Sukses

Bola Ganjil: Diktator Chile dan Stadion yang Ternoda Darah

Simak cerita Augusto Pinochet, diktator Chile, yang mencoreng sepak bola tanah kelahirannya dan Amerika Selatan pada umumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Ada jargon jangan campur sepak bola dengan politik. Sebab, kepentingan sering merusak keindahan permainan di lapangan hijau.

Kasus itulah yang terjadi di Chile pada 1973. Reputasi sepak bola Amerika Selatan rusak hanya karena ulah satu orang.

Augusto Pinochet adalah penyebabnya. Jauh sebelum 11 September ditetapkan sebagai salah satu sebagai hari terkelam sepanjang sejarah dunia menyusul insiden 2001, penduduk Chile sudah bergidik pada hari itu karena apa yang Pinochet lakukan.

Pada 11 September 1973, dia memimpin tentara Chile untuk mengkudeta presiden Salvador Allende. Pinochet lalu menerapkan sistem diktator dan pemerintahan tangan besi selama 17 tahun.

Berkuasa pada periode Perang Dingin, Pinochet memilih merenggangkan hubungan dengan Uni Soviet. Keputusan itu terbukti fatal beberapa saat berselang.

Chile harus menghadapi Uni Soviet untuk satu tempat di Piala Dunia 1974. Ketika itu play-off kualifikasi melibatkan dua kawasan yang saat ini jadi kiblat sepak bola dunia.

Duel pertama di Moskow berakhir tanpa gol. Laga di Santiago pun jadi penentu.

Namun, masyarakat Chile memiliki kekhawatiran lebih besar ketimbang pertandingan sepak bola.

Saksikan Video Chile Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Hukuman bagi Pembangkang

Pinochet menetapkan hukuman keras kepada mereka yang memiliki pandangan berlawanan. Pihak yang melawan kemudian ditahan di National Stadium, arena sepak bola utama negara tersebut.

Para pembangkang tidak hanya ditahan. Mereka juga disiksa sampai dibunuh. National Stadium kemudian menjadi simbol yang bertentangan sama sekali dengan semangat olahraga.

Kabar tersebut merebak melewati perbatasan. Khawatir sorotan negatif, Pinochet kemudian mendapat ide yang baginya cemerlang. Dia ingin timnas menghadapi Uni Soviet di sana demi membuktikan kepada dunia yang menyaksikan kalau Chile baik-baik saja.

Otoritas sepak bola ingin memindahkan laga ke Sausalito Stadium di Vina del Mar. Namun, Pinochet menolak dan bersikukuh menggelar partai di Santiago.

Dengan pertimbangan moril, Uni Soviet menolak datang sebelum ada jaminan keamanan serta situasi internal Chile kondusif. Mereka protes karena dipaksa bertanding di stadion yang dinodai darah orang tidak bersalah.

FIFA merespon dan mengirim delegasi untuk memeriksa National Stadium, yakni Wakil Presiden Abilio d’Almeida dan Sekretaris Jenderal Helmuth Kaeser, pada akhir Oktober.

Pinochet coba menghapus bukti adanya kekerasan di stadion. Mereka mengurung tahanan di kamar ganti atau memindahkan mereka ke lokasi lain untuk sementara.

"Mereka mengurung kami di bawah, tersembunyi di kamar ganti dan lorong, karena ada jurnalis mengikuti rombongan FIFA," kata Jorge Montealegre, salah satu tahanan.

3 dari 4 halaman

Keputusan Mengejutkan FIFA

Keputusan yang keluar kemudian mengejutkan dunia. Meski ada ribuan tahanan di stadion pada saat inspeksi, FIFA memberikan lampu hijau untuk menggelar pertandingan.

Media dunia kaget. Pers berspekulasi apakah FIFA memilih mengabaikan seriusnya pelanggaran hak asasi manusia di Chile, atau kepiawaian Pinochet menyembunyikan bukti sehingga mengecoh otoritas sepak bola dunia tersebut.

Pada akhirnya sikap tersebut memalukan olahraga dan merusak citra sepak bola di Amerika Selatan.

Uni Soviet memutuskan tidak datang. Pada pertandingan yang berlangsung 21 November 1973, timnas Chile sendirian turun ke lapangan. Kursi penonton di stadion tidak penuh terisi. Mereka melakukan kick-off, beberapa kali mengumpan bola, sebelum memasukkan si kulit bundar ke gawang kosong.

Tidak diketahui mengapa Chile tidak ditetapkan sebagai pemenang melalui walkout. Pemain yang turun ke lapangan pun terlihat malu. Pengaruh politik begitu kuat terasa.

4 dari 4 halaman

Paling Memalukan

Lolos dalam situasi demikian, Timnas Chile merasakan beban saat tampil di turnamen utama. Mereka kurang bersemangat dan tersisih sejak fase grup akibat kalah dari tuan rumah Jerman Barat, serta hasil imbang melawan Jerman Timur dan Australia.

Diketahui ibu Carlos Caszely, kapten timnas ketika itu, merupakan salah satu tahanan tentara Pinochet. "Datang seseorang mengenakan mantel, kaca mata hitam, dan topi, dengan lima orang di belakangnya. Bulu kuduk saya bergidik melihatnya sosok seperti Hitler ini," katanya.

Hingga hari ini, situasi di Chile pada awal 1970-an menjadi salah satu momen terburuk di sejarah dunia yang berbuah terciptanya pertandingan memalukan dalam dunia olahraga. Masyarakat Chile harus hidup di bawah kekuasaan Pinochet hingga 1990 sebelum dia mengundurkan diri.

Chile pun dikenang karena berpartisipasi dalam salah satu pertandingan paling memalukan sepanjang sejarah sepak bola, hanya karena ulah satu orang.