Sukses

Parma Pernah Berjaya di Italia dan Eropa pada Era 1990-an, Ini Kisahnya

Parma merupakan satu di antara klub Italia yang menorehkan tinta emas pada era 1990-an, bagaimana ceritanya?

Parma- Parma mungkin salah satu klub di Liga Italia yang pernah kehilangan pamornya karena kebangkrutan finansial. Meski begitu, mereka salah satu klub yang memiliki prestasi mentereng di kompetisi domestik maupun Eropa. Kisah sukses Parma diawali pada era 1990-an.

Masa keemasan klub berjulukan I Crociati itu tak lepas dari sosok Nevio Scala. Pria asal Italia tersebut mulai menangani Parma pada musim 1989-1990. Ketika itu, Parma masih berlaga di Serie B.

Berkat tangan dingin Nevio Scala, I Crociati berhasil finis di peringkat keempat klasemen akhir Serie B 1989-1990. Posisi tersebut sudah cukup membuat Parma untuk promosi ke Serie A musim berikutnya.

Berlaga di Serie A 1990-1991, Parma mendapatkan suntikan dana dari perusahaan lokal, Parmalat. Berkat dana yang didapat, Parma memboyong sejumlah pemain untuk memperkuat tim.

Berdasarkan data dari Transfermarkt, I Gialloblu memboyong beberapa nama pada bursa transfer musim panas 1990, mulai dari Claudio Taffarel (Internacional), Tomas Brolin (Norrkoping), dan Georges Grun (Anderlecht).

Kehadiran nama-nama anyar membawa dampak positif terhadap penampilan Parma. Sukses memetik 13 kemenangan, 12 hasil imbang, dan kalah dalam sembilan laga dari 34 pertandingan, Parma finis di peringkat enam klasemen akhir Serie A 1990-1991.

Sejak saat itu, prestasi klub yang identik dengan warna kuning-biru tersebut terus melesat. Strategi yang diterapkan Nevio Scala, plus diperkuat pemain-pemain berkualitas semacam Massimo Agostini, Gianfranco Zola, Fernando Couto, hingga Dino Baggio, membuat Parma berhasil merengkuh empat gelar dari 1991 sampai 1995.

Dari keempat trofi yang direngkuh Parma, tiga di antaranya adalah titel juara di turnamen Eropa, yakni Piala Winners 1992-1993, Piala Super Eropa 1993, dan Piala UEFA 1994-1995.

 

2 dari 3 halaman

Diperkuat Pemain-pemain Muda Berbakat

Setelah Nevio Scala hengkang ke Perugia pada musim panas 1996, Parma menunjuk Carlo Ancelotti sebagai suksesor. Demi mendongkrak performa Parma, Ancelotti merekrut sejumlah pemain muda berbakat ke Stadio Ennio Tardini pada awal musim 1996-1997, mulai dari Fabio Cannavaro (22 tahun), Amaral (23 tahun), dan Hernan Crespo (21 tahun).

Selain itu, Ancelotti juga semakin memercayakan kiper jebolan akademi, Gianluigi Buffon (18 tahun), untuk menempati pos di bawah mistar gawang. Di bawah asuhan pelatih asal Italia tersebut, Parma tampil cukup bagus.

Dari 87 pertandingan di seluruh ajang, Parma meraih 42 kemenangan, 27 hasil imbang, dan menelan 18 kekalahan. Selain itu, Parma juga mampu mencetak 124 gol dan kebobolan 85 gol.

Carlo Ancelotti pernah menangani Parma dari Juli 1996 sampai Juni 1998 (dok. The Sun)

Meski memperlihatkan performa yang tak terlalu buruk, Carlo Ancelotti gagal membawa I Gialloblu meraih satu pun titel juara dari 1996 sampai 1998. Alhasil, dia pun dipecat pada akhir musim 1997-1998, karena Parma finis di peringkat enam klasemen akhir Serie A.

3 dari 3 halaman

Berjaya di Bawah Asuhan Alberto Malesani

Selepas Carlo Ancelotti angkat kaki, manajemen Parma menunjuk Alberto Malesani untuk duduk di kursi pelatih pada 1 Juli 1998. Direksi I Gialloblu kepincut dengan kinerja Malesani ketika menangani Fiorentina. Malesani berhasil membawa I Viola finis di peringkat kelima klasemen Serie A 1997-1998, atau satu level di atas Parma.

Berbekal pemain warisan Ancelotti, ditambah rekrutan anyar, mulai dari Juan Sebastian Veron, Diego Fuser, Alain Boghossian pada musim panas 1998, Alberto Malesani berhasil membawa kejayaan untuk Parma.

Pada musim perdananya sebagai pelatih I Gialloblu, Malesani mengantarkan Parma merengkuh dua titel juara, yakni Coppa Italia dan Piala UEFA 1998-1999.

Pada laga final Coppa Italia, Parma menang atas Fiorentina berkat agresivitas gol tandang (3-3). Sementara itu, pada partai final Piala UEFA di Luzhniki Stadium, 12 Mei 1999, mereka membungkam Marseille dengan skor 3-0.

Parma berhasil menjuarai Piala UEFA 1998-1999 setelah mengalahkan Olympique Marseille dengan skor 3-0, di Luzhniki Stadium, 12 Mei 1999. (AFP/BORIS HORVAT)

Tak berhenti sampai di situ, Alberto Malesani membantu Parma menjuarai Piala Super Italia 1999. Parma sukses mengalahkan kampiun Serie A 1998-1999, AC Milan, dengan skor 2-1 di San Siro, 21 Agustus 1999.

Gelar juara Piala Super Italia menjadi trofi terakhir sekaligus bukti sahih kejayaan Il Grande Parma pada era 90-an.

Sumber: Berbagai sumber

Video Terkini