampil buruk sepanjang musim panas itu. Mereka menang telak 6-0 atas Martinique sebelum akhirnya kalah dari Kosta Rika lewat duel ketat. Bahkan di laga terakhir babak penyisihan grup, Reggae Girlz sempat memimpin atas Meksiko sebelum akhirnya dipaksa menyerah 3-1 dan gagal melaju ke putaran final. 

Setahun kemudian, tim berusaha tapi gagal lolos ke Olimpiade Brasil 2016. Meski demikian, Cadella dan Reggae Girlz tidak berkecil hati. Sebab sepanjang sejarah belum sekalipun timnas putri Jamaika lolos Piala Dunia maupun Olimpiade. Mereka sudah senang bisa bersaing. Namun saat melihat ada celah untuk bangkit, cobaan berat justu kembali datang. 

Pada 2016, federasi sepak bola Jamaika kembali membubarkan timnas wanita. 

 

 

3 dari 3 halaman

Buah Kerja Keras

Keputusan ini tidak melemahkan Cadella. Sebaliknya, Cadella semakin gigih memperjuangkan Reggae Girlz tetap eksis. Segala upaya dilakukannya. Dengan koneksi yang dimiliki, Cadella coba meminta bantuan dari kenalan-kenalannya.

Dia kemudian mengontak dan meminta salah seorang seniman ternama, Alessandra Lo Savio yang juga pemilik Alacran Foundation sebagai kontributor utama. Selanjutnya dia mengontak Hue Menzies, yang baru berhenti dari pekerjaan di perusahaan finansial dan memintanya menjadi pelatih penuh di timnas putri Jamaika yang telah dibentuk kembali. 

 

Tidak ada anggaran sama sekali dari federasi. Dengan demikian, Menziez yang mengelola akademi sepak bola di dekat Orlando harus bekerja secara sukarela alias gratisan.

"Keluarga Marley, ketika mereka mengambil sesuatu pasti akan berjalan," kata Menziez.

Dengan kehadiran Menziez, Cadella mulai mundur tertaur. Langkah ini dilakukan agar sorot kamera tidak lagi mengarah kepadanya, tapi menyasar para pemain seperti Bunny dan Campbell ataupun Konya Plummer dan pemain muda berbakat seperti Jody Brown.

Cadella ingin memperlihatkan kalau Reggae Girlz bisa mandiri tanpa menyertakan embel-embel Marley. Meski demikian, bukan berarti Cadella sama sekali melupakan Reggae Girlz. Setiap pertandingan, dia selalu mendapat laporan mengenai semua yang terjadi di lapangan. 

Cobaan belum berhenti. Saat tampil di berbagai negara, timnas putri Jamaika tidak jarang dijahili tuan rumah. Makanan mereka pernah diracuni agar tidak fit untuk bertanding. Namun dalam kondisi kelaparan dan kehausan, para pemain masih mampu memenangkan laga. 

Perjuangan Cadella dan para pemain akhirnya membuahkan hasil. Reggae Girlz berhasil melaju ke babak semifinal 2018 CONCACAF Women's Championship. Menghadapi Panama, timnas putri Jamaika akhirnya menang lewat drama adu penalti sekaligus melaju ke Piala Dunia 2019.

Momen dramatis ini disakasikan Cadella lewat layar televisi di garasi rumahnya. "Itu pengalaman yang rasanya seperti di awang-awang," kata Cadella mengenang momen itu. 

 

Â