Sukses

Shin Tae-yong, Titisan Anatoli Polosin di Timnas Indonesia

Tegas, keras, dan disiplin. Tiga kata itu menggambarkan karakter Shin Tae-yong sebagai pelatih.

Jakarta- Tegas, keras, dan disiplin. Tiga kata itu paling cocok untuk menggambarkan karakter Shin Tae-yong sebagai pelatih. Pelan-pelan, pria asal Korea Selatan itu mengubah kebiasaan di Timnas Indonesia.

PSSI berharap banyak terhadap Shin Tae-yong. Berlabel pelatih Asia yang pernah berkancah di Piala Dunia, dia dipercaya mengemban peran strategis: manajer pelatih. PSSI sengaja membuat jabatan tersebut untuk mengakomodir keinginannya yaitu membawahi timnas seluruh kelompok usia.

Tugas pertama Shin Tae-yong adalah menggeber pemusatan latihan (training centre) untuk Timnas Indonesia U-19 pada Januari 2020 di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Arsitek berusia 50 tahun ini memanggil 59 pemain.

Pelatnas lalu pindah ke Chiang Mai, Thailand, pada akhir bulannya. Komposisi pemain mengerucut menjadi 28 nama. Wajah-wajah langganan timnas U-19 seperti Beckham Putra Nugraha, Rendy Juliansyah, dan Mochammad Supriadi tersingkir.

Di sini, tabiat Shin Tae-yong perlahan terlihat. Fisik Bagas Kaffa dan kawan-kawan terus digenjot. Dalam sehari, tidak jarang Timnas Indonesia U-19 berlatih tiga kali: latihan di gym, fisik, dan di lapangan.

Hari-hari pertama TC di Thailand, Shin Tae-yong langsung menggelar tes fisik. "Hasilnya, masih jauh dari harapan coach Shin Tae-yong," ujar asisten pelatih Timnas Indonesia U-19, Nova Arianto.

"Jadi kami fokus ke latihan fisik selama TC di Thailand. Kami juga menerapkan latihan cross country atau lari jarak jauh sekitar 5 km untuk terus menggeber kondisi fisik para pemain Timnas Indonesia U-19," terangnya.

Selama di Thailand, Timnas Indonesia U-19 menjalani enam pertandingan uji coba. Hasilnya lima kalah dan sekali menang. Shin Tae-yong bodo amat dengan hasil. Yang dipikirkannya adalah bagaimana meningkatkan kondisi fisik para pemainnya.

"Mau tak mau coach Shin Tae-yong tidak mementingkan hasil. Tapi, sejauh mana kondisi pemain terkait masalah fisik. Fokus kami selama TC di Thailand ini peningkatan fisik pemain untuk mencapai level yang diinginkan coach Shin Tae-yong," jelas Nova.

Pernah dalam sebuah kesempatan setelah ditetapkan sebagai manajer pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong pernah berujar bahwa para pemain Indonesia hanya mampu maksimal bermain selama 70 menit. Namun, setelah TC timnas U-19 di Thailand rampung, dia meralatnya.

2 dari 3 halaman

Pekerjaan Rumah Segunung Shin Tae-yong

Lalu Shin Tae-yong memanggil 34 nama untuk TC Timnas Indonesia pada 13-23 Februari 2020. Mayoritas pemain adalah rekomendasi dari asistennya, Indra Sjafri. Belakangan, Indra Sjafri diangkat sebagai Direktur Teknik PSSI setelah dikabarkan cekcok dengan sang pelatih.

"Secara fisik sangat kurang. Setelah menit ke-20, para pemain terlihat kelelahan. Karena itu di Chiang Mai kami berkonsentrasi meningkatkan kemampuan fisik," tutur Shin Tae-yong.

Program latihan Shin Tae-yong untuk Timnas Indonesia masih sama. Fokusnya tetap di fisik. Namun, dikombinasikan dengan taktik.

Selain itu, Shin Tae-yong juga menyoroti kondisi lainnya. Bahkan sampai menyentuh makanan. Padahal sebagai pelatih, dia tidak perlu sedetail itu. Mantan pelatih Timnas Korea Selatan ini seharusnya hanya memikirkan soal taktik dan strategi. Karena ketidakcakapan pemain dalam menjaga kondisi, mau tak mau Shin Tae-yong harus campur tangan hingga hal yang paling dasar.

"Kami akan buat regulasi untuk pemain Timnas Indonesia, di antaranya ada soal disiplin waktu, makanan, media sosial, dan sebagainya," kata Ketua PSSI, Mochamad Iriawan.

"Shin Tae-yong melihat kondisi fisik pemain. Beliau mempunyai alat ukur yang bisa melihat fisik seorang pemain. Pemain pun ternyata menikmati berlatih di bawahnya," imbuh Iriawan.

Selain membenahi fisik, makanan, taktik, strategi, dan sebagainya, Shin Tae-yong juga geleng-geleng kepala dengan kemampuan kiper di Indonesia. Posisi ini dianggapnya sebagai titik paling lemah.

"Jadi saat briefing sebelum TC, saya sudah membicarakan kepada seluruh pemain bahwa ada masalah di posisi kiper. Jadi dalam TC ini, kami akan fokuskan latihan kepada kiper dan mereka akan lebih banyak mendapatkan porsi latihan dibanding pemain lain," turut Shin Tae-yong.

"Pastinya untuk saat ini, kami akan sangat lelah berlatih dalam TC ini dan kiper-kiper tersebut akan mengucapkan terima kasih karena kualitas mereka meningkat," tambahnya.

Pada TC Timnas Indonesia, Shin Tae-yong memanggil empat penjaga gawang yang meliputi Andritany Ardhiyasa, Nadeo Argawinata, Muhammad Riyandi, dan Adi Satrio.

Pernah dalam suatu kesempatan, di TC Timnas Indonesia, Shin Tae-yong mengibaratkan gerakan para kipernya seperti orang yang telah lanjut usia. "Hey, gerakan kamu seperti kakek-kakek umur 60 tahun. Kamu kan masih muda. Ayo, lebih kuat," ujar Shin Tae-yong.

Di hari terakhir TC, Timnas Indonesia dibantai Persita Tangerang 1-4 dalam sebuah laga uji coba. Shin Tae-yong terlihat geram, namun mencoba menampilkan mimik tenang.

"Kami akui hasil belum berpihak, namun sebenarnya ini proses. Untuk uji coba itu, strategi tidak teraplikasikan. Saya melihat dari segi fisik dan mental serta pemain dalam keadaan lelah," ucap Shin Tae-yong saat itu.

"Sebagai pemain Timnas Indonesia, harusnya bisa lewati dan lawan diri sendiri, tapi kondisi kurang fit jadi laga tak berjalan baik juga. Tapi ke depan ada latihan strategi juga, tidak hanya fisik. Apalagi Persita sudah beberapa bulan latihan dibanding kami yang hanya seminggu,"  lanjutnya.

3 dari 3 halaman

11-12 dengan Anatoli Polosin

Karakteristik Shin Tae-yong seperti 11-12 dengan gaya kepelatihan pelatih Timnas Indonesia di SEA Games 1991, Anatoli Polosin.

Polosin, pelatih bertangan besi asal Rusia, juga merevolusi tradisi Timnas Indonesia. Alih-alih sepak bola indah, pria kelahiran 30 Agustus 1935 ini lebih mengedepankan kekuatan fisik yang pernah diaplikasikan pelatih asal Belanda, Wiel Coerver, untuk timnas era 1970-an.

Saat masa persiapan menuju SEA Games 1991, Polosin menempa fisik Timnas Indonesia dengan keras. Selama tiga bulan, fisik seluruh pemain digenjot dengan materi latihan di luar batas kemampuan para pemain. Pemain sampai muntah-muntah dan kabur dari pemusatan latihan menjadi pemandangan lumrah kala itu.

Ketika itu, Polosin menilai Timnas Indonesia tidak bisa berbicara banyak karena kondisi fisik yang tidak memadai. Dia mengasahnya dengan metode Shadow Football. Satuan Tugas (Satgas) Pelatihan Nasional, Suntadi Djajalana, sempat mengaku ada perdebatan ketika Timnas Indonesia digembleng begitu keras.

"Ketika itu, kami memang dipersiapkan jauh-jauh hari. Hampir tiga bulan. Ada sesi latihan selama tiga kali dalam sehari selama dua pekan kalah tidak salah. Sangat luar biasa. Waktu itu fisiknya sangat luar biasa. Maklum, pelatih dari Eropa Timur jadi mengandalkan fisik," kata penyerang Timnas Indonesia di SEA Games 1991, Widodo C. Putro kepada Bola.com.

"Waktu itu sepak bola memang mengandalkan power. Beda dengan sekarang. Selain power, ada taktikal dan kombinasi. Kalau dulu, yang penting bisa lari dan itu yang ditempa," ujar Widodo.

Kesaksian Kas Hartadi mirip dengan Widodo. Wingback Timnas Indonesia di SEA Games 1991 ini mengatakan, kunci keberhasilan timnya ada di kekuatan fisik. Para pemain seakan tak pernah lelah untuk berlari dan mengejar bola karena stamina yang memadai.

"Menurut saya, kami waktu itu dalam persiapan kerja keras sekali. Kalau fisik tak bagus, bisa keteteran sama Thailand di final, karena fisik bagus, kami bisa imbangi permainan Thailand dan kami lebih beruntung di babak adu penalti," tutur Kas Hartadi kepada Bola.com.

Tempaan keras yang diterapkan Polosin membawa dampak positif. Fisik pemain Timnas Indonesia mengalami peningkatan drastis. Pelatih yang tak mahir berbahasa Indonesia itu bisa membuat pemain berlari menempuh jarak 4 kilometer dalam waktu 15 menit. Standar VO2Max pemain pun sudah sesuai dengan pemain Eropa.

Latihan keras dan taktik yang diterapkan Polosin berbuah manis. Timnas Indonesia menjadi raja Asia Tenggara dengan catatan tak terkalahkan sepanjang SEA Games 1991.

Polosin yang didampingi Vladimir Urin dan Danurwindo itu membawa anak asuhnya mengalahkan Malaysia, Vietnam, Filipina, Singapura, dan menang adu penalti atas Thailand pada laga final. Beberapa pemain muda Timnas Indonesia saat itu juga tampil gemilang dan mencuri perhatian semodel Widodo C. Putro, Rochy Putiray, dan Sudirman.

"Saking capeknya, kami sampai malas mandi. Bahkan pemain seperti Fakhri Husaini hingga Jaya Hartono tidak kuat dan memilih mundur. Saat latihan dengan menaiki gunung, Kas Hartadi sampai menangis. Dia bilang bal-balan opo iki kok pake naik gunung segala," tutur Sudirman, mengenang Polosin.

Disadur dari Bola.com (penulis Hendry Wibowo, Published 5/4/2020)