Liputan6.com, Jakarta Kejuaraan motocross dunia MXGP 2018 di Semarang, Jawa Tengah sempat mencuatkan kontroversi saat penyelenggara PT Arena Sirkuit International (ASI) dituding sudah menyalahgunakan dana hibah dari pemkot Semarang. Konon dana hibah itu berjumlah Rp 18 Miliar.
Untuk meluruskan masalah dan silaturahmi,Ketua Umum IMI Provinsi Jawa Tengah non-aktif, H Kadarusman didampingi dua sahabatnya yang juga purnawirawan perwira menengah polisi berpangkat AKBP serta seorang putrinya menemui salah satu direktur PT ASI, Judiarto di Jakarta, pekan lalu.
Pertemuan silaturahmi itu bertujuan menyampaikan permintaan maaf, Pak Kadar – panggilan H Kadarusman – kepada Judiarto sebagai salah satu direktur PT. ASI (Arena Sirkuit International), promotor lokal penyelenggara kejuaraan dunia motocross MXGP di Indonesia.
Advertisement
"Dari lubuk hati yang paling dalam,saya menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan yang terjadi, Atas tindakan saya terkait penyelenggaraan MXGP di Semarang tahun 2018 lalu," ujar Kadar seperti rilis yang diterima media.
Dalam pertemuan tersebut, Judiarto yang mantan Ketua Umum IMI DKI Jakarta hanya didampingi Susi Manurung selaku Kuasa Hukum.
Â
Saksikan Video MXGP di Bawah Ini:
Awal Mula Masalah
Kesalahpahaman terjadi usai penyelenggaraan MXGP 2018 di Mijen, Semarang Barat. Pak Kadar melaporkan PT ASI dengan Judiarto yang dianggap sudah memberi laporan pertanggungjawaban tak sesuai realisasi di lapangan terhadap dana hibah dari Pemkot Semarang sebesar Rp 18 miliar.
Namun persoalan itu dirasa salah alamat. Soalnya Judiarto, dengan perusahaan yang dipimpinnya hanya seorang kontraktor atau penyelenggara event saja.
"Saya hanya salah satu dari beberapa kontraktor dan pelaksana pekerjaan pada event MXGP di Semarang tahun 2018 itu," ujar Judiarto.
Merasa dicemarkan nama baiknya, Judiarto balik melaporkan Pak Kadar kepada Bareskrim Mabes Polri atas pasal pencemaran nama baik. Rupanya, pihak Bareskrim merespon positif pelaporan tersebut dengan melakukan penyelidikan, panggil para saksi termasuk Pak Kadar dan telah ditetapkan P21 (berkas kasus lengkap).
Sejak itu, Pak Kadar mulai goyang. Apalagi pada November 2019, Pak Kadar disanksi IMI Pusat dengan menonaktifkan sebagai Ketum IMI Jawa Tengah selama 1 tahun, karena dianggap membawa IMI ke persoalan hukum. Pada Agustus 2020, berkas kasus pencemaran nama baik oleh Pak Kadar naik menjadi P-21. Artinya, kasus masuk tahap kedua dari polisi ke Kejaksaan.
Â
Advertisement
Sudah Dimaafkan
Kadar,70 tahun, kini harus bersiap menerima konsekuensi atas pencemaran nama baik yang dilakukannya.Karena itu, Kadar menyempatkan waktu untuk bertemu langsung Judiarto menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya, sekaligus agar kasusnya tak perlu dilanjutkan.
"Pak Judiarto bahkan sebenarnya sudah jauh hari memaafkan Pak Kadar ketika pernyataan itu disampaikan pihak Pak Kadar. Namun dalam perkembangan waktu, kok tidak seperti yang disampaikan. Akhirnya kami meneruskan kasus ini di kepolisian," ujar Kiki Manurung SH, kuasa hukum Judiarto.
Pihak Judiarto dikabarkan ingin hukuman penjara untuk Kadar bisa diperingan. Kiki Manurung mengatakan Judiarto berharap Pak Kadar tak perlu menjalani hukuman itu sepenuhnya.
"Klien kami bilang, Pak Kadar hanya butuh sekitar 1 menit dalam sel penjara, habis itu keluar dan pulang ke rumah beliau. Hanya ingin membuktikan, bukan klien kami yang salah," ujar Kiki.
Â
Perdamaian
Â
Kemudian, pada 4 September 2020, Judiarto diwakilkan oleh Kiki Manurung dan Pak Kadar didampingi Pengacara dan putrinya, telah mendatangi Kejaksaan Negeri Semarang untuk menyampaikan kesepakatan perdamaian yang telah dilaksanakan di Jakarta. Dia memohon agar penuntutan terhadap Kadar, dihentikan berdasarkan Keadilan Retoratif (Restorative Justice).
Kejaksaan Negeri Semarang, diwakilkan oleh Kasipidum dan JPU telah memfasilitasi proses perdamaian antara Judiarto dan Kadar yang dilakukan secara virtual di kantor Kejaksaan Negeri Semarang. Seluruh kesepakatan perdamaian tersebut telah dituangkan oleh kedua belah pihak dalam Kesepakatan Perdamaian dan Berita Acara Proses Perdamaian yang dibuat oleh JPU (Gilang Prama Jasa, S.H., M.H) sebagai Fasilitator.
Kini, Judiarto dan Pak Kadar menunggu proses hukum selanjutnya atas Perdamaian yang telah dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Semarang berdasarkan berdasarkan Keadilan Retoratif (Restorative Justice).
Advertisement