Sukses

Skuat SEA Games 2019, Generasi Emas untuk Timnas Indonesia

Timnas Indonesia U-22 selangkah lagi merebut medali emas SEA Games 2019. Indonesia harus kalahkan Vietnam di final SEA Games 2019 malam nanti.

Jakarta - Skuat Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2019 bisa dibilang generasi emas pesepak bola Indonesia saat ini. Anak-anak muda ini berpeluang akhiri penantian 28 tahun Indonesia untuk meraih emas di SEA Games 2019.

Penantian itu bakal berakhir kalau Timnas Indonesia U-22 berhasil kalahkan Vietnam pada partai puncak di Rizal Memorial Stadium, Manila, Selasa (10/12/2019).

Di setiap lininya, Indra Sjafri membawa putra terbaik. Di bawah mistar gawang, berdiri Nadeo Argawinata. Kiper nomor satu Borneo FC ini bermodalkan atribut lengkap sebagai penjaga gawang. Postur ideal, potensial, cekatan, dan rupawan tentunya.

Deputi Nadeo adalah Muhammad Riyadi, kiper jebolan Timnas Indonesia U-19 yang punya predikat mirip dengannya.

Empat pemain di depan Nadeo adalah bek dengan prospek cerah. Andy Setyo serta Bagas Adi Nugroho telah kenyang pengalaman di level kompetisi walaupun masih berusia muda.

Asnawi Mangkualam satu di antara bek kanan terbaik Indonesia saat ini. Begitu pula Firza Andika di sisi sebaliknya. Masih berusia 20 tahun, anak Medan ini sempat mampu menembus persaingan di kompetisi Eropa.

Keempatnya dibantu Nurhidayat Haji Haris, alumnus Timnas Indonesia U-19, Dodi Alekvan Djin, dan Rachmat Irianto, anak dari legenda Persebaya Surabaya, Sugiantoro. Nama terakhir malah sesekali diplot sebagai gelandang bertahan.

"Menurut saya, skuat ini harus dibina terus. Dilanjutkan lagi ke timnas senior akan sangat bagus," kata mantan pemain Timnas Indonesia yang berhasil merengkuh medali emas SEA Games 1991, Kas Hartadi kepada Bola.com.

Lini tengah Timnas Indonesia U-22 lebih mewah lagi. Indra Sjafri memadukan dua pemain senior, Zulfiandi dan Evan Dimas dengan gelandang muda berteknik modern, Syahrian Abimanyu.

Patut diingat, Zulfiandi dan Evan tak begitu tua. Keduanya baru berumur 24 tahun. Dua alumnus Timnas Indonesia U-19 ini telah menjadi tulang punggung timnas senior.

"Jangan dibongkar lagi. Ingat Timnas Indonesia U-19 pada 2013. Sekarang banyak yang hilang semua. Padahal, Timnas Indonesia U-19 dulu dianggap merupakan cikal bakal timnas senior. Kalau dibongkar, berantakan lagi. Skuat ini tinggal diteruskan ke timnas senior," imbuh Kas Hartadi seraya memberikan saran.

Lini depan Timnas Indonesia U-22 tak kalah istimewa. Ada Egy Maulana Vikri, pemuda yang sempat disebut sebagai Lionel Messi-nya Tanah Air. Ada pula Saddil Ramdani, winger lincah yang mengadu nasib di Negeri Jiran. Sama-sama berkaki kidal, skill olah bola keduanya begitu memesona.

Tak ada rotan, akar pun jadi. Begitu pepatah yang kirah-kira dipegang teguh oleh Indra Sjafri. Indra memaksa Osvdo Haay berperan sebagai penyerang tengah ketika dilanda krisis striker.

Osvaldo yang terbiasa menyisir sisi sayap, kesetanan ketika diplot sebagai striker. Ia mencetak delapan gol yang menjadikannya pemain tersubur SEA Games 2019 bersanding dengan bomber Vietnam, Ha Duc Chinh.

Selain ketiganya, Indra Sjafri masih punya Muhammad Rafli di bangku cadangan. Pemain serbabisa di Timnas Indonesia U-22 tersebut berposisi asli sebagai gelandang, namun dibiasakan tampil sebagai penyerang oleh pelatih berusia 56 tahun ini.

2 dari 2 halaman

Pujian Perlu, tapi Sewajarnya

Rekan Kas Hartadi di Timnas Indonesia pada SEA Games 1991, Widodo C. Putro mengatakan, para pemain Timnas Indonesia U-22 layak mendapatkan pujian atas keberhasilan menembus babak final. Namun, pelatih Persita Tangerang ini mewanti-wanti agar sewajarnya dalam memberikan sanjungan.

"Tetap harus apresiasi mereka tetapi tidak berlebihan karena bagaimana pun, merema adalah cikal bakal untuk timnas senior.Tapi apa syaratnya? Syaratnya itu ada di kompetisi. Kalau kompetisi bagus, maka pemain-pemain ini nanti akan berkembang. Tapi kalau kompetisinya kurang memuaskan, repot juga," imbuh Widodo kepada Bola.com.

"Sedangkan sekarang, pemusatan latihan tidak seperti dulu yang berkumpulnya dalam tempo lama. Kalau sekarang, bisa seminggu atau dua minggu sebelum bertanding baru kumpul. Itu lagi, kalau kompetisinya lebih bagus tidak masalah. Seperti di luar negeri, di Eropa, di belahan dunia manapun, cukup dua minggu," jelasnya.

Disadur dari Bola.com (Muhammad Adiyaksa/Wiwig Prayugi, published 10/12/2019)

Â