Sukses

Timnas Indonesia di SEA Games 1991 dan 2019 Punya Kemiripan

Ada satu kemiripan Timnas Indonesia di SEA Games 1991 dan 2019. Apa yang mirip antara Timnas Indonesia jadul dan Timnas Indoneia U-22?

Manila- Timnas Indonesia U-22 sudah menanti emas di SEA Games selama 28 tahun. Kesempatan untuk mengakhiri dahaga gelar dapat terwujud hari ini. Ya, Timnas Indonesia level usia 22 tahun tinggal mengalahkan Vietnam pada partai final di Rizal Memorial Stadium, Manila, Selasa (10/12/2019).

SEA Games 1991 adalah terakhir kalinya Timnas Indonesia membawa pulang medali emas. Skuat Anatoli Polosin berhasil mengalahkan Thailand 4-3 melalui babak adu penalti setelah bermain kacamata sepanjang laga.

Rizal Memorial Stadium menjadi saksi keperkasaan Timnas Indonesia di SEA Games 1991. Polosin adalah faktor terbesar mengapa Aji Santoso dan kawan-kawan tampil memukau sepanjang perhelatan.

Pria berdarah Rusia ini mengedepankan kekuatan fisik ketimbang sepak bola indah yang pernah diturunkan pelatih asal Belanda, Wiel Coerver, untuk Timnas Indonesia pada era 1970-an.

Saat masa persiapan menuju SEA Games 1991, Polosin menempa fisik Timnas Indonesia dengan keras. Selama tiga bulan, fisik seluruh pemain digenjot dengan materi latihan di luar batas kemampuan para pemain. Pemain sampai muntah-muntah dan kabur dari pemusatan latihan menjadi pemandangan lumrah kala itu.

Ketika itu, Polosin menilai Timnas Indonesia tidak bisa berbicara banyak karena kondisi fisik yang tidak memadai. Ia mengasah dengan metode "Shadow Football". Satuan Tugas (Satgas) Pelatihan Nasional (Pelatnas), Suntadi Djajalana, sempat mengaku ada perdebatan ketika Timnas Indonesia digembleng begitu keras.

"Ketika itu, kami memang dipersiapkan jauh-jauh hari. Hampir tiga bulan. Ada sesi latihan selama tiga kali dalam sehari selama dua pekan kalah tidak salah. Sangat luar biasa. Waktu itu fisiknya sangat luar biasa. Maklum, pelatih dari Eropa Timur jadi mengandalkan fisik," kata penyerang Timnas Indonesia di SEA Games 1991, Widodo C. Putro kepada Bola.com.

"Waktu itu sepak bola memang mengandalkan power. Beda dengan sekarang. Selain power, ada taktikal dan kombinasi. Kalau dulu, yang penting bisa lari dan itu yang ditempa," ujar Widodo.

Kesaksian Kas Hartadi mirip dengan Widodo. Wingback Timnas Indonesia di SEA Games 1991 ini mengatakan, kunci keberhasilan timnya ada di kekuatan fisik. Para pemain seakan tak pernah lelah untuk berlari dan mengejar bola karena stamina yang memadai.

"Menurut saya, kami waktu itu dalam persiapan kerja keras sekali. Kalau fisik tak bagus, bisa keteteran sama Thailand di final, karena fisik bagus, kami bisa imbangi permainan Thailand dan kami lebih beruntung di babak adu penalti," tutur Kas Hartadi kepada Bola.com.

2 dari 2 halaman

Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2019: Fisik Oke, Taktikal Apik

Gaya latihan Polosin sedikit diadopsi oleh pelatih Timnas Indonesia U-22, Indra Sjafri. Setiap akan mengarungi sebuah turnamen, fisik para pemain digembleng di Bukit Senayan, Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

Latihan fisik ala Indra Sjafri berbuah gelar Piala AFF U-22 2019 pada Februari lalu. Tapi, Timnas Indonesia U-22 malah gagal lolos ke Piala AFC U-23 setelah rontok di babak kualifikasi pada Maret 2019.

Indra Sjafri kembali intens menggeber latihan fisik di Bukit Senayan sebelum Timnas Indonesia U-22 turun di SEA Games 2019.

"Anak-anak bermain dalam sembilan hari dan akan ada lima pertandingan. Betapa ketatnya. Namun, setelah nanti lolos grup, ada interval yang agak panjang. Jadi perlu persiapan kondisi fisik pemain yang jauh lebih siap dari sebelumnya," kata Indra Sjafri medio Oktober 2019.

Selain latihan fisik, Indra Sjafri juga fokus mengasah taktik. Terbukti, tim berjulukan Garuda Muda itu mampu mengukir 19 gol dan hanya empat kali kebobolan dalam enam laga sebelum final SEA Games 2019.

 

Disadur dari Bola.com (Muhammad Adiyaksa/Wiwig Prayugi, published 10/12/2019)