Liputan6.com, California- Helikopter yang menewaskan sembilan orang, termasuk Kobe Bryant dan putrinya, Gianna, di perbukitan Calabasas Minggu (26/1/2020) siang waktu setempat ternyata jatuh dari ketinggian 610 meter. Biro Keselamatan Transportasi Amerika (NTSB) melaporkan helikopter jatuh dari ketinggian 2000 kaki (610 meter) hanya dalam satu menit.
Helikopter dilaporkan masih utuh sebelum membentur tepian bukit. Menjelang kecelakaan, helikopter berada di ketinggian 2300 kaki atau 701 meter.
Saat itulah, kontak mulai hilang meski pilot helikopter sempat memberi tahu dia terbang lebih tinggi untuk menghindari kabut. Sherif di Los Angeles County, Alex Villanueva, pun melaporkan panggilan ke 911 pun tiba dua menit kemudian.
Advertisement
Puing-puing helikopter berserakan di lokasi jatuhnya helikopter. Puing-puing berceceran hingga radius 183 meter. Berdasarkan penelitian NTSB, terungkap fakta-fakta baru penyebab kecelakaan.
Menurut anggota NTSB, Jennifer Homendy, helikopter yang dipakai Kobe Bryant ternyata tidak memiliki sistem pengingat ancaman bukit. NTSB sendiri sudah merekomendasikan alat ini dipakai di helikopter saat terjadi kecelakaan di Galveston Texas pada 2004.
"Tapi dinas perhubungan tak mampu mengakomodasi rekomendasi itu," ujar Homendy, seperti dikutip CNN soal kecelakaan helikopter Kobe Bryant.
Gagal Menghindar
Homendy juga mengatakan, berdasarkan investigasi, helikopter diketahui sudah gagal menghindari gunung dari jarak 6 hingga 9 meter.
"Kecepatan helikopter turun hingga 610 meter per menit. Jadi ini memang benturan yang sangat kuat," ujarnya.
"Penurunan seperti ini sangat tajam. Jadi, landing helikopter juga tidak bisa normal. Dugaan awal helikopter masih utuh sebelum membentur bukit."
Berdasarkan percakapan antara pilot helikopter Ara Zobayan dengan air traffic control saat itu memang kondisi di tempat kecelakaan sangat buruk. Pilot sulit melihat apa pun, sehingga menaikkan ketinggian helikopter.
Advertisement
Dapat Izin
Pilot yang menerbangkan helikopter Kobe Bryant sebelumnya mendapatkan izin khusus bernama SVFR. Izin ini diperlukan saat pilot ingin menerbangkan helikopter di kondisi cuaca buruk.
Pilot terkadang meminta izin ini untuk perjalanan jarak dekat, asalkan mereka terus kontak dengan air traffic control.
"Permintaan izin seperti itu normal, tapi memang tidak direkomendasikan," kata pengamat transportasi, Peter Goelz.