Sukses

Hristo Stoickov, Mesin Gol Milik Barcelona Sebelum Era Lionel Messi

Hristo Stoickov pernah menjadi mesin gol andalan Barcelona sebelum Azulgrana menemukan bakat istimewa d diri seorang Lionel Messi. Simak kisah pemain legendaris ini.

Liputan6.com, Barcelona- Hristo Stoickov pantas disebut sebagai legenda di Barcelona. Klub asal Katalunya itu pantas berterima kasih kepada penyerang asal Bulgaria itu berkat gol yang pernah ditorehkan.

Eks pelatih Barcelona, Johan Cruyff merekrutnya pada 1990. Penampilannya yang gemilang bersama CSKA Sofia dan Timnas Bulgaria membuat Cruyff yakin untuk membawanya ke Barcelona.

Awalnya, Stoickov memang tidak menunjukkan prestasi dengan Barcelona. Dia malah membuat sensasi karena menginjak kaki wasit pada leg pertama Piala Super Spanyol melawan Real Madrid. Ini membuat dia diganjar larangan bermain selama dua bulan. Bukan sebuah impresi yang bagus.

Sejak itu, dia pun dikenal sebagai pemain yang temperamental. Untunglah, Stoichkov punya bakat yang istimewa sehingga bisa menutupi sifatnya yang kerap berapi-api saat berada di lapangan.

Dia mencetak 118 gol selama 7 musim di Barcelona. Dia juga menjadi fondasi bagi Johan Cruyff yang sukses merebut gelar juara La Liga selama empat musim beruntun pada 1990/1991 sampai 1993/1994.

Karena ketajamannya di Barcelona ini, dia pun mendapatkan julukan El Pistolero. Julukan ini kini disematkan kepada Luis Suarez di Barcelona, meski striker Uruguay itu juga kerap dijuluki "Si Gendut". Meledak-ledak seperti pistol, julukan ini memang pantas didapatkan Stoichkov di masa itu.

Bersama Barcelona dia bergelimang prestasi dan trofi. Di Barcelona juga dia tumpahkan hati dan pikiran hingga kini meski berada di klub lain. Kecintaan Stoichkov kepada Barcelona tak pernah luntur.

Bakatnya yang istimewa ini mengingatkan publik kepada Lionel Messi di Barcelona sekarang. Bedanya, Messi tipikal pemain yang jauh dari kontroversi dan pembawaannya sangat tenang baik di lapangan maupun di luar lapangan.

Inilah yang tidak dimiliki Hristo Stoickov semasa di Barcelona. Dia malah cenderung mencari-cari lawan akibat permainannya yang terkadang terlalu kasar.

Egonya begitu tinggi. Bahkan saat dia meraih gelar Ballon d'Or pada 1994, dia menyamakan dirinya seperti Jesus.

"Hanya ada dua Jesus. Yang pertama main di Barcelona, sedangkan satunya lagi di surga," ujarnya.

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

Duet dengan Romario

Stoichkov tipikal pemain kreatif yang selalu diinginkan setiap klub. Soalnya, dia punya gaya bermain yang cepat, penuh determinasi dan garang saat menggunakan kaki kirinya.

Dia sebenarnya diposisikan sebagai striker. Namun dia juga pandai menjadi playmaker, apalagi dia mengenakan nomor 8, nomor yang biasa dipakai seorang gelandang serang.

Selama 5 musim di Barcelona, duetnya bersama Romario sering membuat ngeri lawan. Dominasi mereka sulit dihentikan sejak keduanya tampil bersama di musim 1993/1994 dan awal 1994/1995.

Ada momen dimana penampilan Stoickov-Romario membuat lawan bergidik. Itu terjadi pada 2 November 1994 saat Barcelona membantai Manchester United (MU) 4-0.

"Kami benar-benar dibantai di sini. Pada akhirnya, ini menjadi pengalaman yang penuh arti bagi kami karena sadar kualitas kami masih di bawah mereka," ujar pelatih MU, Sir Alex Ferguson kala itu seperti dikutip Four Four Two.

Dalam pertandingan itu, Romario dan Stoichkov sama-sama mencetak gol. Sebulan setelah pertandingan itu, Stoickhov meraih gelar Ballon d'Or. Dia juga menjadi top scorer di Piala Dunia 1994 kala Bulgaria menembus semifinal.

"Kami tak bisa meredam kecepatan Stoickhov dan Romario. Mereka suka tiba-tiba muncul, itu pengalaman baru," kata Ferguson.

Sayang di balik kehebatan duet Romario dan Stoickhov, tersimpan egoisme yang besar. Keduanya tak bertahan lama di Barcelona karena bentrok dengan sang pelatih, Johan Cruyff. Stoichkov pun kerap dijuluki si susu basi atau Mala Leche kala itu karena perangainya yang kerap meledak.

3 dari 3 halaman

Anti Real Madrid

Kala bersitegang dengan Barcelona dan Cruyff, Stoichkov membuat kubu Real Madrid pasang radar. Mereka ingin memanfaatkan kekisruhan antara Stoickhov dengan Barcelona.

Namun Stoichkov bukanlah pengkhianat. Meski temperamental, dia bisa manfaatkan popularitasnya untuk meraih hati para cule, fans Barcelona. Seperti disebutkan sebelumnya, dia sudah terlalu cinta dengan Barcelona.

Ketertarikan Real Madrid pun langsung ditampiknya. Bahkan kebencian Stoickhov terhadap Real Madrid terkesan terlalu berlebihan. Debutnya di El Clasico diwarnai dengan aksi saat dia menginjak wasit sehingga dilarang tampil selama dua bulan.

Dia selalu mengobarkan bara-bara perang terhadap Real Madrid bahkan sampai sekarang. Saat melatih Timnas Bulgaria, dia sempat menendang bocah berusia 7 tahun gara-gara berkostum Real Madrid.

"Setiap laga melawan Real Madrid seperti hidup dan mati buat saya," ujar Stoichkov.

Kontroversi menjadi bagian dari hidup Stoichkov. Meski begitu, dia bisa mempersembahkan 5 trofi La Liga pada 1990/1991,1991/1992, 1992/1993,1993/1994 dan 1997/1998.

Dia meraih trofi Liga Champions pada 1992 dan Piala Super Spanyol sebanyak tiga kali pada 1992, 1994 dan 1996. Piala Super Spanyol juga mengisi lemari trofinya pada 1992 dan 1997.

Piala Raja dan Piala Winner juga berhasil dipersembahkannya pada 1996/1997 yang menjadi masa-masa akhirnya bersama Barcelona. Sempat hijrah semusim ke Parma pada 1995/96, tapi kecintaannya membuat dia selalu pulang ke Barcelona pada 1996/1997 dan 1997/1998.

Cerita di Barcelona merupakan cerita tersukses di kariernya. Setelah itu, dia tak bisa lagi berbuat banyak di sepak bola termasuk kala menjadi pelatih. Dia selalu gagal dan hanya masa-masa itu yang membuatnya dikenang. Dan yang pasti, Barcelona selalu ada di pikiran Stoichkov.