Turin - Pavel Nedved, maestro lini tengah yang matang di Lazio dan bersinar bersama Juventus, mengungkapkan bahwa ia menyesal tak pernah berkesempatan membela Manchester United. Namun demikian, kesetiannya bersama Bianconeri tak perlu diragukan lagi.
Pavel Nedved kini menjabat sebagai Wakil Presiden Juventus. Namun, sebelum menekuni karir di posisi manejerial, Pavel Nedved pernah bermain untuk Juventus. Dia punya karir yang gemilang.
Pavel Nedved profesional Pavel Nedved dimulai saat bergabung dengan Dukla Praha pada 1991/1992. Hanya satu musim, dia kemudian pindah ke Sparta Praha pada 1992. Pavel Nedved bertahan hingga 1996.
Advertisement
Level lebih kompetitif di jajal Pavel Nedved saat pindah ke Lazio pada 1996. Pavel Nedved bermain untuk klub ibukota hingga 2001 sebelum memutuskan pindah ke Juventus. Pavel Nedved pensiun sebagai pemain profesional pada 2009.
Pavel Nedved adalah gambaran seorang gelandang serang ideal. Dia mampu memainkan segala peran dengan sama baiknya. Satu lagi, Pavel Nedved juga memiliki kekuatan yang sama pada kaki kanan dan kirinya.
Pavel Nedved memang lebih sering bermain di posisi kiri, baik untuk peran gelandang serang kiri maupun winger kiri. Namun, dia juga pernah memainkan peran sebagai playmaker dan penyerang lubang.
Gerakan Pavel Nedved dari lini kedua sulit diprediksi lawan. Dia punya akurasi umpan yang bagus. Kecepatan dan kelincahan yang menunjang aksi driblle. Namun, bukan itu yang menjadi senjata utama Pavel Nedved di Juventus. Pria yang lahir pada 30 Agustus 1972 tersebut dibekali tendangan yang keras dan presisi. Kemampuan itulah yang kemudian membuat Pavel Nedved mendapat julukan 'The Czech Cannon' atau Si Meriam Ceko.
Â
Â
Kejayaan bersama Lazio
Lazio pernah menapaki era emas pada periode akhir 1990an hingga awal 2000-an. Lazio selalu bersaing di papan atas klasemen Serie A dan sekali meraih scudetto pada musim 1999/2000.
Saat itu, skuad Lazio mendapat julukan The Dream Team atau skuad impian. Pavel Nedved adalah salah satunya. Selain Pavel Nedved, ada juga nama Marcelo Salas, Juan Veron, Alessandro Nesta, Diego Simeone, dan Simone Inzaghi.
Pavel Nedved ikut membawa Lazio meraih scudetto pada musim 1999/2000. Selain itu, Pavel Nedved juga memberikan dua gelar Coppa Italia untuk Lazio. Pavel Nedved juga meraih UEFA Cup Winner bersama Lazio.
Lazio mengalami krisis pasca era emas. Satu per satu para pemain Il Aquile memilih pindah klub. Pavel Nedved akhirnya dilego pada 2001 dan Juventus lah yang mendapatkan servis Pavel Nedved.
Â
Advertisement
Makin Bersinar bersama Juventus
Pavel Nedved memang meraih banyak sukses di Lazio. Namun, bersama Juventus lah dia mencapai puncak karir sebagai pemain. Sempat ada tekanan besar ketika dia bergabung karena harus menggantikan peran Zinedine Zidane.
Namun, Pavel Nedved mampu tampil sangat bagus. Pada musim pertamanya, Pavel Nedved langsung memberikan scudetto untuk Juventus. Gelar yang sama juga diraih pada musim 2002/2003. Pada musim yang sama, Juventus melaju ke final Liga Champions.
2003 adalah tahun emas bagi Pavel Nedved. Pada tahun tersebut, dia sukses meraih gelar Ballon d'Or. Gelar yang sangat bergengsi bagi pemain sepak bola. Pavel Nedved mengalahkan Thierry Henry dan Paolo Maldini.
Selain Ballon d'Or, Pavel Nedved juga meraih gelar World Soccer Awards Player of the Year, UEFA Team of the Year, dan Serie A Footballer of the Year. Sedangkan, pada 2004, Pavel Nedved meraih gelar Golden Foot.
Golden Foot menjadi pemain kedua yang mendapatkan gelar Golden Foot setelah Roberto Baggio pada 2003.
Â
Â
Kesetiaan Nedved
Juventus menjalani momen yang sulit pasca musim 2005/2006 berakhir. Si Nyonya Tua tersangkut kasus calciopoli atau pengaturan skor di Italia. Juventus mendapat hukuman sangat berat dari pengadilan.
Bukan hanya scudetto yang dicabut, Juventus juga dihukum turun ke Serie B. Lalu, bagaimana dengan Pavel Nedved? Saat pemain lain memilih pindah ke klub lain, Pavel Nedved memilih setia bersama Juventus di Serie B.
"Saya sangat senang memiliki pengalaman ini (Serie B), karena kami memperoleh rasa hormat, tidak hanya sebagai pemain tapi juga sebagai laki-laki," ungkap Nedved.
"Pada saat itu kami tidak peduli dengan omongan beberapa orang yang mengatakan kami sebagai pemain kelas dunia tidak seharusnya bermain di kasta kedua liga. Tapi ini bukan tentang hal itu, ini juga tentang fans dan juga profesionalitas kami bermain untuk Juventus!" tegasnya.
Selain Pavel Nedved, Alessandro Del Piero, Gianluigi Buffon, Giorgio Chiellini, David Trezeguet, dan Mauro Camoranesi memilih setia bersama Juventus di Serie B.
Â
Advertisement
Penyesalan
Ada satu gelar yang belum mampu diraih Pavel Nedved bersama Juventus, baik sebagai pemain atau wakil presiden. Liga Champions. Pavel Nedved sempat begitu dekat dengan gelar tersebut saat Juventus berlaga di final 2003.
Hanya saja, Pavel Nedved tidak bisa bermain pada laga final.
Mantan gelandang Juventus, Pavel Nedved mengungkapkan kekecewaan terbesar dalam karir sepakbolanya adalah saat absen dan kalah di final Liga Champions 2003. Pavel Nedved absen karena mendapatkan akumulasi kartu kuning di semifinal melawan Real Madrid.
Juventus yang saat itu dilatih Marcello Lippi pun akhirnya kalah lewat adu penalti melawan AC Milan di laga final.
"Apa yang bisa menjadi kesuksesan terbesar bisa juga menjadi kekecewaan terbesar, kalah melawan Milan di final Liga Champions 2003," ujarnya.
"Karena kartu kuning, saya absen di pertandingan itu, itu adalah kekecewaan terbesar dalam karir saya," kata Pavel Nedved.
Pada 2003, ketika banyak pemain Serie A memilih pindah ke Inggris, Pavel Nedved juga mendapat peluang yang sama. Pavel Nedved santer dikabarkan digoda untuk pindah ke Manchester United. Tetapi, Pavel Nedved menyebut tidak pernah ada tawaran nyata.
Manchester United tengah mencari pengganti David Beckham, tetapi Juventus disebut meminta tawaran terlalu tinggi. Hanya saja, tawaran yang datang untuk Pavel Nedved datang dari Chelsea.
"Penyesalan? Yakni saya tak pernah bermain untuk Manchester United, saya akan menyukainya. Transfer itu tak pernah ada di atas meja sekalipun, hanya ada tawaran Chelsea," ungkapnya.
"Saya menyukai generasi Paul Scholes dan Ryan Giggs, saya kagumi mereka. Saya sedikit cemburu dengan Karel Poborsky yang bermain di Manchester dan merasakan pertandingan besar. Saya tahu dia masih merasakan cinta itu," tandasnya.
Disadur dari: Bola.net (Asad Arifin, published 23/4/2020)