Sukses

Disdik DKI Sebut PPDB di Jakarta Bukan Menghitung Jarak, Melainkan Wilayah Zonasi

Sejumlah orangtua murid menggelar demonstrasi di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta. Mereka memprotes aturan batas usai pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020/2021 di DKI Jakarta

Liputan6.com, Jakarta- Sejumlah orangtua murid menggelar demonstrasi di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta. Mereka memprotes aturan batas usai pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020/2021 di DKI Jakarta.

Merespons protes tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI mempertemukan Dinas Pendidikan dengan perwakilan orang tua murid. Salah satu perwakilan orang tua murid, Eva menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta tidak menggunakan seleksi jarak melainkan langsung seleksi usia.

Para orangtua calon murid berpandangan, DKI harus mengikuti Pasal 25 ayat 1 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang menyebutkan seleksi diutamakan menggunakan jarak terdekat sekolah, baru kemudian umur.

"Ada satu step yang hilang. Seleksi belum diterapkan berdasarkan jarak,” kata Eva di DPRD DKI Jakarta, Rabu (24/6/2020).

Kepala Dinas Pendidikan DKI Nahdiana lantas menjawab bahwa Pemprov DKI Jakarta dalam PPDB tidak menggunakan pendekatan jarak, namun menggunakan wilayah.

“(Mengenai) jarak, saya sampaikan. Jakarta dari tahun lalu pengukuran zonasi dari 2017, ini sudah gunakan sistem wilayah. Dimaksud zonasi, itu yang ada di kelurahan dan kelurahan berimpitan, tidak ada jalur yang kami lewati," kata Nahdiana.

2 dari 4 halaman

Sistem Jarak Tidak Bisa Diterapkan di Jakarta

Nahdiana mengatakan sistem jarak tidak bisa diterapkan di Jakarta karena ada masalah demografi. Oleh karena itu pihaknya menentukan zonasi dengan wilayah.

"Ketika menghitung dengan meter (jarak), terjadi perbedaan demografi Jakarta dengan daerah lain. Maka hunian vertikal jadi hitungan kami. Kepadatan permukiman di daerah tertentu ini jadi permasalahan," ucap dia.

 

3 dari 4 halaman

Rinci Kebijakan Usia

Nahdiana juga merinci tentang kebijakan usia sebagai salah satu jalur penerimaan peserta didik baru. Menurutnya, penerapan usia tinggi dan rendah tidak serta merta disamakan di setiap daerah.

Misalnya saja, kata Nahdiana, seorang calon peserta didik baru berusia akan tergolong usai rendah atau muda jika tren atau animo pendaftar di wilayah tersebut rerata berusia lebih tua. Pun sebaliknya, calon peserta didik baru akan tergolong usia tinggi atau tua jika tren pendaftar di wilayah tersebut berusia yang lebih rendah.

"Bicara usia muda, dan usia tua, siapa sebetulnya pembandingnya. Ketika masuk sekolah itu, karena animo di tiap sekolah itu kan enggak sama. Saya, misal umur 17 akan menjadi muda ketika yang mendaftar 18 tahun animo yang ada di situ," kata Nahdiana.  

4 dari 4 halaman

Dukung Peserta Didik Berprestasi

Nahdiana menampik jika kebijakan tersebut hanya pro terhadap warga tidak mampu, dan tidak mendukung para calon peserta didik baru yang memiliki nilai akademis baik.

Justru, imbuhnya, Dinas Pendidikan berulang kali mengingatkan masyarakat tentang jalur prestasi. Sehingga, apabila gagal masuk sekolah negeri melalui jalur usia, calon peserta didik masih memiliki kesempatan jalur prestasi. 

(Delvira Hutabarat)

Video Terkini