Liputan6.com, Liverpool: Dua minggu setelah legenda Anfield Stadium, King Kenny Dalglish dipecat dari jabatannya sebagai manajer klub, pemilik Liverpool yang dikendalikan duet John W Henry dan Tom Werner, menunjuk manajer muda Swansea City, Brendan Rodgers, sebagai arsitek klub yang baru. “Pengangkatan Brendan Rodgers merupakan salah satu langkah penting yang kami lakukan dalam membangun Liverpool,” puji Henry saat itu.
Rekrutmen Rodgers membuktikan prakiraan mantan bosnya di Chelsea, Jose Mourinho, yang kini menukangi Real Madrid. Saat bergabung ke Stamford Bridge sebagai pelatih tim yunior, Rodgers mendapat pujian dari Special One yang memprediksi jika mantan bek Reading berusia 39 tahun itu satu hari bakal menjadi manajer dan pelatih top.
Kini, prediksi itu jadi kenyataan. Beberapa hari setelah ditunjuk menjadi suksesor Dalglish, Rodgers menyodorkan konsep atau cetak biru yang diinginkannya diterapkan di Anfield kepada pemilik Liverpool. Blueprint ala Rodgers tersebut dirangkum dalam dokumen setebal 180 halaman. Cetak biru tersebut merupakan buah dari kerja keras yang dilakukan Rodgers dalam 15 tahun kiprahnya menangani tim, dimulai saat menjadi bagian dari kepelatihan tim Reading di saat usianya masih 24 tahun.
“Saya memulainya lebih dari 15 tahun yang lalu,” terang Rodgers yang terpaksa gantung sepatu karena mengalami cedera lutut yang parah. “(Konsep) Itu merupakan pengetahuan yang saya kumpulkan sejak saat itu. Ketika saya ditunjuk jadi manajer (Watford, 2008), saya mengubahnya dalam format dengan filosofi dan metodologi.”
Lalu, “Saya tambahkan ketika saya tiba di Liverpool. Saya sodorkan kepada pemilik klub. Dokumen itu berisikan budaya, filosofi, dan rancang (rencana) permainan yang akan saya kembangkan. Semacam model, jembatan untuk menerangkan bagaimana saya bekerja dan tipikal pemain yang saya inginkan secara taktik,” ujarnya.
“Visinya sederhana saja, yang pertama meraih gelar sebanyak mungkin. Itulah gambaran besarnya. Yang kedua bermain aktratif, memainkan sepakbola menyerang. Ketiga, menampilkan sebanyak mungkin para pemain muda. Saat saya menjadi manajer, saya selalu menginginkan bergabung dengan klub yang mempunyai pemahaman yang jelas terkait filosofi rencana pengembangan klub di masa depan.”
“Saya berterima kasih pada dua klub sebelumnya yang saya tangani dimana saya dapat mengkreasi mental klub dan terbukti berhasil. Di Liverpool, kami membutuhkan mental satu klub (bersatu). Jika kami gagal melakukanya, maka hal itu disebabkan karena kekurangpaduan, bukan hal lainnya. Jika kami dapat bersatu, maka kami punya peluang besar (meraih prestasi),” pungkas Rodgers.(MEG/The Sun)
Rekrutmen Rodgers membuktikan prakiraan mantan bosnya di Chelsea, Jose Mourinho, yang kini menukangi Real Madrid. Saat bergabung ke Stamford Bridge sebagai pelatih tim yunior, Rodgers mendapat pujian dari Special One yang memprediksi jika mantan bek Reading berusia 39 tahun itu satu hari bakal menjadi manajer dan pelatih top.
Kini, prediksi itu jadi kenyataan. Beberapa hari setelah ditunjuk menjadi suksesor Dalglish, Rodgers menyodorkan konsep atau cetak biru yang diinginkannya diterapkan di Anfield kepada pemilik Liverpool. Blueprint ala Rodgers tersebut dirangkum dalam dokumen setebal 180 halaman. Cetak biru tersebut merupakan buah dari kerja keras yang dilakukan Rodgers dalam 15 tahun kiprahnya menangani tim, dimulai saat menjadi bagian dari kepelatihan tim Reading di saat usianya masih 24 tahun.
“Saya memulainya lebih dari 15 tahun yang lalu,” terang Rodgers yang terpaksa gantung sepatu karena mengalami cedera lutut yang parah. “(Konsep) Itu merupakan pengetahuan yang saya kumpulkan sejak saat itu. Ketika saya ditunjuk jadi manajer (Watford, 2008), saya mengubahnya dalam format dengan filosofi dan metodologi.”
Lalu, “Saya tambahkan ketika saya tiba di Liverpool. Saya sodorkan kepada pemilik klub. Dokumen itu berisikan budaya, filosofi, dan rancang (rencana) permainan yang akan saya kembangkan. Semacam model, jembatan untuk menerangkan bagaimana saya bekerja dan tipikal pemain yang saya inginkan secara taktik,” ujarnya.
“Visinya sederhana saja, yang pertama meraih gelar sebanyak mungkin. Itulah gambaran besarnya. Yang kedua bermain aktratif, memainkan sepakbola menyerang. Ketiga, menampilkan sebanyak mungkin para pemain muda. Saat saya menjadi manajer, saya selalu menginginkan bergabung dengan klub yang mempunyai pemahaman yang jelas terkait filosofi rencana pengembangan klub di masa depan.”
“Saya berterima kasih pada dua klub sebelumnya yang saya tangani dimana saya dapat mengkreasi mental klub dan terbukti berhasil. Di Liverpool, kami membutuhkan mental satu klub (bersatu). Jika kami gagal melakukanya, maka hal itu disebabkan karena kekurangpaduan, bukan hal lainnya. Jika kami dapat bersatu, maka kami punya peluang besar (meraih prestasi),” pungkas Rodgers.(MEG/The Sun)