Jakarta- Timnas Indonesia membuat fans Garuda kecewa karena tersingkir di penyisihan Piala AFF 2018. Bima Sakti saat itu disebut-sebut gagal total untuk mewarisi strategi Luis Milla yang tak melanjutkan kontraknya di Indonesia.
Simon McMenemy didatangkan PSSI untuk memperbaiki keadaan. Wajar jika masyarakat kecewa. Pasalnya Timnas Indonesia yang ditukangi Alfred Riedl di Piala AFF 2016 berstatus runner-up turnamen. Selepas itu, Tim Garuda asuhan Luis Milla tampil memesona di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Di tangan Bima performa timnas melorot.
Baca Juga
Seputar Timnas Indonesia di Piala AFF 2024: Pertahanan Kurang Kokoh dan Chemistry Belum Terjalin
Cadangan yang Terabaikan, Ini Pemain Timnas Indonesia yang Belum Dimainkan oleh Shin Tae-yong di Piala AFF 2024
Eliano Reijnders Kembali Perkuat PEC Zwolle, Jadi Kesempatan untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri
Keputusan PSSI menunjuk dirinya gegabah, mengingat jam terbang sebagai pelatih kepala Bima amat minim. Walau selama dua tahun terakhir ia jadi asisten Luis Milla.
Advertisement
Simon datang untuk mengembalikan trek timnas. Pelatih asal Skotlandia itu, beberapa tahun terakhir berkecimpung di dunia sepak bola Indonesia. Ia sukses mengantar klub kuda hitam Bhayangkara FC juara Liga 1 2017.
Start Simon lumayan bagus di awal masa tugasnya. Di tiga uji coba internasional, Timnas Indonesia mengantungi dua kemenangan. Melawan Myanmar, timnas menang 2-0. Bersua Vanuatu Evan Dimas dkk. unggul 6-0.
Hanya tetap ada catatan, saat meladeni Yordania, Tim Merah-Putih asuhan Simon kalah 1-4.
"Saya butuh waktu untuk membangun soliditas Timnas Indonesia. Laga uji coba hanya bagian mencobai pemain, hasil akhir pertandingan bukan target utama," ujar Simon.
Target Simon adalah Kualifikasi Piala Dunia 2022 yang juga sekaligus menjadi Kualifikasi Piala Asia 2023.
Dan mengawali Kualifikasi Piala Dunia 2022 Grup G, Timnas Indonesia kalah 2-3 melawan Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (5/9/2019) malam. Hasil negatif yang tak diharapkan, jika melihat sejarah panjang rivalitas kedua negara di persaingan sepak bola internasional.
Timnas Indonesia tampil bagus di babak pertama, dengan keunggulan 2-1. Namun, begitu memasuki paruh kedua situasi berubah. Malaysia mendikte permainan Indonesia. Skor berbalik di pengujung laga.
Bola.com memberi catatan berkaitan performa Timnas Indonesia saat berhadapan dengan Malaysia. Simak detailnya di bawah ini:
Sistem Bola Direct
Simon melakukan perubahan sistem permainan Timnas Indonesia secara draktis. Jika di era Luis Milla dan Bima Sakti timnas bermain dalam tempo lambat dengan penekanan operan pendek merapat ala Spanyol, sekarang Tim Merah-Putih bermain lebih direct (langsung) ala-ala kebanyakan negara Britania Raya.
Sistem permainan ini dipakai Alfred Riedl dan berjalan cukup baik. Di mana saat transisi bertahan ke menyerang, pemain belakang langsung menyodorkan umpan-umpan jauh yang dimakan dua sayap sisi ofensif.
Saat menghadapi Malaysia, skenario model ini cukup berjalan baik di babak pertama. Alberto Goncalves mencetak gol lewat bantuan dua duo winger, Andik Vermansah dan Saddil Ramdani.
Mobilitas duet sayap, Andik Vermansah-Saddil Ramdani, membuat permainan menyerang Timnas Indonesia lebih variatif pada paruh pertama laga.Â
Keduanya jadi sosok yang berani memegang bola dan kemudian melakukan aksi dribel untuk menusuk ke jantung pertahanan Malaysia. Pasokan bola-bola silang yang mereka geber kerapkali menghadirkan kepanikan di poros belakang Harimau Malaya.
Peran keduanya pun amat krusial saat melakukan permainan menyerang kombinasi dengan Beto dan Stefano. Andik dan Saddil seperti tahu benar menempatkan bola daerah buat Beto serta Stefano.
Permainan keduanya lebih hidup karena lini pertahanan Malaysia banyak memunculkan area kosong. Jarak antarbek terlalu renggang. Ditambah lagi bek-bek Malaysia lemah di kecepatan.
Â
Â
Advertisement
Sistem Permainan Lini Depan yang Menjanjikan
Alberto Goncalves kembali menujukkan kapasitasnya sebagai mesin gol andalan Timnas Indonesia. Semenjak jadi bagian Tim Merah-Putih asuhan Luis Milla di Asian Games, striker Brasil berusia 34 tahun itu konsisten mencetak gol-gol penting bagi timnas.
Saat menghadapi Malaysia, Beto bermain dinamis. Ia tidak statis berada di tengah. Bomber kelahiran 31 Desember 1980 itu, seringkali bergerak ke sisi melebar kanan dan kiri untuk memecah konsentrasi bek-bek Malaysia.
Saat Beto bermain melebar, Stefano Lilipaly selalu siap sedia menutup posisi kosong yang ditinggalkan koleganya.
Sejak jadi bagian Timnas Indonesia di Piala AFF 2016, pemain yang satu ini selalu dimaksimalkan memainkan banyak peran. Ia selalu tampil sama bagus sebagai gelandang serang, sayap, penyerang bunglon.
Lilipaly bisa sedikit tenang untuk naik karena duo gelandang tengah, Zulfiandi dan Evan Dimas, bermain solid melapis pertananan.
Sayang memasuki babak kedua, Beto dan Lilipaly jarang mendapat pasokan bola sehingga mereka mati kutu.
Â
Sistem Tiga Bek yang Tak Berjalan Mulus
Simon membuat kejutan dengan menduetkan Hamsamu Yama dan Manahati Lestusen di jantung pertahanan Timnas Indonesia. Ia memilih menyimpan bek kaya pengalaman, Victor Igbonefo.
Sistem pertahanan Timnas Indonesia yang digeber Simon agak unik. Skema dasar 4-2-3-1 seringkali berubah menjadi 3-4-3.Â
Timnas Indonesia bermain dengan sistem tiga bek, Hansamu, Manahati, dan Ricky Fajrin. Bek sayap kanan, Yustinus Pae sering didorong membantu serangan.
Pada babak pertama, para bek bisa mengawal lini pertahanan dengan baik, karena Malaysia tidak dalam posisi menekan. Begitu babak kedua situasi berubah.
Tim Harimau Malaya bermain lebih ofensif. Trio bek Timnas Indonesia seringkali dibuat keteteran menghadapi tekanan bertubi-tubi, terutama dari sisi kanan pertahanan yang ditinggalkan Yustinus Pae.
Kondisi diperparah saat Ricky Fajrin ditarik keluar karena cedera. Penggantinya Ruben Sanadi yang secara harafiah merupakan bek sayap, kesulitan bermain sebagai stoper. Dua gol terakhir Malaysia lahir karena keroposnya sisi kiri pertahanan Tim Merah-Putih.
Advertisement
Duet Gelandang Bertahan yang Tak Ideal
Pakem formasi dasar 4-2-3-1 menempatkan duet Evan Dimas dan Zulfiandi di area gelandang bertahan. Mereka jadi sosok pertama yang diharapkan bisa menyetop laju serangan Malaysia dari sektor tengah.
Keduanya tampil mobil di babak pertama, namun begitu stamina habis situasi menjadi tak terkendali. Keputusan Simon menarik Zulfiandi dan menggantikannya dengan Rizky Pellu dipertanyakan.
Keseimbangan sisi defensif lini kedua tetap tak tercapai, karena Evan Dimas sejatinya tidak kuat bermain bertahan. Situasinya akan lain jika Pellu yang berduet dengan Zulfiandi.
Malaysia pun cukup cerdik membaca situasi. Mereka tak memaksakan diri menyerang dari area tengah, tapi cenderung memberi tekanan di dua sisi sayap, di mana dua sisi ini sering bolong ditinggal Ruben Sanadi dan Yustinus Pae.
Kondisi bisa beda jika dua gelandang bertahan mau bermain agresif melebar untuk menghambat pergerakan lini ofensif Harimau Malaya.
Â
Kiper yang Tengah Ada di Level Permainan Terbaik
Suka atau tidak harus diakui Timnas Indonesia kehilangan besar sosok Kurnia Meiga. Kiper yang menderita sakit misterius merupakan pengawal gawang utama Tim Merah-Putih yang tangguh, terutama menghadapi persaingan level Asia Tenggara.
Andritany Ardhiyasa sejatinya bukan kiper buruk. Sejak 2011, ia merupakan pelapis urnia Meiga, baik di level timnas U-23 maupun senior.
Dibanding Meiga, Andritany punya kelemahan dalam membaca permainan. Ia seringkali salah mengambil keputusan. Hal itu tampak jelas di laga Timnas Indonesia melawan Malaysia.
Kiper Persija itu jadi kambing hitam dua gol terakhir Malaysia. Pergerakannya yang salah membuat gawang Tim Garuda dengan mudah dijebol kubu lawan.
Agak mengherankan juga Simon McMenemy memainkannya sebagai penjaga gawang utama. Performa Persija Jakarta tengah merosot di Liga 1, Andritany jadi salah satu pemain berapor jelek di Tim Macan Kemayoran.
Disadur dari Bola.com (Penulis/Editor: Ario Yosia, published 7/9/2019)
Advertisement