Jakarta - Terpilihnya Rusia dan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 ternyata masih menyisakan cerita. Departemen Kehakiman Amerika Serikat menuding Rusia dan Qatar menyuap FIFA agar memuluskan langkah kedua negara tersebut menjadi tuan rumah
Amerika Serikat mengklaim memiliki dokumen yang menyebutkan bahwa beberapa pejabat FIFA menerima suap saat pemungutan suara bidding Piala Dunia.
Baca Juga
Erick Thohir Beruntung Pemain Diaspora Yakin pada Proyek untuk Lolos ke Piala Dunia dan Olimpiade
3 Calon Pelatih Asal Belanda yang Bisa Gantikan Pep Guardiola di Manchester City, Siapa Saja Mereka?
Wawancara Reuters kepada Erick Thohir: Timnas Indonesia perlu berada di 9 besar Asia untuk Lolos ke Piala Dunia 2026
Rusia merupakan tuan rumah Piala Dunia 2018 silam, sementara Qatar akan menjadi tempat berlangsungnya Piala Dunia 2022 mendatang.
Advertisement
Qatar menolak tuduhan tersebut. Bersama Rusia, keduanya bersikukuh bahwa keputusan FIFA adalah legal dan absolut.
Lebih jauh, AS menyebutkan ada 45 orang dan beberapa perusahaan ternama yang berkaitan dengan olah raga telah melakukan sedikitnya 90 tindakan kriminal.
Selain itu, ada perputaran uang sekitar 200 juta dolar AS guna memuluskan langkah Rusia dan Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Â
Bantahan Qatar dan Rusia
AS mengacu pada skandal korupsi besar-besaran pada 2015 silam. FIFA pun goyah sehingga presidennya kala itu, Sepp Blatter mundur dari jabatannya.
Qatar menolak tegas 'teori' tersebut. Meski tidak menolak tuduhan adanya skandal korupsi yang menimpa FIFA pada 2015, Qatar mengklaim hal tersebut tak ada hubungannya dengan proses bidding Piala Dunia 2022.
Sementara itu, Rusia hanya menegaskan bahwa keputusan FIFA atas penunjukkan Piala Dunia 2018 adalah murni tanpa adanya intervensi dan suap menyuap.
Sumber: AFP
Disadur dari: Bola.com (penulis Gregah, published 8/4/2020)
Advertisement