Sukses

5 Pelatih Timnas Indonesia Penuh Kontroversi, Termasuk Shin Tae-yong

Selain Shin Tae-yong, sejumlah pelatih Timnas Indonesia diselimuti pro dan kontra dalam karier melatihnya bersama Tim Garuda.

Jakarta - Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong beberapa kali mengkritik pedas kepada anak asuhnya. Satu di antara yang dikeluhkan juru taktik asal Korea Selatan tersebut adalah buruknya fisik pemain Tim Garuda.

Shin resmi ditunjuk sebagai pelatih Timnas Indonesia pada 28 Desember 2019. Mantan arsitek Timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018 itu akan menangani Tim Garuda hingga empat tahun ke depan.

Pada masa awal tugasnya, Shin Tae-yong terlihat tidak puas dengan kondisi kebugaran para pemain Indonesia, yang menurutnya di bawah standar. Ini yang menurut analisisnya membuat performa Tim Garuda memempem di pentas internasional.

"Kalau kekuatan fisik bagus, mental seorang pemain akan ikut kuat, itu yang akan saya benahi jika ingin sepak bola Indonesia bersaing di level asia dan dunia," kata pelatih berusia 49 tahun tersebut.

Dalam wawancaranya bersama PSSI, Shin Tae-yong memberi pesan kepada pemain yang ingin membela Timnas Indonesia. Ia meminta agar pemain mau berkorban apapun.

"Jika ingin menjadi pemain timnas, pertama, pemain harus berkorban untuk tim. Lalu mereka harus berjuang sekuat hati dan tenaga ketika berlaga," ujar Shin.

"Indonesia pasti akan sukses jika memiliki para pemain yang rela sepenuh hati berkorban untuk tim. Seperti mereka yang larinya selangkah lebih dari pemain lainnya, artinya bekerja lebih keras dari yang biasanya. Dengan pola pikir ini, saya percaya kita bisa sukses," tuturnya.

Selain Shin Tae-yong, sejumlah pelatih Timnas Indonesia diselimuti pro dan kontra alias perdebatan dalam karier melatih Tim Garuda. Bola.com mencoba merangkum siapa saja mereka.

Berikut ini adalah lima pelatih Timnas Indonesia yang sarat kontroversi. Kontroversial di sini tidak berarti hanya dalam konteks negatif, melainkan bisa saja aksi-aksi pelatih berikut ini jadi buah bibir berkat kiprah dalam membesut Tim Garuda.

 

2 dari 6 halaman

Anatoli Polosin

Tiba di Indonesia pada 1989, Anatoli Polosin diberi tugas merebut kembali medali emas sepak bola yang lepas di SEA Games 1989 Kuala Lumpur. Hasilnya, pada SEA Games 1991 Manila medali emas benar-benar kembali melingkari leher para pemain Timnas Indonesia.

Semua itu disebut karena metode latihan yang kontroversial. Para pemain ditempa dalam latihan fisik superberat. Bahkan sebuah laporan mencatat para pemain timnas saat itu mampu berlari sejauh empat kilometer dalam waktu 15 menit.

Standar VO2Max para pemain kala itu juga mendekati rata-rata milik pemain Eropa. Tidak heran bila dengan tenaga spartan, skuat Indonesia mampu bermain konsisten selama 120 menit, 90 menit waktu normal dan 30 menit perpanjangan waktu. Adu penalti pun dilalui dengan penuh konsentrasi.

Pada awal pemusatan latihan timnas, para pemain sebetulnya kaget dengan program fisik yang diberikan Anatoli Polisin bersama asistennya, Vladimir Urin dan Danurwindo. Tiga bulan lamanya pemain ditempat latihan tanpa bola, hanya berlari-lari dan terus lari.

Tidak sedikit pemain yang memutuskan keluar dari pelatnas karena tidak tahan dengan latihan fisik yang diberikan pelatih. Bagaimana tidak, selalu saja ada pemain yang muntah-muntah saat menjalani latihan fisik ala Anatoli Polosin.

Dari berbagai berita yang dirangkum, tujuan Polosin memberikan latihan fisik ekstrem itu tidak lain untuk menjamin taktik dan strategi berjalan sesuai rencana. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga atau fisik yang kuat selama lebih dari 90 menit.

Pada akhirnya terbukti program yang diberikan Polosin tidak keliru. Sampai sekarang pun belum ada lagi pelatih yang mampu membawa prestasi buat Timnas Indonesia.

Setelah merasa tugasnya selesai, Polosin kembali ke Rusia, hampir bersamaan dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Pada 1997 Polosin meninggal dunia di Rusia dalam usia 62 tahun. Hingga sekarang, aksi penuh kontroversi Anatoli Polosin dalam membesut Timnas Indonesia masih terus dikenang.

3 dari 6 halaman

Wim Risjbergen

Indonesia pernah memiliki pelatih yang unik. Dibilang unik karena hampir tidak pernah pelatih ini memberikan instruksi dari pinggir lapangan saat pemainnya bertanding. Sebaliknya sang pelatih hanya terus mencatat, mencatat, dan mencatat.

Ya, tidak salah lagi, pelatih itu adalah Wilhelmus Rijsbergen atau Wim Rijsbergen. Pelatih ini berasal dari Belanda yang merupakan mantan asisten pelatih Leo Benhakker tatkala bermain di Piala Dunia 2006 Jerman.

Rijsbergen melatih timnas Indonesia mulai Juli 2011, menggeser posisi Alfred Riedl. Dia dikontrak PSSI yang ketika itu selesai menyelenggarakan KLB di Solo. Dengan pengurus PSSI yang baru, Wim yang sebelumnya melatih PSM Makassar, diangkat jadi pelatih kepala timnas senior.

Penunjukannya langsung membuat penggemar sepak bola nasional penasaran. Tetapi dalam enam bulan masa baktinya, Wim Rijsbergen tidak menghadirkan prestasi.

Ia gagal di babak awal kualifikasi Piala Dunia 2014. Total dalam 11 pertandingan di bawah arahannya, Indonesia mencatat dua kali menang, tiga kali seri, dan enam kali kalah. Semua di pertandingan resmi internasional.

Yang membuat aneh publik Indonesia ketika itu memang Rijsbergen sangat jarang memberi instruksi. Ia justru selalu terlihat asyik mencatat setiap kali kejadian di atas lapangan. Hal itu yang memicu opini negatif publik, ditambah lagi timnas tidak menunjukkan permainan yang mumpuni.

Nada-nada sumbang bermunculan di dunia maya sebagai reaksi ketidakpuasan atas kiprahnya menukangi timnas.

Barangkali satu-satunya prestasi Wim Rijsbergen yang dipandang lumayan adalah hasil seri 0-0 melawan Arab Saudi dalam uji coba di Malaysia. Pelatih yang sekarang berusia 64 tahun ini diberhentikan PSSI pada Januari 2012.

4 dari 6 halaman

Luis Manuel Blanco

Nasib tak menyenangkan dialami Luis Manuel Blanco. Pelatih asal Argentina seolah jadi korban dualisme PSSI tak lama setelah kedatangannya ke Indonesia.

Pada 7 Februari 2013, Blanco, yang kala itu berusia 59 tahun diperkenalkan sebagai pelatih timnas senior dan U-23 dengan kontrak selama dua tahun di bawah kepengurusan PSSI Djohar Arifin Husin.

Pengumuman itu sempat membuat dahi pencinta sepak bola Indonesia mengernyit. Pasalnya, mayoritas fans Tim Garuda tidak mengetahui siapa sosok Luis Manuel Blanco. Rekam jejaknya di sepak bola Asia, khususnya Asia Tenggara, sangat kurang.

Saat dikenalkan, ia sempat disebut pernah jadi pelatih timnas U-20 China. Namun, setelah diusut, hal itu tak terbukti lantaran ia diduga hanya jadi pelatih tim U-20 Beijing.

Kabar yang beredar menyebut bila penunjukan Blanco sebagai buah kerja sama Indonesia-Argentina menyusul kunjungan kerja Presiden Argentina, Cristina Fernandez de Kischner, di Jakarta, medio Januari 2013. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan sosok Duta Besar Argertina untuk Indonesia, Javier Sanz de Urquiza, dalam sesi perkenalan.

Seolah belum cukup, kedatangan Blanco membuat posisi Nilmaizar yang ketika itu masih resmi jadi pelatih timnas, jadi tak menentu. Bahkan, beberapa anggota Komite Eksekutif PSSI mengaku tak tahu-menahu dengan penunjukan Blanco.

Alhasil, sejak awal kedatangan, Blanco sudah diselimuti kontroversi. Meski begitu, janji-janji membawa Timnas Indonesia lolos Piala Asia 2015 dan menjuarai Piala AFF 2014 terucap darinya.

Hanya, kontroversi tak berhenti dalam hal penunjukannya. Saat mulai pemusatan latihan, kejadian kontroversial terjadi. Blanco dan asisten pelatih yang juga berasal dari Argentina, mencoret sebanyak 14 dari 21 pemain yang dianggap melakukan tindakan indisipliner.

Situasi di timnas pun jadi kacau karena pemain menilai sang pelatih tidak memahami kondisi terkini mereka yang baru saja memperkuat klub masing-masing di ISL.

Tak lama menduduki jabatan pelatih kepala timnas, Blanco diberhentikan dan digeser jadi pelatih timnas U-19 setelah Badan Tim Nasional yang ketika itu dipimpin La Nyalla Mattalitti.

Kasus pemecatan Luis Blanco juga penuh kontroversi karena pria kelahiran 13 Desember 1952 itu menunjuk kuasa hukum untuk memproses kasusnya secara hukum. Namun, kasus itu tak berlanjut dan Blanco pulang ke negaranya dengan membawa kenangan pahit.

5 dari 6 halaman

Aji Santoso

Aji Santoso merupakan pelatih ternama yang dimiliki Indonesia. Semasa aktif bermain, ia tidak hanya jadi andalan klub yang dibelanya, melainkan juga pilar Tim Garuda di sektor bek kiri. Salah satu prestasinya adalah mempersembahkan medali emas pada SEA Games 1991.

Selepas gantung sepatu, Aji menekuni dunia kepelatihan. Sejumlah klub pernah dilatihnya hingga ia didapuk menjadi pelatih timnas senior pada 2012. Keputusan penunjukan Aji kala itu cukup mendadak. Pelatih kelahiran 6 April 1970 itu ditunjuk menggantikan Wim Risjbergen yang dipaksa berhenti oleh PSSI karena rentetan hasil buruk di kualifikasi Piala Dunia 2014.

Aji, yang tak punya banyak waktu untuk mengambil alih kendali persiapan tim, harus menerima kenyataan timnas yang diasuhnya digulung 10 gol tanpa balas oleh Bahrain pada 29 Februari 2012. Pada laga itu, Aji juga diusir wasit karena dianggap protes berlebihan.

Kekalahan itu langsung jadi buah bibir pencinta sepak bola nasional. Banyak yang menimpakan kesalahan pada pelatih yang semasa bermain mempersembahkan gelar juara pada Arema, PSM, Persebaya itu. Namun, tak sedikit pula yang memaklumi hasil kontroversial itu disebabkan skuat Merah-Putih tidak didukung kekuatan terbaik imbas dualisme PSSI.

Hanya, kiprah Aji dalam menukangi Timnas Indonesia terbilang lekat dengan kekalahan telak. Semisal ditekuk 0-6 di penyisihan Asian Games 2014 Incheon, Korsel, oleh Thailand.

Kekalahan dengan skor mencolok dari tim sama terjadi lagi, kali ini di SEA Games 2015 Singapura. Di semifinal event multicabang regional Asia Tenggara itu, Timnas U-23 takluk 0-5 dari Thailand. Skor telak sama terulang ketika Tim Merah-Putih berhadapan dengan Vietnam pada perebutan medali perunggu.

Timnas di bawah Aji Santoso juga pernah merasakan kekalahan 1-4 dari Korea Utara (Asian Games 2014), takluk 0-4 dari Korsel (kualifikasi Piala AFC U-23 2015), kandas di tangan Myanmar 2-4 (SEA Games 2015).

Beberapa kekalahan telak yang dialami timnas itu terbilang kontroversial karena jadi pembicaraan penikmat sepak bola Tanah Air. Menariknya, Aji juga pernah membawa Timnas menang dengan skor sensasional, seperti saat di Asian Games 2014 dengan menggulung Timor Leste 7-0 dan Maladewa 4-0.

Hasil-hasil itu membuat Aji Santoso jadi salah satu pelatih yang penuh kontroversi sepanjang karier kepelatihannya bersama Tim Garuda.

6 dari 6 halaman

Alfred Riedl

Nama Alfred Riedl masuk daftar pelatih kontroversial bukan saja karena kedatangannya kembali ke Indonesia sebagai pelatih timnas baru-baru ini. Pada 2010, ia terseret dalam kontroversi saat final Piala AFF 2010 yang mempertemukan Indonesia dengan Malaysia.

Seperti diketahui, pada laga final yang akhirnya dimenangi Malaysia dengan agregat 4-2 itu, sarat kontroversi karena adanya dugaan pengaturan skor yang dilakukan petinggi PSSI. Mau tak mau, sebagai pelatih, Alfred tak luput dari pemberitaan miring yang jadi pembicaraan hangat kalangan pencinta olahraga si kulit bundar di Tanah Air.

Kontroversi final Piala AFF 2010 itu lantas menguap begitu saja. Pada 2011 Alfred Riedl diberhentikan PSSI di bawah kepengurusan Djohar Arifin Husin dengan alasan kerja samanya selama ini bukan dengan PSSI sebagai federasi melainkan dengan salah satu petinggi PSSI sebagai individu.

Alfred kembali ke Timnas Indonesia pada 2012 atau jelang Piala AFF 2012. Ia kembali dihadirkan sebagai pelatih dalam masa dualisme federasi oleh KPSI yang dipimpin La Nyalla Mattalitti. Kehadirannya sempat disoalkan PSSI karena dianggap menyalahi aturan ketenagakerjaan.

PSSI di bawah kepengurusan Djohar Arifin Husin sempat mengancam melaporkan pelatih asal Austria itu ke pihak Imigrasi Indonesia serta FIFA. Praktis, PSSI bergeming dengan tak mau menerima Alfred Riedl untuk menukangi timnas proyeksi Piala AFF 2012. Pada akhirnya, Tim Garuda dibesut Nilmaizar saat menjalani turnamen sepak bola regional ASEAN itu.

Pada 2014, Alfred lagi-lagi dihadirkan PSSI lewat Badan Tim Nasional (BTN) yang diketuai La Nyalla Mattaliiti untuk menukangi timnas proyeksi Piala AFF 2014. Alfred hadir menggantikan Jacksen F. Tiago yang kontraknya telah habis.

Pelatih yang kini berusia 66 tahun itu terbilang gagal total di Piala AFF 2014 karena Indonesia tersingkir di fase penyisihan grup. Padahal, target yang dicanangkan waktu itu adalah jadi juara.

Tidak heran, ketika kembali ditunjuk PSSI duduk di kursi panas pelatih timnas pada 10 Juni 2016, kontroversi kembali merebak. Hanya suguhan prestasi yang bisa menghilangkan kontroversial yang menyelimuti penunjukannya.

Disadur dari Bola.com (Penulis Ario Yosia dan Aning Jati / Editor Rizki Hidayat, Published 18/4/2020)